Mengapa Israel Dibiarkan Curi Tanah Palestina tapi Rusia Dikecam Caplok Wilayah Ukraina?

Rabu, 05 Oktober 2022 - 13:00 WIB
loading...
Mengapa Israel Dibiarkan...
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu Perdana Menteri Israel Naftali Bennett di Sochi, Rusia, 22 Oktober 2021. Foto/Sputnik/Evgeny Biyatov/REUTERS
A A A
TEPI BARAT - Presiden Rusia Vladimir Putin secara resmi mengumumkan pekan lalu bahwa negaranya akan mencaplok empat wilayah di Ukraina. Dia menyebutnya sebagai "wilayah baru" Rusia.

"Saya ingin mengatakan ini kepada rezim Kiev dan penguasanya di Barat: orang-orang yang tinggal di Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia menjadi warga negara kami selamanya," tegas Putin.

Putin juga meminta Ukraina duduk bersamanya untuk pembicaraan guna mengakhiri perang yang sedang berlangsung.



Menanggapi pengumuman Putin, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk pencaplokan itu sebagai "pelanggaran" hukum internasional.

Guterres menganggap sebagai "eskalasi berbahaya" dalam perang tujuh bulan antara Rusia dan Ukraina.

"Piagamnya jelas. Setiap pencaplokan wilayah suatu Negara oleh Negara lain yang diakibatkan oleh ancaman atau penggunaan kekuatan merupakan pelanggaran terhadap Prinsip-Prinsip Piagam PBB,” papar Guterres.



Di Washington, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengutuk langkah Rusia sebagai "penipuan" dan bertentangan dengan hukum internasional.

"Rusia melanggar hukum internasional, menginjak-injak Piagam PBB, dan menunjukkan penghinaannya terhadap negara-negara damai di mana-mana," ujar Biden.

Amerika Serikat, menurut Biden, akan selalu menghormati perbatasan Ukraina yang diakui secara internasional.

"Kami akan terus mendukung upaya Ukraina mendapatkan kembali kendali atas wilayahnya dengan memperkuat tangannya secara militer dan diplomatik, termasuk melalui bantuan keamanan tambahan senilai USD1,1 miliar yang diumumkan Amerika Serikat pekan ini," ungkap Biden.

Akibat tindakan ini, para pejabat Rusia dan keluarga mereka dikenai sanksi AS.

Uni Eropa (UE) mengikuti langkah AS. "Kami dengan tegas menolak dan dengan tegas mengutuk pencaplokan ilegal oleh Rusia atas wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson Ukraina," papar pernyataan UE.

Dengan melakukan tindakan ini, negara-negara anggota UE mengklaim, Rusia membahayakan keamanan global.

Mereka menuduh Moskow "dengan sengaja merusak tatanan internasional berbasis aturan dan secara terang-terangan melanggar hak-hak dasar Ukraina atas kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial, prinsip-prinsip inti sebagaimana diabadikan dalam Piagam PBB dan hukum internasional."

Kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen menambahkan, "Semua wilayah yang diduduki secara ilegal oleh penjajah Rusia adalah tanah Ukraina dan akan selalu menjadi bagian dari negara berdaulat (Ukraina) ini."

“Saya senang melihat komunitas internasional bersatu melawan negara yang menindas atau tindakan yang merugikan kepentingan orang lain, dan merusak kedaulatan, keamanan, keselamatan, kemerdekaan, dan hak-hak fundamental mereka,” ungkap Motasem A Dalloul, pengamat Timur Tengah dalam artikel Middle East Monitor.

“Namun, menyedihkan dan munafik bahwa komunitas internasional mengutuk pelanggaran semacam itu oleh satu negara tetapi merayakan dan melindungi yang dilakukan oleh negara lain. Mengapa Israel diizinkan untuk mencaplok tanah yang diduduki, tetapi Rusia tidak?” tanya dia.

Pada tahun 1967, Israel menduduki Yerusalem Timur Palestina, Tepi Barat dan Jalur Gaza; Dataran Tinggi Golan Suriah; dan Semenanjung Sinai Mesir.

"Pada Juni 1967, segera setelah menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza, Israel mencaplok sekitar 70.000 dunam tanah Tepi Barat ke perbatasan kota Yerusalem dan menerapkan hukum Israel di sana, yang melanggar hukum internasional," ungkap kelompok hak asasi Israel B'Tselem.

Satu-satunya hal yang dilakukan masyarakat internasional dalam menanggapi pendudukan dan aneksasi ini adalah membuat PBB mengeluarkan beberapa resolusi yang menyebut tindakan itu "tidak sah" dan menyerukan Israel untuk membatalkannya.

"Semua tindakan dan tindakan legislatif dan administratif yang diambil oleh Israel,termasuk perampasan tanah dan properti di atasnya, yang cenderung mengubah status hukum Yerusalem, tidak sah. Mereka tidak dapat mengubah status kota,” papar pernyataan Dewan Keamanan PBB ketika itu.

