Israel Bakal Terapkan Aturan Visa Baru, Warga Palestina Bergegas Sambangi Tepi Barat

Minggu, 04 September 2022 - 11:08 WIB
loading...
Israel Bakal Terapkan Aturan Visa Baru, Warga Palestina Bergegas Sambangi Tepi Barat
Warga Palestina berbondong-bonding mengunjungi Tepi Barat di tengah rencana Israel menerapkan aturan visa baru. Foto/Ilustrasi
A A A
YERUSALEM - Warga Palestina dari jutaan diaspora berbondong-bondong menyambangi Tepi Barat yang diduduki sepanjang musim panas. Mereka takut dengan aturan visa terbaru Israel yang diperkirakan akan berlaku minggu depan bukan tidak mungkin bisa mempersulit kunjungan di masa depan.

Di bawah aturan yang pertama kali diterbitkan pada Februari lalu itu para pemegang paspor asing, termasuk warga Palestina yang tinggal di luar negeri, tidak akan lagi dapat memperoleh visa pada saat kedatangan dan sebaliknya harus mengajukan permohonan setidaknya 45 hari sebelumnya.

Langkah-langkah tersebut akan menempatkan pembatasan yang signifikan pada kemampuan orang asing untuk belajar, menjadi sukarelawan atau bekerja di Tepi Barat, yang merupakan pukulan besar bagi program pertukaran pelajar yang antara lain dioperasikan oleh Uni Eropa.

Dalam kebanyakan kasus, orang asing tidak lagi dapat tiba melalui bandara utama Israel di dekat Tel Aviv tetapi hanya melalui penyeberangan darat antara Yordania dan Tepi Barat, yang direbut dan diduduki secara ilegal oleh Israel setelah invasi pada 1967.

Buku aturan baru yang dirancang oleh COGAT, badan kementerian pertahanan Israel yang bertanggung jawab untuk urusan sipil Palestina, diharapkan mulai berlaku pada hari Senin setelah ditunda dua kali oleh tantangan hukum.

Di kota Ramallah Tepi Barat, pengacara Palestina Rasem Kamal mengatakan dia telah dibanjiri klien dari diaspora yang ingin mendaftarkan surat kuasa di tengah ketidakpastian yang mendalam tentang mengatur urusan mereka.

"Banyak orang bergegas datang ke Tepi Barat dan menyelesaikan bisnis mereka di sini atau memberikan surat kuasa karena mereka mengerti mungkin ada pembatasan pada kemampuan mereka untuk berkunjung," katanya seperti dikutip dari Al Araby, Minggu (4/9/2022).



Ahmed Yassin, seorang warga keturunan Palestina-Amerika yang membagi waktunya antara Monterey, California dan Tepi Barat, termasuk di antara ribuan orang yang mengunjungi Ramallah untuk melihat keluarga besar dan berhubungan kembali dengan akar mereka.

"Saya sudah menghadiri pernikahan setiap hari selama dua minggu terakhir, saya lelah," candanya.

Istrinya, Maggie, mengatakan mereka tidak datang untuk melihat lokasi wisata seperti Laut Mati yang sering dikunjungi orang Amerika lainnya.

"Kami datang untuk melihat keluarga kami, dan menikmati negara ini dan untuk mengajari anak-anak kami tentang budaya Palestina," katanya.

Direktur HaMoked Jessica Montell mengatakan hukum humaniter internasional memberi Israel hak sebagai "kekuatan pendudukan" di Tepi Barat untuk bertindak atas nama keamanannya dan untuk kesejahteraan penduduk lokal.

Namun dia mengatakan peraturan baru itu tidak ada hubungannya dengan keduanya, dan bahwa tujuan Israel adalah untuk membatasi pertumbuhan penduduk Palestina melalui reunifikasi keluarga.

"Aturan baru akan merampas hak ribuan keluarga Palestina untuk hidup bersama tanpa gangguan dan untuk menjalani kehidupan keluarga yang normal," kata HaMoked, kelompok hak asasi Israel yang memimpin banding ke mahkamah agung terhadap tindakan tersebut.



Dokter Kanada Benjamin Thomson, salah satu dari 19 penggugat yang terlibat dalam tantangan hukum, mengatakan langkah Israel akan mengganggu pekerjaan profesional kesehatan.

“Langkah-langkah kejam ini akan sangat berdampak pada pekerjaan mereka, dan mengganggu kehidupan rakyat Palestina,” kata Thomson, direktur proyek Keys of Health yang bertujuan untuk membangun kembali perawatan kesehatan di wilayah Palestina.

Untuk diketahui, pasangan asing yang mengunjungi Tepi Barat akan dibatasi untuk izin tiga atau enam bulan, dengan batasan juga ditempatkan pada sukarelawan asing.

"Ini adalah pengelolaan mikro, dengan tujuan merusak tatanan sosial Palestina," kata Sam Bahour, seorang pengusaha Palestina-Amerika yang pindah ke Tepi Barat dari Ohio pada 1995.

Peraturan itu akan mengganggu kunjungan ribuan orang yang tinggal di luar negeri tanpa kartu identitas Palestina.

Saat ini warga Palestina dengan paspor asing dan tidak memiliki identitas Palestina dapat menghindari antrian besar di persimpangan darat Jembatan Allenby dengan Yordania dengan terbang ke bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv.

Di sana mereka berisiko ditolak masuk secara sewenang-wenang setelah pemeriksaan keamanan yang terkadang invasif, tetapi di bawah aturan baru mereka harus bergabung dengan ribuan orang dengan identitas Palestina di Jembatan Allenby yang terentang.



Formalitas dapat memakan waktu 12 jam atau lebih selama periode puncak di musim panas.

Ditanya oleh AFP, COGAT mengatakan peraturan baru itu adalah "percontohan dua tahun" yang bertujuan membuat proses masuk lebih efisien dan lebih sesuai dengan kondisi zaman yang dinamis.

Jumlah warga AS yang ditolak masuk merupakan penghalang utama bagi Israel untuk memasuki perjanjian bebas visa dengan Amerika Serikat, sesuatu yang didambakan oleh pemerintah Israel berturut-turut.

Aturan baru juga akan menetapkan kuota untuk program pertukaran akademik, yang memungkinkan hanya 150 profesor asing dan 100 mahasiswa untuk menghadiri universitas Palestina setiap tahun.

Kuota yang diusulkan mendapat teguran keras dari Uni Eropa, yang program pertukaran Erasmus+-nya akan sangat terpukul.

Pada tahun 2020, 366 mahasiswa dan profesor Eropa mengambil bagian dalam kursus di Tepi Barat, jauh lebih banyak dari kuota keseluruhan untuk dua tahun ke depan.

"Meskipun Israel sangat diuntungkan dari Erasmus+, Komisi (Eropa) menganggap bahwa hal itu harus memfasilitasi dan tidak menghalangi akses mahasiswa ke universitas Palestina," kata Komisaris Pendidikan Mariya Gabriel pada bulan Juli lalu.

Sejak pendudukannya di Tepi Barat dan Yerusalem timur mulai tahun 1967, Israel terus menerus menghalangi kehidupan orang-orang Palestina di wilayah tersebut dengan membatasi pergerakan mereka, dan menerapkan pemeriksaan sewenang-wenang dan membangun jalan yang menghalangi pergerakan.



(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1614 seconds (0.1#10.140)