Kasus Rohingya Jadi Perhatian Mahkamah Internasional
A
A
A
JENEWA - Tingkat kekejaman dalam kekerasan yang dilaporkan terhadap Rohingya di Myanmar menjadi perhatian Mahkamah Pidana Internasional. Demikian pernyataan Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Zeid Ra'ad Al Hussein.
Zeid mengatakan pelanggaran dengan pengaaniayaan berat dan berlangsung lama, serta jumlah korban memungkinkan untuk pembentukan komisi kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal itu diungkapkannya saat berbicara di Dewan HAM PBB di Jenewa, dimana ia menyoroti isu-isu hak asasi manusia di lebih dari 40 negara seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (9/3/2017).
Zeid mendesak Dewan Hak Asasi Manusia untuk setidaknya membentuk komisi penyelidikan atas kekerasan yang dilakukan terhadap Rohingya. Zeid khususnya menyoroti operasi keamanan pasca serangan 9 Oktober terhadap tiga pos perbatasan di distrik Maungdaw di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Dalam serangan itu, sekitar 10 personel keamanan tewas. Setelah itu, pihak berwenang mengurung daerah itu dan melakukan operasi militer untuk memburu pelaku. Menurut PBB, aksi ini memaksa lebih dari 74 ribu warga Rohingya melarikan diri dari Maungdaw ke negara tetangga Bangladesh. Lebih dari 20 ribu warga Rohingya terlantar di negara bagian Rakhine.
Selama operasi keamanan, yang dikatakan telah berhenti bulan lalu, muncul sejumlah tuduhan aksi kekejaman seperti pemerkosaan, pembakaran dan pembunuhan terhadap Rohingya.
Pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya, mengatakan mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh. Pemerintah juga secara konsisten membantah tuduhan pelanggaran yang dilaporkan terhadap Rohingya.
Pemerintah Myanmar telah membentuk komisi penyelidikan sendiri, yang dipimpin oleh wakil presiden Myanmar, untuk memeriksa tuduhan tersebut. Tetapi banyak pihak skeptis yang tidak yakin bahwa komisi akan menyampaikan laporan tentang aksi kekerasan itu.
Zeid mengatakan pelanggaran dengan pengaaniayaan berat dan berlangsung lama, serta jumlah korban memungkinkan untuk pembentukan komisi kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal itu diungkapkannya saat berbicara di Dewan HAM PBB di Jenewa, dimana ia menyoroti isu-isu hak asasi manusia di lebih dari 40 negara seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (9/3/2017).
Zeid mendesak Dewan Hak Asasi Manusia untuk setidaknya membentuk komisi penyelidikan atas kekerasan yang dilakukan terhadap Rohingya. Zeid khususnya menyoroti operasi keamanan pasca serangan 9 Oktober terhadap tiga pos perbatasan di distrik Maungdaw di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Dalam serangan itu, sekitar 10 personel keamanan tewas. Setelah itu, pihak berwenang mengurung daerah itu dan melakukan operasi militer untuk memburu pelaku. Menurut PBB, aksi ini memaksa lebih dari 74 ribu warga Rohingya melarikan diri dari Maungdaw ke negara tetangga Bangladesh. Lebih dari 20 ribu warga Rohingya terlantar di negara bagian Rakhine.
Selama operasi keamanan, yang dikatakan telah berhenti bulan lalu, muncul sejumlah tuduhan aksi kekejaman seperti pemerkosaan, pembakaran dan pembunuhan terhadap Rohingya.
Pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya, mengatakan mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh. Pemerintah juga secara konsisten membantah tuduhan pelanggaran yang dilaporkan terhadap Rohingya.
Pemerintah Myanmar telah membentuk komisi penyelidikan sendiri, yang dipimpin oleh wakil presiden Myanmar, untuk memeriksa tuduhan tersebut. Tetapi banyak pihak skeptis yang tidak yakin bahwa komisi akan menyampaikan laporan tentang aksi kekerasan itu.
(ian)