Israel Nekat Caplok Tepi Barat 1 Juli, Tak Peduli Terjadi Konflik Besar

Senin, 29 Juni 2020 - 12:14 WIB
loading...
Israel Nekat Caplok Tepi Barat 1 Juli, Tak Peduli Terjadi Konflik Besar
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto/REUTERS
A A A
TEL AVIV - Israel , yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, nekat akan menganeksasi atau mencaplok bagian-bagian Tepi Barat termasuk Lembah Jordan pada 1 Juli 2020. Rezim Zionis tersebut mengabaikan peringatan internasional bahwa aneksasi akan memicu konflik besar.

Keputusan menjalankan rencana aneksasi itu keluar setelah kabinet pemerintah Israel menggelar pertemuan pada hari Minggu.

Netanyahu mengatakan Israel akan "menerapkan kedaulatan" hingga 30 persen dari Tepi Barat—yang meliputi permukiman Yahudi dan tanah pertanian Lembah Jordan yang subur—mulai 1 Juli.

Negara-negara kekuatan Arab sudah memperingatkan langkah itu akan mengantar kekerasan dan mengguncang Timur Tengah.

Namun, para pendukung Netanyahu mengatakan aneksasi itu akan memperkuat kedaulatan Israel dan memperkeras tameng keamanannya terhadap terorisme dan agresi Iran.

Yordania, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi, semuanya dengan tegas menentang aneksasi. (Baca: Kecil Kemungkinan UE Ambil Tindakan Keras atas Rencana Aneksasi Israel )

Para pemimpin Palestina telah lama berharap Tepi Barat—wilayah Yordania untuk Palestina yang diduduki oleh Israel setelah perang Arab-Israel 1967—akan membentuk bagian utama dari negara masa depan mereka dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.

Beberapa negara Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Israel jika Netanyahu bergerak maju dengan rencana aneksasinya.

Beberapa analis mengatakan mereka tidak akan terkejut jika Netanyahu akan nekat, karena sudah tahu bahwa Presiden AS Donald Trump akan mendukungnya. Netanyahu juga menyadari momen seperti itu akan segera hilang jika Trump kalah dalam pemilu AS November mendatang.

"Aneksasi Tepi Barat oleh orang-orang bakhil Israel, sayangnya, adalah langkah logis berikutnya dalam lintasan panjang pendudukan dan pemukiman," kata Joshua Landis, yang mengepalai Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1501 seconds (0.1#10.140)