Pertama Kali Sejak 2006, China-Rusia Kompak Veto Sanksi Baru PBB untuk Korut
loading...
A
A
A
NEW YORK - Rusia dan China memveto resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang dirancang Amerika Serikat (AS) untuk memperkuat sanksi terhadap Korea Utara (Korut) dalam pemungutan suara.
Korut terancam sanksi baru setelah melakukan lebih dari selusin uji coba rudal balistik yang kesemuanya melanggar resolusi PBB dan menurut pejabat AS memerlukan respons internasional.
Korut telah menguji coba rudal setidaknya 16 kali tahun ini, yang terbaru pada hari Rabu kemarin lusa, ketika mereka menembakkan tiga rudal. Setidaknya satu dari uji coba Korut tahun ini diyakini sebagai rudal balistik antarbenua yang bisa menghantam daratan AS.
Sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara "ya" dan tidak ada veto oleh anggota tetap DK PBB yaitu Rusia, China, Prancis, Inggris atau AS untuk diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB. Di luar China dan Rusia, 13 anggota DK PBB lainnya memilih untuk mengadopsi resolusi tersebut.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengecam veto dari Rusia dan China dengan mengatakan beratnya ancaman dari program senjata Korea Utara tidak berubah. Sebelumnya, kedua negara itu tidak memblokir satu pun dari sembilan suara sanksi yang sebelumnya dijatuhkan sejak 2006.
"Untuk pertama kalinya dalam 15 tahun, seorang anggota Dewan Keamanan PBB telah menggunakan hak veto untuk menghentikan dewan dari memenuhi tanggung jawabnya untuk meminta pertanggungjawaban DPRK (Korea Utara) atas penyebarannya yang melanggar hukum," kata utusan AS itu dalam sebuah pernyataan yang dibuat pada atas nama AS, Jepang dan Korea Selatan (Korsel), menggunakan akronim dari nama resmi negara itu Republik Demokratik Rakyat Korea.
“Veto hari ini berbahaya. Para anggota hari ini telah mengambil sikap yang tidak hanya merusak tindakan Dewan Keamanan sebelumnya yang telah mereka lakukan, tetapi juga merusak keamanan kolektif kita,” sambungnya seperti dikutip dari CNN, Jumat (27/5/2022).
Berbicara dalam sebuah sesi di markas besar PBB, Thomas-Greenfield menambahkan: “Anggota dewan ini telah memutuskan untuk melindungi proliferator dari menghadapi konsekuensi tindakannya dan mereka telah menunjukkan ketidakberhargaan kata-kata mereka dengan memberikan persetujuan eksplisit kepada DPRK.”
Duta Besar China untuk PBB berpendapat sanksi baru terhadap Korut tidak akan menghentikan program senjatanya dan malah dapat meningkatkan tingkat pengujiannya.
"Sanksi baru juga dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada situasi kemanusiaan di Korea Utara karena bergulat dengan dampak pandemi COVID-19," kata Duta Besar China Zhang Jun.
Utusan Rusia juga mengutip situasi COVID-19 di Korut sebagai alasan vetonya.
“Penguatan tekanan sanksi terhadap Pyongyang tidak hanya tidak berguna tetapi juga sangat berbahaya dari konsekuensi kemanusiaan dari tindakan tersebut,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Alekseevich Nebenzya dalam komentar yang diterjemahkan setelah pemungutan suara.
Nebenzya mengatakan 15 tahun terakhir tekanan sanksi terhadap Korut tidak berhasil.
“Mulai tahun 2006, banyak resolusi pembatasan diadopsi terhadap Pyongyang, namun seperti yang ditunjukkan sejarah kepada kita, paradigma sanksi masih belum dapat menjamin keamanan di kawasan atau menyelesaikan masalah non-proliferasi rudal dan nuklir,” ujar utusan Rusia itu.
Sebelumnya, jelang pemungutan suara, baik China dan Rusia telah mendesak Washington untuk mengeluarkan pernyataan presidensial alih-alih memperkenalkan rancangan resolusi Dewan Keamanan.
Tetapi duta besar AS, Thomas-Greenfield, mengatakan China dan Rusia bahkan tidak terbuka untuk membahas sanksi baru terhadap Pyongyang.
