Presiden Steinmeier: Jerman dan Rusia Sekarang Menjadi Lawan
loading...
A
A
A
BERLIN - Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan Berlin dan Moskow sekarang menjadi lawan. Dia merujuk operasi militer Rusia di Ukraina sebagai alasan untuk evaluasi ulang hubungan bilateral dan menambahkan bahwa tidak ada jalan untuk kembali ke “mimpi lama".
Berpidato untuk rakyat Jerman pada hari Jumat, Steinmeier menggambarkan keputusan Rusia untuk meluncurkan kampanye militernya pada bulan Februari sebagai peristiwa yang menentukan.
Dia mengakui bahwa banyak orang di Jerman merasa terhubung dengan Rusia dan rakyatnya, menyukai musik dan sastra Rusia.
"Tetapi kenyataan baru berarti tidak ada tempat untuk mimpi lama,” katanya, merujuk pada gagasan mantan presiden Soviet Mikhail Gorbachev tentang “rumah Eropa bersama".
“Negara kita saling bertentangan hari ini,” ujar Steinmeier, seperti dikutip Reuters, Sabtu (29/10/2022).
Presiden Steinmeier menyatakan bahwa Jerman “berada dalam konflik” tetapi juga mengatakan negaranya tidak berperang.
Dia menegaskan bahwa eskalasi permusuhan lebih lanjut di Ukraina, dan keterlibatan langsung negara-negara lain dalam konflik, harus dihindari.
Ketika berbicara kepada duta besar Ukraina yang baru untuk Jerman, Alexey Makeev, Steinmeier menjanjikan dukungan berkelanjutan Berlin untuk Kiev selama diperlukan. Dukungan itu termasuk bantuan militer, keuangan, dan politik.
Dia juga memperingatkan rekan-rekannya tentang tahun-tahun yang sulit di depan.
“Untuk Jerman, zaman angin sakal dimulai,” klaim Steinmeier.
Presiden Steinmer mengakui bahwa sanksi yang dijatuhkan pada Moskow oleh Berlin juga merugikan Jerman.
Namun, dia mengatakan kekuatan ekonomi Eropa tidak punya pilihan lain selain memperkenalkan tindakan sanksi.
Steinmeier melanjutkan dengan mengeklaim bahwa sanksi, terlepas dari konsekuensi yang jelas merugikan, adalah kepentingan terbaik Jerman dalam jangka panjang.
Sebagai contoh, dia menyebutkan bahwa perjuangan Berlin untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada “rezim yang menggunakan energi sebagai senjata". Bagi Jerman, tantangan saat ini adalah “ujian asam”, yang harus dihadapi bangsa.
Segera setelah dimulainya operasi militer Rusia melawan Ukraina, Jerman bersama dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat, "menampar" Rusia dengan sanksi ekonomi yang luas.
Berlin juga mengabaikan penolakan awalnya untuk memasok pasukan Kiev dengan persenjataan ofensif, dan sekarang menyediakannya dengan artileri, roket, sistem rudal anti-pesawat, dan meriam yang dipasang di kendaraan.
Moskow telah berulang kali memperingatkan bahwa pengiriman senjata seperti itu oleh anggota NATO hanya akan memperpanjang pertempuran di Ukraina dan membuat blok militer pimpinan AS menjadi pihak de facto dalam konflik tersebut.
Berpidato untuk rakyat Jerman pada hari Jumat, Steinmeier menggambarkan keputusan Rusia untuk meluncurkan kampanye militernya pada bulan Februari sebagai peristiwa yang menentukan.
Dia mengakui bahwa banyak orang di Jerman merasa terhubung dengan Rusia dan rakyatnya, menyukai musik dan sastra Rusia.
"Tetapi kenyataan baru berarti tidak ada tempat untuk mimpi lama,” katanya, merujuk pada gagasan mantan presiden Soviet Mikhail Gorbachev tentang “rumah Eropa bersama".
“Negara kita saling bertentangan hari ini,” ujar Steinmeier, seperti dikutip Reuters, Sabtu (29/10/2022).
Presiden Steinmeier menyatakan bahwa Jerman “berada dalam konflik” tetapi juga mengatakan negaranya tidak berperang.
Dia menegaskan bahwa eskalasi permusuhan lebih lanjut di Ukraina, dan keterlibatan langsung negara-negara lain dalam konflik, harus dihindari.
Ketika berbicara kepada duta besar Ukraina yang baru untuk Jerman, Alexey Makeev, Steinmeier menjanjikan dukungan berkelanjutan Berlin untuk Kiev selama diperlukan. Dukungan itu termasuk bantuan militer, keuangan, dan politik.
Dia juga memperingatkan rekan-rekannya tentang tahun-tahun yang sulit di depan.
“Untuk Jerman, zaman angin sakal dimulai,” klaim Steinmeier.
Presiden Steinmer mengakui bahwa sanksi yang dijatuhkan pada Moskow oleh Berlin juga merugikan Jerman.
Namun, dia mengatakan kekuatan ekonomi Eropa tidak punya pilihan lain selain memperkenalkan tindakan sanksi.
Steinmeier melanjutkan dengan mengeklaim bahwa sanksi, terlepas dari konsekuensi yang jelas merugikan, adalah kepentingan terbaik Jerman dalam jangka panjang.
Sebagai contoh, dia menyebutkan bahwa perjuangan Berlin untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada “rezim yang menggunakan energi sebagai senjata". Bagi Jerman, tantangan saat ini adalah “ujian asam”, yang harus dihadapi bangsa.
Segera setelah dimulainya operasi militer Rusia melawan Ukraina, Jerman bersama dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat, "menampar" Rusia dengan sanksi ekonomi yang luas.
Berlin juga mengabaikan penolakan awalnya untuk memasok pasukan Kiev dengan persenjataan ofensif, dan sekarang menyediakannya dengan artileri, roket, sistem rudal anti-pesawat, dan meriam yang dipasang di kendaraan.
Moskow telah berulang kali memperingatkan bahwa pengiriman senjata seperti itu oleh anggota NATO hanya akan memperpanjang pertempuran di Ukraina dan membuat blok militer pimpinan AS menjadi pihak de facto dalam konflik tersebut.
(min)