Tetangga Indonesia Gugup Lihat Irak Coba Rebut Mosul dari ISIS
A
A
A
JAKARTA - Dua negara tetangga Indonesia, Malaysia dan Singapura, nervous atau gugup melihat operasi militer Irak untuk membebaskan Mosul dari kelompok ISIS. Malaysia menyerukan pemerintah negara-negara Asia Tenggara untuk memperketat langkah-langkah anti-teror karena khawatir para milisi ISIS pulang ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Operasmi militer Baghdad untuk membebaskan Mosul dari kelompok ISIS atau Islamic State didukung oleh Amerika Serikat dan para milisi Kurdi. Operasi sudah dimulai pekan ini setelah ISIS menduduki Mosul sejak 2014 lalu.
Ada sekitar 8.000 militan ISIS lokal dan asing yang berada di Mosul, Irak utara. Kota itu berbatasan langsung dengan wilayah Suriah.
Wakil Perdana Menteri yang juga Menteri Dalam Negeri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi, mengatakan pengamanan perbatasan dan bandara telah ditingkatkan.
”Kami bertukar informasi dengan badan-badan intelijen dan kami memiliki daftar tersangka. Lembaga penegak hukum kami selalu siap tidak hanya di bandara tetapi juga di ‘terowongan tikus’,” kata Zahid Hamidi, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (20/10/2016).
Menteri Pertahanan Malaysia, Hishammuddin Hussein, pada hari Senin, mengatakan bahwa dia telah menginstruksikan militer untuk mengawasi perkembangan di Irak dan Suriah.”Karena kami khawatir bahwa (militan ISIS) mungkin datang ke sini dan itu tidak hanya berjumlah kecil,” ujarnya.
”Ini akan menjadi ribuan dari mereka. Inilah sebabnya mengapa penting bagi kita untuk memiliki hubungan trilateral dengan Indonesia dan Filipina. Kita perlu memastikan bahwa kita bisa mendapatkan data intelijen sebanyak mungkin untuk memperkuat dan melindungi wilayah kami,” ujar Hishammuddin seperti dikutip New Straits Times.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, mengatakan bahwa Singapura telah menggelar latihan anti-teror terbesar sebelum serangan Irak di Mosul. ”Peperangan (Mosul) itu kemungkinan untuk meningkatkan ancaman di wilayah kami,” ujarnya.
Sejak 2013, sekitar 90 warga Malaysia telah bergabung dengan kelompok militan yang juga dikenal dengan nama Daesh itu. Sedangkan militan ISIS asal Indonesia tidak ada angka resmi yang disebut oleh Pemerintah Presiden Joko Widodo. Namun, namun para ahli yang berbasis di Jakarta menyebut jumlahnya sekitar 500 orang.
”Saya pikir ini akan menjadi sebuah ancaman. Ketika para militan (ISIS) kembali ke negara-negara seperti Indonesia, Malaysia dan Filipina, mereka akan membangun semacam jaringan alumni, seperti para milisi dari Afghanistan hampir dua dekade lalu,” ujar Ridlwan Habib, seorang ahli kontraterorisme di Universitas Indonesia.
Ridlwan mengatakan, para militan ISIS itu kemungkinan pulang dengan strategi baru. ”Mereka akan memiliki eksposur dan pelatihan dalam hal-hal seperti cyberterrorism, dan serangan 'lone wolf' dengan persenjataan yang sangat lembut,” kata Ridlwan.
Operasmi militer Baghdad untuk membebaskan Mosul dari kelompok ISIS atau Islamic State didukung oleh Amerika Serikat dan para milisi Kurdi. Operasi sudah dimulai pekan ini setelah ISIS menduduki Mosul sejak 2014 lalu.
Ada sekitar 8.000 militan ISIS lokal dan asing yang berada di Mosul, Irak utara. Kota itu berbatasan langsung dengan wilayah Suriah.
Wakil Perdana Menteri yang juga Menteri Dalam Negeri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi, mengatakan pengamanan perbatasan dan bandara telah ditingkatkan.
”Kami bertukar informasi dengan badan-badan intelijen dan kami memiliki daftar tersangka. Lembaga penegak hukum kami selalu siap tidak hanya di bandara tetapi juga di ‘terowongan tikus’,” kata Zahid Hamidi, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (20/10/2016).
Menteri Pertahanan Malaysia, Hishammuddin Hussein, pada hari Senin, mengatakan bahwa dia telah menginstruksikan militer untuk mengawasi perkembangan di Irak dan Suriah.”Karena kami khawatir bahwa (militan ISIS) mungkin datang ke sini dan itu tidak hanya berjumlah kecil,” ujarnya.
”Ini akan menjadi ribuan dari mereka. Inilah sebabnya mengapa penting bagi kita untuk memiliki hubungan trilateral dengan Indonesia dan Filipina. Kita perlu memastikan bahwa kita bisa mendapatkan data intelijen sebanyak mungkin untuk memperkuat dan melindungi wilayah kami,” ujar Hishammuddin seperti dikutip New Straits Times.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, mengatakan bahwa Singapura telah menggelar latihan anti-teror terbesar sebelum serangan Irak di Mosul. ”Peperangan (Mosul) itu kemungkinan untuk meningkatkan ancaman di wilayah kami,” ujarnya.
Sejak 2013, sekitar 90 warga Malaysia telah bergabung dengan kelompok militan yang juga dikenal dengan nama Daesh itu. Sedangkan militan ISIS asal Indonesia tidak ada angka resmi yang disebut oleh Pemerintah Presiden Joko Widodo. Namun, namun para ahli yang berbasis di Jakarta menyebut jumlahnya sekitar 500 orang.
”Saya pikir ini akan menjadi sebuah ancaman. Ketika para militan (ISIS) kembali ke negara-negara seperti Indonesia, Malaysia dan Filipina, mereka akan membangun semacam jaringan alumni, seperti para milisi dari Afghanistan hampir dua dekade lalu,” ujar Ridlwan Habib, seorang ahli kontraterorisme di Universitas Indonesia.
Ridlwan mengatakan, para militan ISIS itu kemungkinan pulang dengan strategi baru. ”Mereka akan memiliki eksposur dan pelatihan dalam hal-hal seperti cyberterrorism, dan serangan 'lone wolf' dengan persenjataan yang sangat lembut,” kata Ridlwan.
(mas)