Filipina Minta Bantuan AS Jika Perang dengan China Pecah
A
A
A
MANILA - Filipina sudah bersiap-siap meminta bantuan Amerika Serikat (AS) jika konfrontasi atau perang dengan China benar-benar pecah di Laut China Selatan. Permintaan bantuan itu disampaikan presiden terpilih Filipina, Rodrigo Guterte.
Duterte dalam sebuah pidato di sebuah forum bisnis di Kota Davao selatan menyinggung “1951 Mutual Defense Treaty” sebuah perjanjian sekutu antara Manila dan Washington. Dalam perjanjian itu, AS tidak secara otomatis wajib segera membantu Filipina jika terlibat konfrontasi dengan China atas sengketa Laut China Selatan.
Permintaan bantuan AS itu disampaikan Duterte kepada Duta Besar AS di Manila, Philip Goldberg, dalam sebuah pertemuan. ”Apakah Anda dengan kami atau Anda tidak dengan kami?" tanya Duterte.
Goldberg pun menjawab, "Hanya jika Anda diserang."
Baca juga:
Ketika Indonesia Tembaki Kapal China dan AS Kirim Kapal Induk
Sementara itu, Di Washington, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa departemen tidak akan mengomentari rincian percakapan diplomatik, termasuk kemungkinan AS membantu Filipina jika terjadi konfrontasi dengan China di Laut China Selatan.
Hanya saja, departemen itu menegaskan bahwa aliansi AS-Filipina merupakan aliasi "ketat", dan AS akan berdiri memenuhi komitmen seperti dalam perjanjian tersebut.
”Presiden Obama telah jelas bahwa kita akan berdiri dengan komitmen kami untuk Filipina, seperti yang kita lakukan untuk setiap perjanjian pertahanan bersama sekutu,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, Anna Richey-Allen, seperti dikutip ABC, Rabu (22/6/2016).
”Ketergantungan kami dan kehandalan sebagai sekutu telah berdiri selama puluhan tahun. Di luar itu, kami tidak akan mengomentari hipotesis," katanya lagi.
AS tidak ambil bagian dalam sengketa teritorial Laut China Selatan. Kawasan itu, hampir seluruhnya diklaim oleh China. Namun, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan juga ikut mengklaim.
Indonesia tidak terlibat dalam sengketa klaim maritim itu. Namun, beberapa hari ini Indonesia terlibat ketegangan dengan China, setelah kapal nelayan China masuk perairan Natuna, Indonesia, di kawasan Laut China Selatan.
Terakhir, kapal perang Indonesia menembaki kapal nelayan China yang diduga mencuri ikan di Natuna. Alih-alih minta maaf, China justru protes dan menyalahkan Indonesia. China bahkan mengklaim kapal nelayannnya beroperasi di perairan tradisional China.
Duterte dalam sebuah pidato di sebuah forum bisnis di Kota Davao selatan menyinggung “1951 Mutual Defense Treaty” sebuah perjanjian sekutu antara Manila dan Washington. Dalam perjanjian itu, AS tidak secara otomatis wajib segera membantu Filipina jika terlibat konfrontasi dengan China atas sengketa Laut China Selatan.
Permintaan bantuan AS itu disampaikan Duterte kepada Duta Besar AS di Manila, Philip Goldberg, dalam sebuah pertemuan. ”Apakah Anda dengan kami atau Anda tidak dengan kami?" tanya Duterte.
Goldberg pun menjawab, "Hanya jika Anda diserang."
Baca juga:
Ketika Indonesia Tembaki Kapal China dan AS Kirim Kapal Induk
Sementara itu, Di Washington, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa departemen tidak akan mengomentari rincian percakapan diplomatik, termasuk kemungkinan AS membantu Filipina jika terjadi konfrontasi dengan China di Laut China Selatan.
Hanya saja, departemen itu menegaskan bahwa aliansi AS-Filipina merupakan aliasi "ketat", dan AS akan berdiri memenuhi komitmen seperti dalam perjanjian tersebut.
”Presiden Obama telah jelas bahwa kita akan berdiri dengan komitmen kami untuk Filipina, seperti yang kita lakukan untuk setiap perjanjian pertahanan bersama sekutu,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, Anna Richey-Allen, seperti dikutip ABC, Rabu (22/6/2016).
”Ketergantungan kami dan kehandalan sebagai sekutu telah berdiri selama puluhan tahun. Di luar itu, kami tidak akan mengomentari hipotesis," katanya lagi.
AS tidak ambil bagian dalam sengketa teritorial Laut China Selatan. Kawasan itu, hampir seluruhnya diklaim oleh China. Namun, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan juga ikut mengklaim.
Indonesia tidak terlibat dalam sengketa klaim maritim itu. Namun, beberapa hari ini Indonesia terlibat ketegangan dengan China, setelah kapal nelayan China masuk perairan Natuna, Indonesia, di kawasan Laut China Selatan.
Terakhir, kapal perang Indonesia menembaki kapal nelayan China yang diduga mencuri ikan di Natuna. Alih-alih minta maaf, China justru protes dan menyalahkan Indonesia. China bahkan mengklaim kapal nelayannnya beroperasi di perairan tradisional China.
(mas)