Panglima Militer Myanmar Sebut Muslim Rohingya Bukan Pribumi

Kamis, 12 Oktober 2017 - 13:12 WIB
Panglima Militer Myanmar Sebut Muslim Rohingya Bukan Pribumi
Panglima Militer Myanmar Sebut Muslim Rohingya Bukan Pribumi
A A A
YANGON - Panglima militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan bahwa warga muslim Rohingya bukan penduduk asli atau pribumi di negaranya.Dia juga menyebut jumlah pengungsi Rohingya terlalu dibesar-besarakn oleh media.

Komentar Jenderal Hlaing disampaikan dalam pertemuannya dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS) Scot Marciel. Dia menolak menanggapi tuduhan pelanggaran yang dilakukan anak buahnya dalam kekerasan di negara bagian Rakhine.

Meski bukan presiden, jenderal Hlaing dianggap orang yang paling berkuasa di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha itu. Sebab, di bawah konstitusi, atasan kepala junta militer adalah dirinya sendiri. Dia tidak melapor setiap keputusan militer terhadap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi. Dia bahkan tidak bisa dipecat.

Jenderal Hlaing yang merujuk Rohingya dengan istilah ”Bengali”, mengatakan bahwa penjajah Inggris-lah yang bertanggung jawab atas masalah tersebut.

”Orang-orang Bengali tidak dibawa ke negara ini oleh Myanmar, tapi oleh penjajah,” katanya kepada Marciel, menurut laporan pertemuan yang diunggah di halaman Facebook-nya, pada hari Kamis (12/10/2017).

”Mereka bukan penduduk asli, dan catatan membuktikan bahwa mereka bahkan tidak disebut Rohingya tapi hanya orang Bengali selama masa penjajahan,” lanjut Panglima Militer Myanmar ini, seperti dikutip Reuters.

Kantor HAM PBB pada hari Rabu mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar telah secara brutal mengusir 0,5 juta warga Rohingya dari negara bagian Rakhine utara ke Bangladesh. Pasukan tersebut juga disebut membakar rumah, tanaman dan desa untuk mencegah para warga minoritas itu kembali.

Krisis terbaru di Rakhine dipicu oleh serangan gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) terhadap sekitar 30 pos keamanan polisi pada 25 Agustus 2017. Serangan itu dibalas dengan respons militer yang ganas.

Kantor HAM PBB dalam laporannya berdasarkan 65 wawancara dengan pengungsi Rohingya yang tiba di Bangladesh, menyatakan bahwa para warga minoritas mengalami pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley pada bulan lalu mencela apa yang dia sebut ”kampanye brutal dan berkelanjutan untuk membersihkan negara dari etnis minoritas”.
Dia kemudian meminta negara-negara untuk menunda pemberian senjata ke Myanmar sampai militernya melakukan tindakan pertanggungjawaban yang memadai.

Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad al-Hussein telah menggambarkan operasi militer itu sebagai ”contoh buku teks pembersihan etnis”.

Namun, Jenderal Hlaing tidak menanggapi tuduhan tersebut. Dia justru menuduh kelompok gerilyawan telah membunuh 90 orang warga Hindu dan 30 warga Rohingya yang terkait dengan pemerintah.

”Orang-orang Bengali lokal terlibat dalam serangan di bawah kepemimpinan ARSA, karena itulah mereka mungkin telah melarikan diri karena mereka merasa tidak aman,” katanya.

”Tempat asli orang Bengali benar-benar Bengal,” ujarnya. ”Mereka mungkin telah melarikan diri, dengan asumsi mereka akan lebih aman di sana,” imbuh dia.

Dia menyalahkan media yang melebih-lebihkan jumlah pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh. Data yang dia ragukan itu dianggap sebagai materi propaganda.

Meski demikian, Jenderal Hlaing mengulangi janji dari Suu Kyi bahwa pengungsi akan diterima kembali di bawah kesepakatan dengan Bangladesh pada awal 1990-an. Namun, banyak pengungsi meragukan peluang mereka untuk pulang ke rumah karena takut mereka tidak dapat membuktikan hak mereka untuk kembali.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5379 seconds (0.1#10.140)