Indonesia Dorong UNESCO Prioritaskan Pendidikan dalam Hadapi Covid-19
loading...
A
A
A
PARIS - Indonesia mendorong UNESCO untuk memprioritaskan sektor pendidikan dalam penanganan krisis Covid-19 . Hal tersebut disampaikan oleh Dubes RI/Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Arrmanatha Nasir, pada Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di kantor pusat UNESCO di Paris, Prancis .
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan sekolah di lebih dari 165 negara ditutup sehingga akses pendidikan bagi 1,5 miliar pelajar di seluruh dunia menjadi terganggu. Oleh karena itu, Arrmanatha menegaskan pentingnya UNESCO untuk melakukan penyesuaian program dan anggaran dengan memprioritaskan dukungan kepada negara anggota khususnya negara berkembang di sektor pendidikan.
Lebih lanjut, pria yang akrab di sapa Tata ini menyampaikan berbagai langkah konkrit yang telah diambil pemerintah Indonesia dalam upaya mitigasi dampak Covid-19 terhadap sektor pendidikan, seperti memperkuat pembelajaran jarak jauh khususnya melalui kemitraan swasta dengan pemerintah. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain di UNESCO. (Baca: Di Pertemuan UNESCO, RI Suarakan Mitigasi Dampak Covid-19 )
“Di Indonesia, berbagai inisiatif telah diambil Pemerintah untuk memastikan berlanjutan pendidikan saat Covid-19, seperti program antara lain Rumah Belajar SPADA, Guru Berbagi dan program pembelajaran melalui siaran televisi” jelas Tata dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (4/7/2020).
Tata juga menyampaikan rencana Indonesia untuk mengaplikasikan pembelajaran jarak jauh sebagai salah satu fitur tetap kurikulum pendidikan di Indonesia. Untuk itu, disampaikan rencana Pemerintah untuk meningkatkan training bagi para guru agar dapat menerapakan pembelajaran jarak jauh, serta mendorong agar akses digital yang lebih luas untuk semua pelajar.
Lebih lanjut Tata menegaskan bahwa pandemi Covid-19 menunjukan pentingnya kerja sama dan solidaritas internasional. Dalam kaitan ini, sebagai negara promotor kerja sama multilateral, Indonesia mendorong agar UNESCO sebagai organisasi multilateral berkontribusi secara konkrit pada upaya migitasi dan adaptasi Covid-19.
“UNESCO perlu mendorong langkah bersama dan memperkuat kerja sama multilateral melalui isu-isu yang menjadi tanggung jawabnya seperti pendidikan, sains, kebudayaan, akses dan penyebaran informasi dan komunikasi,” tutur Tata.
Selain itu, sebagai Wakil Presiden kelompok Asia-Pasifik, Tata juga berbicara atas nama kelompok Asia-Pasifik UNESCO. Kelompok Asia Pasifik UNESCO, merupakan kelompok regional terbesar ke-dua di UNESCO yang beranggotakan 44 negara.
Tata menyampaikan bahwa bagi negara-negara Asia-Pasifik, pandemi Covid-19 merupakan cobaan bagi kapasitas masyrakat internasional untuk mengambil langkah kolektif, untuk atas pandemi tersebut. Untuk itu Kelompok Asia Pasifik mendorong UNESCO dalam menggalang solidaritas dan kerja sama internasional untuk mencari solusi inovatif dan membangun ketahanan global dalam menghadapi Covid-19.
Sementara itu Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, dalam pernyataannya menyampaikan, Covid-19 berdampak pada seluruh sektor di bawah kewenangan UNESCO, seperti pendidikan, budaya, sains serta informasi dan komunikasi. Namun, ia menekankan bahwa pembelajaran paling penting adalah pada sektor pendidikan. Covid-19 mendorong percepatan future education di mana pendidikan adalah ‘global common goods’.
Sebagai ‘global common goods’ Dirjen UNESCO berharap pendidikan mendapat perhatian lebih dari masyarakat internasional, layaknya kesehatan dan pangan dalam krisis yang terjadi saat ini.
Pada sidang kali ini, salah satu nominasi geoparks Indonesia, yaitu Kaldera Toba, akan disahkan sebagai UNESCO Global Geoparks setelah memperoleh rekomendasi positif dari UNESCO Global Geoparks Council pada Konferensi Internasional UNESCO Global Geoparks ke-IV di Lombok, Indonesia, pada tanggal 31 Agustus-2 September 2019.
Selain membahas Covid-19 terhadap metode kerja dan implementasi program UNESCO, sidang juga membahas mengenai laporan dan rekomendasi dari berbagai program UNESCO.
Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO, yang dibuka dan dipimpin oleh Agapito Mba Mokuy, dari Equatorial Guinea, berlangsung pada 29 Juni - 10 Juli 2020. Sidang tersebut merupakan pertemuan fisik pertama yang dilakukan oleh UNESCO pasca penguncian yang berlaku di Prancis. Sejumlah 58 negara anggota Dewan Eksekutif dan negara pengamat lainnya hadir pada pertemuan tersebut.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan sekolah di lebih dari 165 negara ditutup sehingga akses pendidikan bagi 1,5 miliar pelajar di seluruh dunia menjadi terganggu. Oleh karena itu, Arrmanatha menegaskan pentingnya UNESCO untuk melakukan penyesuaian program dan anggaran dengan memprioritaskan dukungan kepada negara anggota khususnya negara berkembang di sektor pendidikan.
Lebih lanjut, pria yang akrab di sapa Tata ini menyampaikan berbagai langkah konkrit yang telah diambil pemerintah Indonesia dalam upaya mitigasi dampak Covid-19 terhadap sektor pendidikan, seperti memperkuat pembelajaran jarak jauh khususnya melalui kemitraan swasta dengan pemerintah. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain di UNESCO. (Baca: Di Pertemuan UNESCO, RI Suarakan Mitigasi Dampak Covid-19 )
“Di Indonesia, berbagai inisiatif telah diambil Pemerintah untuk memastikan berlanjutan pendidikan saat Covid-19, seperti program antara lain Rumah Belajar SPADA, Guru Berbagi dan program pembelajaran melalui siaran televisi” jelas Tata dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (4/7/2020).
Tata juga menyampaikan rencana Indonesia untuk mengaplikasikan pembelajaran jarak jauh sebagai salah satu fitur tetap kurikulum pendidikan di Indonesia. Untuk itu, disampaikan rencana Pemerintah untuk meningkatkan training bagi para guru agar dapat menerapakan pembelajaran jarak jauh, serta mendorong agar akses digital yang lebih luas untuk semua pelajar.
Lebih lanjut Tata menegaskan bahwa pandemi Covid-19 menunjukan pentingnya kerja sama dan solidaritas internasional. Dalam kaitan ini, sebagai negara promotor kerja sama multilateral, Indonesia mendorong agar UNESCO sebagai organisasi multilateral berkontribusi secara konkrit pada upaya migitasi dan adaptasi Covid-19.
“UNESCO perlu mendorong langkah bersama dan memperkuat kerja sama multilateral melalui isu-isu yang menjadi tanggung jawabnya seperti pendidikan, sains, kebudayaan, akses dan penyebaran informasi dan komunikasi,” tutur Tata.
Selain itu, sebagai Wakil Presiden kelompok Asia-Pasifik, Tata juga berbicara atas nama kelompok Asia-Pasifik UNESCO. Kelompok Asia Pasifik UNESCO, merupakan kelompok regional terbesar ke-dua di UNESCO yang beranggotakan 44 negara.
Tata menyampaikan bahwa bagi negara-negara Asia-Pasifik, pandemi Covid-19 merupakan cobaan bagi kapasitas masyrakat internasional untuk mengambil langkah kolektif, untuk atas pandemi tersebut. Untuk itu Kelompok Asia Pasifik mendorong UNESCO dalam menggalang solidaritas dan kerja sama internasional untuk mencari solusi inovatif dan membangun ketahanan global dalam menghadapi Covid-19.
Sementara itu Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, dalam pernyataannya menyampaikan, Covid-19 berdampak pada seluruh sektor di bawah kewenangan UNESCO, seperti pendidikan, budaya, sains serta informasi dan komunikasi. Namun, ia menekankan bahwa pembelajaran paling penting adalah pada sektor pendidikan. Covid-19 mendorong percepatan future education di mana pendidikan adalah ‘global common goods’.
Sebagai ‘global common goods’ Dirjen UNESCO berharap pendidikan mendapat perhatian lebih dari masyarakat internasional, layaknya kesehatan dan pangan dalam krisis yang terjadi saat ini.
Pada sidang kali ini, salah satu nominasi geoparks Indonesia, yaitu Kaldera Toba, akan disahkan sebagai UNESCO Global Geoparks setelah memperoleh rekomendasi positif dari UNESCO Global Geoparks Council pada Konferensi Internasional UNESCO Global Geoparks ke-IV di Lombok, Indonesia, pada tanggal 31 Agustus-2 September 2019.
Selain membahas Covid-19 terhadap metode kerja dan implementasi program UNESCO, sidang juga membahas mengenai laporan dan rekomendasi dari berbagai program UNESCO.
Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO, yang dibuka dan dipimpin oleh Agapito Mba Mokuy, dari Equatorial Guinea, berlangsung pada 29 Juni - 10 Juli 2020. Sidang tersebut merupakan pertemuan fisik pertama yang dilakukan oleh UNESCO pasca penguncian yang berlaku di Prancis. Sejumlah 58 negara anggota Dewan Eksekutif dan negara pengamat lainnya hadir pada pertemuan tersebut.
(ber)