“Kami telah mengedarkan draf resolusi ini selama sembilan minggu. Pada saat itu, negara-negara yang memveto resolusi ini telah menolak untuk terlibat dalam teks, meskipun komitmen kami untuk inklusivitas dan fleksibilitas selama konsultasi,” ujarnya.
Korut terancam sanksi baru setelah melakukan lebih dari selusin uji coba rudal balistik yang kesemuanya melanggar resolusi PBB dan menurut pejabat AS memerlukan respons internasional.
Korut telah menguji coba rudal setidaknya 16 kali tahun ini, yang terbaru pada hari Rabu kemarin lusa, ketika mereka menembakkan tiga rudal. Setidaknya satu dari uji coba Korut tahun ini diyakini sebagai rudal balistik antarbenua yang bisa menghantam daratan AS.
Sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara "ya" dan tidak ada veto oleh anggota tetap DK PBB yaitu Rusia, China, Prancis, Inggris atau AS untuk diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB. Di luar China dan Rusia, 13 anggota DK PBB lainnya memilih untuk mengadopsi resolusi tersebut.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengecam veto dari Rusia dan China dengan mengatakan beratnya ancaman dari program senjata Korea Utara tidak berubah. Sebelumnya, kedua negara itu tidak memblokir satu pun dari sembilan suara sanksi yang sebelumnya dijatuhkan sejak 2006.
"Untuk pertama kalinya dalam 15 tahun, seorang anggota Dewan Keamanan PBB telah menggunakan hak veto untuk menghentikan dewan dari memenuhi tanggung jawabnya untuk meminta pertanggungjawaban DPRK (Korea Utara) atas penyebarannya yang melanggar hukum," kata utusan AS itu dalam sebuah pernyataan yang dibuat pada atas nama AS, Jepang dan Korea Selatan (Korsel), menggunakan akronim dari nama resmi negara itu Republik Demokratik Rakyat Korea.
“Veto hari ini berbahaya. Para anggota hari ini telah mengambil sikap yang tidak hanya merusak tindakan Dewan Keamanan sebelumnya yang telah mereka lakukan, tetapi juga merusak keamanan kolektif kita,” sambungnya seperti dikutip dari CNN, Jumat (27/5/2022).
Berbicara dalam sebuah sesi di markas besar PBB, Thomas-Greenfield menambahkan: “Anggota dewan ini telah memutuskan untuk melindungi proliferator dari menghadapi konsekuensi tindakannya dan mereka telah menunjukkan ketidakberhargaan kata-kata mereka dengan memberikan persetujuan eksplisit kepada DPRK.”
Duta Besar China untuk PBB berpendapat sanksi baru terhadap Korut tidak akan menghentikan program senjatanya dan malah dapat meningkatkan tingkat pengujiannya.
"Sanksi baru juga dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada situasi kemanusiaan di Korea Utara karena bergulat dengan dampak pandemi COVID-19," kata Duta Besar China Zhang Jun.
Utusan Rusia juga mengutip situasi COVID-19 di Korut sebagai alasan vetonya.
“Penguatan tekanan sanksi terhadap Pyongyang tidak hanya tidak berguna tetapi juga sangat berbahaya dari konsekuensi kemanusiaan dari tindakan tersebut,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Alekseevich Nebenzya dalam komentar yang diterjemahkan setelah pemungutan suara.
Nebenzya mengatakan 15 tahun terakhir tekanan sanksi terhadap Korut tidak berhasil.
“Mulai tahun 2006, banyak resolusi pembatasan diadopsi terhadap Pyongyang, namun seperti yang ditunjukkan sejarah kepada kita, paradigma sanksi masih belum dapat menjamin keamanan di kawasan atau menyelesaikan masalah non-proliferasi rudal dan nuklir,” ujar utusan Rusia itu.
Sebelumnya, jelang pemungutan suara, baik China dan Rusia telah mendesak Washington untuk mengeluarkan pernyataan presidensial alih-alih memperkenalkan rancangan resolusi Dewan Keamanan.
Tetapi duta besar AS, Thomas-Greenfield, mengatakan China dan Rusia bahkan tidak terbuka untuk membahas sanksi baru terhadap Pyongyang.
“Kami telah mengedarkan draf resolusi ini selama sembilan minggu. Pada saat itu, negara-negara yang memveto resolusi ini telah menolak untuk terlibat dalam teks, meskipun komitmen kami untuk inklusivitas dan fleksibilitas selama konsultasi,” ujarnya.
(ian)