Akui Potensi Kejahatan Perang di Yaman, Inggris Tetap Jual Senjata ke Saudi
loading...
A
A
A
LONDON - Pemerintah Inggris mendapat kecaman setelah mengumumkan bahwa mereka akan melanjutkan penjualan senjata ke Arab Saudi . Padahal, London mengakui bahwa Riyadh dapat menggunakan senjata tersebut untuk melakukan kejahatan perang di Yaman .
Dalam pernyataan tertulis yang diterbitkan pada hari Selasa, Menteri Perdagangan Internasional Liz Truss mengonfirmasi bahwa Inggris akan melanjutkan perdagangan militer dengan sekutu utama mereka di wilayah Teluk.
Putusan Pengadilan Banding Inggris pada Juni 2019 menilai bahwa penjualan senjata ke Kerajaan Arab Saudi melanggar hukum. Putusan itulah yang mendorong pemerintah untuk menangguhkan penjualan senjata baru saat melakukan peninjauan.
"insiden keprihatinan yang dapat dipercaya telah diakui sebagai kemungkinan pelanggaran hukum humaniter internasional (IHL), (namun) pemerintah Inggris melihat ini sebagai insiden yang terisolasi," kata Truss saat menyampaikan kesimpulan pemerintah.
"Insiden yang telah dinilai sebagai kemungkinan pelanggaran IHL terjadi pada waktu yang berbeda, dalam situasi dan alasan yang berbeda pula," katanya lagi. (Baca: Arab Saudi Dituduh Bombardir Pasar di Yaman, 17 Warga Sipil Tewas )
Truss, yang menjelaskan keputusan pemerintah lebih lanjut, mengklaim bahwa terlepas dari potensi pelanggaran bersejarah, Arab Saudi memiliki niat tulus dan kapasitas untuk mematuhi IHL.
Pengumuman itu membuat banyak pihak terkejut, karena muncul hanya satu hari setelah Menteri Luar Negeri Dominic Raab diejek tanpa ampun secara online karena menjatuhkan sanksi ekonomi global yang menargetkan puluhan indivividu atau pun organisasi asal Saudi, Rusia, Myanmar dan Korea Utara yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia paling buruk.
Raab, dalam pengumuman penjatuhan sanksi ekonomi, mengatakan ada pembekuan aset dan larangan visa untuk 20 warga negara Arab Saudi yang bertanggung jawab atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
"Pemboman yang dipimpin oleh Saudi atas Yaman telah menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dan pemerintah sendiri mengakui bahwa senjata buatan Inggris telah memainkan peran sentral dalam pemboman tersebut. Kami akan mengeksplorasi semua opsi yang tersedia untuk menantangnya," kata Andrew Smith, dari organisasi Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, seperti dikutip The Guardian, Rabu (8/7/2020).
Lihat Juga: Sudah 107 Tahun Deklarasi Balfour, Cikal Bakal Berdirinya Negara Israel di Tanah Palestina
Dalam pernyataan tertulis yang diterbitkan pada hari Selasa, Menteri Perdagangan Internasional Liz Truss mengonfirmasi bahwa Inggris akan melanjutkan perdagangan militer dengan sekutu utama mereka di wilayah Teluk.
Putusan Pengadilan Banding Inggris pada Juni 2019 menilai bahwa penjualan senjata ke Kerajaan Arab Saudi melanggar hukum. Putusan itulah yang mendorong pemerintah untuk menangguhkan penjualan senjata baru saat melakukan peninjauan.
"insiden keprihatinan yang dapat dipercaya telah diakui sebagai kemungkinan pelanggaran hukum humaniter internasional (IHL), (namun) pemerintah Inggris melihat ini sebagai insiden yang terisolasi," kata Truss saat menyampaikan kesimpulan pemerintah.
"Insiden yang telah dinilai sebagai kemungkinan pelanggaran IHL terjadi pada waktu yang berbeda, dalam situasi dan alasan yang berbeda pula," katanya lagi. (Baca: Arab Saudi Dituduh Bombardir Pasar di Yaman, 17 Warga Sipil Tewas )
Truss, yang menjelaskan keputusan pemerintah lebih lanjut, mengklaim bahwa terlepas dari potensi pelanggaran bersejarah, Arab Saudi memiliki niat tulus dan kapasitas untuk mematuhi IHL.
Pengumuman itu membuat banyak pihak terkejut, karena muncul hanya satu hari setelah Menteri Luar Negeri Dominic Raab diejek tanpa ampun secara online karena menjatuhkan sanksi ekonomi global yang menargetkan puluhan indivividu atau pun organisasi asal Saudi, Rusia, Myanmar dan Korea Utara yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia paling buruk.
Raab, dalam pengumuman penjatuhan sanksi ekonomi, mengatakan ada pembekuan aset dan larangan visa untuk 20 warga negara Arab Saudi yang bertanggung jawab atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
"Pemboman yang dipimpin oleh Saudi atas Yaman telah menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dan pemerintah sendiri mengakui bahwa senjata buatan Inggris telah memainkan peran sentral dalam pemboman tersebut. Kami akan mengeksplorasi semua opsi yang tersedia untuk menantangnya," kata Andrew Smith, dari organisasi Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, seperti dikutip The Guardian, Rabu (8/7/2020).
Lihat Juga: Sudah 107 Tahun Deklarasi Balfour, Cikal Bakal Berdirinya Negara Israel di Tanah Palestina
(min)