3 Kebijakan Kontroversial Putin Selama Menjabat Sebagai Presiden

Kamis, 13 Oktober 2022 - 05:45 WIB
loading...
3 Kebijakan Kontroversial Putin Selama Menjabat Sebagai Presiden
Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto/tass/sputnik
A A A
MOSKOW - Salah satu pemimpin dunia yang kuat dan tengah menjadi sorotan, Presiden Rusia Vladimir Putin, kerap menciptakan kebijakan-kebijakan kontroversial.

Dirinya bahkan tak ragu menandatangani Undang-undang (UU) yang membuat para mantan pemimpin Rusia kebal hukum.

Berikut adalah 3 kebijakan kontroversial Putin selama menjabat sebagai Presiden Rusia.

1. Menyerang Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin membuat kebijakan kontroversial dengan menginvasi Ukraina pada Februari 2022 lalu.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Putin melakukan hal tersebut, salah satunya adalah Moskow tidak ingin Ukraina bergabung dengan NATO.

Menurut Putin, Ukraina dan Rusia tidak akan pernah terpisahkan. Jika Ukraina benar digaet NATO, maka akan menimbulkan ancaman tersendiri bagi Putin.

Selain itu, NATO juga bisa memindahkan pembangunan militernya ke perbatasan Rusia. Hingga saat ini, Rusia masih terus melakukan serangannya ke Ukraina dan membuat mata dunia tertuju pada konflik antarnegara pecahan Uni Soviet ini.

2. Menandatangani Perubahan Konstitusi

Pada April 2021, Putin menandatangani undang-undang kontroversial yang memungkinkan dirinya untuk berkuasa hingga tahun 2036.

Setahun sebelumnya, ia juga menandatangani UU baru yang memastikan bahwa para mantan Presiden Rusia bisa kebal hukum seumur hidupnya.

Dengan begitu mantan Presiden Rusia akan bebas dari berbagai penuntutan selama hidup. Bahkan, UU itu juga berlaku guna memberikan perlindungan keluarga mantan Presiden.

3. Akui Kemerdekaan Kherson dan Zaporozhzhia

Informasi terbaru, Vladimir Putin menandatangani 2 dekrit pada 29 September 2022. Dekrit tersebut berisi tentang pengakuan bahwa wilayah Kherson dan Zaporozhzhia yang merupakan bekas wilayah Ukraina, bebas.

Keduanya menjadi negara merdeka dan berdaulat. Putin, dalam dekrit ini, mengacu pada norma hukum internasional yang memang diakui secara universal serta prinsip persamaan hak dan penentuan nasib masyarakatnya sendiri.

Namun demikian, pemerintah Ukraina melihat bahwa referendum tersebut adalah palsu dan enggan mengakui hasilnya.

Hal demikian juga dilakukan Amerika Serikat (AS) yang langsung menyusun UU guna menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Menurutnya, langkah itu merupakan bentuk pencaplokan yang dilakukan Rusia.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1503 seconds (0.1#10.140)