Korut Tolak Sanksi PBB
A
A
A
PYONGYANG - Korea Utara (Korut) menunjukkan pembangkangan yang selama ini menjadi merek dagang mereka terhadap sanksi baru PBB yang diberlakukan setelah uji coba nuklir keenam dan terbesar. Korut pun berjanji untuk melipatgandakan usaha untuk melawan apa yang dikatakannya sebagai ancaman invasi Amerika Serikat (AS).
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Korut mengatakan bahwa resolusi tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak sah untuk membela diri. Korut pun menilai jika sanksi terbaru itu ditujukan untuk mencekik negara dan rakyatnya sepenuhnya melalui blokade ekonomi skala penuh.
"DPRK akan melipatgandakan usaha untuk meningkatkan kekuatannya untuk melindungi kedaulatan dan hak negara atas keberadaan serta untuk menjaga perdamaian dan keamanan kawasan dengan menetapkan keseimbangan praktis dengan AS," katanya dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh berita resmi Korut, KCNA, seperti dilansir dari Reuters, Rabu (13/9/2017).
Pernyataan tersebut memperkuat pernyataan Duta Besar Korut untuk PBB di Jenewa, Han Tae-song, yang mengatakan bahwa Pyongyang siap menggunakan bentuk sarana utama.
"Langkah-langkah yang akan datang akan membuat AS menderita rasa sakit terbesar yang pernah dialami dalam sejarahnya," kata Han.
Baca Juga: Korut Tegaskan AS Akan Menderita karena Inisiasi Sanksi Baru
Surat kabar Korut, Rodong Sinmun, juga menuduh Korea Selatan (Korsel) menjadi "boneka" Washington, mengkritik kesepakatan Seoul dengan AS untuk mengubah sebuah pedoman bilateral yang ada yang sekarang akan memungkinkan Korsel untuk menggunakan muatan hulu ledak tanpa batas pada rudalnya.
Dewan Keamanan PBB sepakat untuk meningkatkan sanksi terhadap Korut, melarang ekspor tekstil dan pembatasan pasokan bahan bakar, dan menjadikannya ilegal bagi perusahaan asing untuk membentuk usaha patungan komersial dengan entitas Korut.
Resolusi PBB dipicu oleh uji coba Korut tentang apa yang dikatakannya sebagai bom hidrogen.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Korut mengatakan bahwa resolusi tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak sah untuk membela diri. Korut pun menilai jika sanksi terbaru itu ditujukan untuk mencekik negara dan rakyatnya sepenuhnya melalui blokade ekonomi skala penuh.
"DPRK akan melipatgandakan usaha untuk meningkatkan kekuatannya untuk melindungi kedaulatan dan hak negara atas keberadaan serta untuk menjaga perdamaian dan keamanan kawasan dengan menetapkan keseimbangan praktis dengan AS," katanya dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh berita resmi Korut, KCNA, seperti dilansir dari Reuters, Rabu (13/9/2017).
Pernyataan tersebut memperkuat pernyataan Duta Besar Korut untuk PBB di Jenewa, Han Tae-song, yang mengatakan bahwa Pyongyang siap menggunakan bentuk sarana utama.
"Langkah-langkah yang akan datang akan membuat AS menderita rasa sakit terbesar yang pernah dialami dalam sejarahnya," kata Han.
Baca Juga: Korut Tegaskan AS Akan Menderita karena Inisiasi Sanksi Baru
Surat kabar Korut, Rodong Sinmun, juga menuduh Korea Selatan (Korsel) menjadi "boneka" Washington, mengkritik kesepakatan Seoul dengan AS untuk mengubah sebuah pedoman bilateral yang ada yang sekarang akan memungkinkan Korsel untuk menggunakan muatan hulu ledak tanpa batas pada rudalnya.
Dewan Keamanan PBB sepakat untuk meningkatkan sanksi terhadap Korut, melarang ekspor tekstil dan pembatasan pasokan bahan bakar, dan menjadikannya ilegal bagi perusahaan asing untuk membentuk usaha patungan komersial dengan entitas Korut.
Resolusi PBB dipicu oleh uji coba Korut tentang apa yang dikatakannya sebagai bom hidrogen.
(ian)