Presiden Mangkat, Tunisia Bersiap Gelar Pemilu
A
A
A
TUNIS - Tunisia memiliki waktu kurang dari dua bulan untuk menyelenggarakan pemilu cepat setelah Presiden Beji Caid Essebsi mangkat. Persiapan ini dilakukan di tengah ketidakpastian siapa yang akan menjadi suksesor Essebsi untuk menjalankan pemerintahaan di negara Afrika Utara itu.
Essebsi meninggal dunia Kamis lalu pada usia 92 tahun. Ia adalah presiden pertama yang dipilih dalam pemilu. Kematiannya memicu kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan politik di negara yang dipandang sebagai kisah sukses yang langka pasca Arab Spring.
Beberapa jam setelah kematian Essebsi, ketua parlemen Mohamed Ennaceur dilantik sebagai presiden sementara, yang di bawah konstitusi memiliki waktu 90 hari untuk menyelenggarakan pemilihan presiden.
Komisi pemilu mengatakan pemilu kemungkinan akan diadakan pada 15 September, dua bulan lebih awal dari yang direncanakan seperti dikutip dari Arab News, Sabtu (27/7/2019).
Menjadi tempat kelahiran pemberontakan Arab Spring, Tunisia adalah satu-satunya negara yang mendorong reformasi demokratis meskipun ada kerusuhan politik, ekonomi yang lesu, dan serangan-serangan ekstrimis.
Meninggalnya Essbesi terjadi di tengah perdebatan tentang siapa yang dapat mencalonkan diri dalam pemilu presiden berikutnya. Essebsi tidak menolak atau pun memberlakukan regulasi pemilu yang telah diamandemen dan disahkan palemen pada bulan Juni lalu.
Regulasi ini diyakini akan menghalangi jalan bagi beberapa kandidat kuat termasuk raja media Nabil Karoui. Karoui, yang telah membentuk partai politik, didakwa melakukan pencucian uang bulan ini setelah dia menyatakan niatnya untuk maju.
Meski begitu pemilu presiden, bersama dengan pemilu parlemen yang telah ditetapkan pada Oktober mendatang, akan tetap dilangsungkan meskipun fakta bahwa delapan tahun setelah Arab Spring negara itu belum membentuk Mahkamah Konstitusi.
Meskipun dilanda ketidakpastian, Chahed memuji transfer kekuasaan secara damai, sementara pemimpin sementara Ennaceur bersumpah bahwa negara akan terus berfungsi.
"Rakyat senang mengetahui bahwa negara mereka adalah negara demokratis, bukan emirat," tulis mantan ketua parlemen Adel Bsili di Twitter.
Editorial dalam harian berbahasa Prancis surat kabar La Presse pun mengakui hal itu.
"Tunisia telah lulus ujian untuk membuktikan kepada seluruh dunia bahwa Tunisia adalah negara yang demokratis," tulisnya.
Essebsi meninggal dunia Kamis lalu pada usia 92 tahun. Ia adalah presiden pertama yang dipilih dalam pemilu. Kematiannya memicu kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan politik di negara yang dipandang sebagai kisah sukses yang langka pasca Arab Spring.
Beberapa jam setelah kematian Essebsi, ketua parlemen Mohamed Ennaceur dilantik sebagai presiden sementara, yang di bawah konstitusi memiliki waktu 90 hari untuk menyelenggarakan pemilihan presiden.
Komisi pemilu mengatakan pemilu kemungkinan akan diadakan pada 15 September, dua bulan lebih awal dari yang direncanakan seperti dikutip dari Arab News, Sabtu (27/7/2019).
Menjadi tempat kelahiran pemberontakan Arab Spring, Tunisia adalah satu-satunya negara yang mendorong reformasi demokratis meskipun ada kerusuhan politik, ekonomi yang lesu, dan serangan-serangan ekstrimis.
Meninggalnya Essbesi terjadi di tengah perdebatan tentang siapa yang dapat mencalonkan diri dalam pemilu presiden berikutnya. Essebsi tidak menolak atau pun memberlakukan regulasi pemilu yang telah diamandemen dan disahkan palemen pada bulan Juni lalu.
Regulasi ini diyakini akan menghalangi jalan bagi beberapa kandidat kuat termasuk raja media Nabil Karoui. Karoui, yang telah membentuk partai politik, didakwa melakukan pencucian uang bulan ini setelah dia menyatakan niatnya untuk maju.
Meski begitu pemilu presiden, bersama dengan pemilu parlemen yang telah ditetapkan pada Oktober mendatang, akan tetap dilangsungkan meskipun fakta bahwa delapan tahun setelah Arab Spring negara itu belum membentuk Mahkamah Konstitusi.
Meskipun dilanda ketidakpastian, Chahed memuji transfer kekuasaan secara damai, sementara pemimpin sementara Ennaceur bersumpah bahwa negara akan terus berfungsi.
"Rakyat senang mengetahui bahwa negara mereka adalah negara demokratis, bukan emirat," tulis mantan ketua parlemen Adel Bsili di Twitter.
Editorial dalam harian berbahasa Prancis surat kabar La Presse pun mengakui hal itu.
"Tunisia telah lulus ujian untuk membuktikan kepada seluruh dunia bahwa Tunisia adalah negara yang demokratis," tulisnya.
(ian)