Tidak ada tindakan praktis yang pernah diambil terhadap Israel untuk mengakhiri pendudukan dan pencaplokannya atas wilayah Palestina.

Respon yang lemah dari komunitas internasional mendorong parlemen Israel untuk mencaplok Yerusalem Timur yang diduduki pada tanggal 29 Juli 1980 dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki pada tahun 1981.

Dewan Keamanan PBB mengutuk pencaplokan Dataran Tinggi Golan, tetapi sekali lagi tidak melakukan apa pun di lapangan untuk mendorong Israel membatalkan langkah tersebut.

Pencaplokan Israel memang memicu tanggapan internasional, tetapi itu hanya sementara.

“Posisi sebenarnya, saya percaya, disepakati di balik pintu tertutup, dan mendukung pencaplokan,” ujar Motasem A Dalloul.

Dia menambahkan, “AS di bawah Donald Trump, tentu saja, dengan terkenal memberikan pengakuan publik atas pencaplokan Israel atas tanah Suriah dan Palestina pada tahun 2018, dan dia dengan sepatutnya memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke ‘ibu kota abadi dan bersatu Israel’, Yerusalem.”

Bahkan ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat itu mengumumkan niatnya mencaplok Tepi Barat dan Lembah Yordan yang diduduki, di mana hukum Israel sudah diterapkan pada pemukim Yahudi ilegal, komunitas internasional hanya memperingatkan bahwa langkah seperti itu akan memicu gelombang kekerasan, tidak ada apa pun yang dilakukan komunitas internasional.

“Tidak ada ancaman sanksi dan sejenisnya. Tidak ada apa-apa,” tutur Motasem A Dalloul.

Dia menjelaskan, “Uni Eropa (UE) yang merupakan mitra komersial terbesar Israel, mengklaim kemungkinan besar akan menggunakan cara diplomatik untuk mencegah Israel melakukan pencaplokannya, tetapi kita belum pernah melihat sesuatu yang lebih konkret dan praktis untuk mencegah pelanggaran harian negara pendudukan terhadap hukum internasional, meskipun volume dan sifat hubungan UE-Israel memberi Brussels pengaruh untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar mengucapkan kata-kata.”

“Apakah ada negara yang memberlakukan sanksi terhadap Israel, atau memutuskan hubungan diplomatik sampai negara itu mengakhiri pendudukan dan pencaplokannya atas tanah Palestina?” tanya dia.

Sebaliknya, menurut dia, Barat terus memberikan negara apartheid dukungan diplomatik, politik, ekonomi dan militer tanpa syarat. “Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi yang damai terhadap Israel bahkan telah dikriminalisasi di beberapa negara,” papar dia.

Sementara Rusia tampaknya memberi penduduk berbahasa Rusia di daerah yang telah dicaploknya pilihan tentang langkah tersebut, dan dalam referendum mereka memilih Rusia.

“Adapun Israel telah mengambil jalan lain, melakukan segala upaya untuk membersihkan tanah yang diduduki dari penduduk asli Palestina dengan menghancurkan rumah mereka, mencabut izin tinggal dan, ketika semuanya gagal, hanya membunuh mereka,” ungkap dia.

Sendirian di antara semua negara anggota PBB, Israel tidak pernah menyatakan di mana perbatasannya terletak, dan diizinkan memperluas melalui aneksasi dengan impunitas.

“Sejak pencaplokan ilegal Yerusalem, Israel telah memperlakukan penduduk Palestina di kota itu sebagai imigran yang tidak diinginkan dan bekerja secara sistematis untuk mengusir mereka keluar dari daerah itu," ujar dia.

Namun, tidak ada sanksi yang dikenakan terhadap Israel dan tidak ada jutaan dolar dan senjata yang dicurahkan untuk membantu para korban Palestina membebaskan diri dari penjajahan Israel.

“Bukankah paradoks bahwa masyarakat internasional mendukung, mendanai, dan mempersenjatai negara yang setiap hari melanggar hukum internasional, sambil memotong dukungan nyata bagi para korban aneksasi dan kolonialisme?” tanya dia.

Dia menambahkan, “Ketika para korban menawarkan perlawanan yang sah terhadap pendudukan dan kolonisasi tanah mereka, mereka digambarkan sebagai teroris oleh orang yang sama yang sekarang menyatakan dengan sombong bahwa Rusia telah melanggar hukum internasional? Ironi terbesar adalah bahwa Israel juga mengutuk pencaplokan Rusia atas wilayah Ukraina. Anda tidak bisa melakukan hal ini.”

“Saya yakin bahwa Putin benar untuk mengatakan bahwa Barat tidak memiliki landasan moral yang tinggi dalam hal-hal seperti itu, dan tentu saja tidak memiliki hak moral untuk berbicara tentang demokrasi. Dan bahwa negara-negara Barat hanya bertindak sebagai imperialis bahwa mereka ‘selalu begitu’,” pungkas dia.

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1100 seconds (0.1#10.140)