AS Bakal Kerahkan Pesawat Pengebom Nuklir ke Australia, Ini Respons Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Militer Amerika Serikat (AS) telah menyusun rencana untuk mengerahkan pesawat pengebom strategis B-52 berkemampuan nuklir ke Australia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Duta Besar Teuku Faizasyah mengatakan itu menjadi tantangan tersendiri di kawasan.
"Ini menjadi perhatian Indonesia. Kami lihat bahwa keamanan Indo-Pasifik menjadi komitmen bersama negara-negara kawasan," katanya dalam press briefing, Kamis (3/11/2022).
Menurutnya, Amerika Serikat juga menginginkan perdamaian di Indo-Pasifik. "Indonesia ingin negara-negara kawasan menciptakan situasi yang stabil," ujarnya.
Sebelumnya, program investigasi "Four Corners" ABC pada Senin melaporkan rencana pengerahan pesawat B-52 itu diklaim Washington sebagai misi rotasi jangka panjang.
Selain itu, untuk mengubah Northern Territory (Wilayah Utara) Australia menjadi pusat militer penting dalam kebuntuan AS dengan China.
Menurut laporan tersebut, Pentagon berusaha membangun fasilitas operasi skuadron, yang akan mencakup pusat pemeliharaan dan area parkir yang cukup untuk enam unit pesawat B-52 di pangkalan udara Tindal, Australia.
Perluasan pangkalan udara tersebut dapat menelan biaya hingga USD100 juta dan diharapkan selesai pada akhir 2026.
"Fasilitas baru diperlukan untuk mendukung operasi strategis dan untuk menjalankan beberapa latihan 15 hari selama musim kemarau Northern Territory untuk penempatan skuadron B-52,” bunyi laporan media Australia tersebut.
“Kerja sama udara yang ditingkatkan antara Australia dan AS telah dibahas selama pertemuan tingkat menteri AUSMIN [Australia–US Ministerial Consultations] tahun lalu, tetapi sementara kedua pihak sepakat tentang pengerahan bergilir pesawat AS dari semua jenis,” lanjut laporan tersebut.
Dalam pertemuan AUSMIN tahun lalu tidak ada konfirmasi resmi tentang rencana untuk mengerahkan pesawat pengebom nuklir B-52 di Tindal.
“Kemampuan untuk mengerahkan pesawat pengebom Angkatan Udara AS ke Australia mengirimkan pesan yang kuat kepada musuh tentang kemampuan kami untuk memproyeksikan kekuatan udara yang mematikan,” kata Angkatan Udara AS kepada program investigasi ABC tersebut.
China telah mengecam rencana AS tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri-nya, Zhao Lijian, mengatakan dengan mengirim pesawat pengebom ke Australia, AS telah meningkatkan ketegangan regional.
"Secara serius merusak perdamaian dan stabilitas regional, dan dapat memicu perlombaan senjata regional," katanya.
“Kerja sama pertahanan dan keamanan antara negara mana pun harus kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional dan tidak menargetkan atau merugikan kepentingan pihak ketiga,” lanjut dia.
Zhao mengatakan Beijing mendesak semua negara yang terkait untuk meninggalkan pemikiran zero-sum Perang Dingin yang usang dan konsep geopolitik yang sempit.
"Fokusnya seharusnya lebih berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional dan meningkatkan rasa saling percaya," katanya.
Hu Xijin, mantan pemimpin redaksi Global Times yang dikelola Partai Komunis China (PKC), mengeluarkan peringatan yang tidak menyenangkan kepada Australia.
Menurutnya, Australia perlu menanggung risiko dari langkah Amerika tersebut. “Rudal Dongfeng PLA pasti terbang lebih cepat daripada pesawat pengebom B-52,” tulis Hu di Twitter.
“Jika Australia ingin menjadi 'Guam besar', maka Australia harus menanggung risiko strategis yang setimpal," lanjut dia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Duta Besar Teuku Faizasyah mengatakan itu menjadi tantangan tersendiri di kawasan.
"Ini menjadi perhatian Indonesia. Kami lihat bahwa keamanan Indo-Pasifik menjadi komitmen bersama negara-negara kawasan," katanya dalam press briefing, Kamis (3/11/2022).
Menurutnya, Amerika Serikat juga menginginkan perdamaian di Indo-Pasifik. "Indonesia ingin negara-negara kawasan menciptakan situasi yang stabil," ujarnya.
Sebelumnya, program investigasi "Four Corners" ABC pada Senin melaporkan rencana pengerahan pesawat B-52 itu diklaim Washington sebagai misi rotasi jangka panjang.
Selain itu, untuk mengubah Northern Territory (Wilayah Utara) Australia menjadi pusat militer penting dalam kebuntuan AS dengan China.
Menurut laporan tersebut, Pentagon berusaha membangun fasilitas operasi skuadron, yang akan mencakup pusat pemeliharaan dan area parkir yang cukup untuk enam unit pesawat B-52 di pangkalan udara Tindal, Australia.
Perluasan pangkalan udara tersebut dapat menelan biaya hingga USD100 juta dan diharapkan selesai pada akhir 2026.
"Fasilitas baru diperlukan untuk mendukung operasi strategis dan untuk menjalankan beberapa latihan 15 hari selama musim kemarau Northern Territory untuk penempatan skuadron B-52,” bunyi laporan media Australia tersebut.
“Kerja sama udara yang ditingkatkan antara Australia dan AS telah dibahas selama pertemuan tingkat menteri AUSMIN [Australia–US Ministerial Consultations] tahun lalu, tetapi sementara kedua pihak sepakat tentang pengerahan bergilir pesawat AS dari semua jenis,” lanjut laporan tersebut.
Dalam pertemuan AUSMIN tahun lalu tidak ada konfirmasi resmi tentang rencana untuk mengerahkan pesawat pengebom nuklir B-52 di Tindal.
“Kemampuan untuk mengerahkan pesawat pengebom Angkatan Udara AS ke Australia mengirimkan pesan yang kuat kepada musuh tentang kemampuan kami untuk memproyeksikan kekuatan udara yang mematikan,” kata Angkatan Udara AS kepada program investigasi ABC tersebut.
China telah mengecam rencana AS tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri-nya, Zhao Lijian, mengatakan dengan mengirim pesawat pengebom ke Australia, AS telah meningkatkan ketegangan regional.
"Secara serius merusak perdamaian dan stabilitas regional, dan dapat memicu perlombaan senjata regional," katanya.
“Kerja sama pertahanan dan keamanan antara negara mana pun harus kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional dan tidak menargetkan atau merugikan kepentingan pihak ketiga,” lanjut dia.
Zhao mengatakan Beijing mendesak semua negara yang terkait untuk meninggalkan pemikiran zero-sum Perang Dingin yang usang dan konsep geopolitik yang sempit.
"Fokusnya seharusnya lebih berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional dan meningkatkan rasa saling percaya," katanya.
Hu Xijin, mantan pemimpin redaksi Global Times yang dikelola Partai Komunis China (PKC), mengeluarkan peringatan yang tidak menyenangkan kepada Australia.
Menurutnya, Australia perlu menanggung risiko dari langkah Amerika tersebut. “Rudal Dongfeng PLA pasti terbang lebih cepat daripada pesawat pengebom B-52,” tulis Hu di Twitter.
“Jika Australia ingin menjadi 'Guam besar', maka Australia harus menanggung risiko strategis yang setimpal," lanjut dia.
(min)