WHO Gelar Rapat Darurat Bahas Wabah Cacar Monyet, Dunia Waspada
loading...
A
A
A
JENEWA - Penyebaran terbaru virus cacar monyet (monkeypox) telah mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan rapat darurat.
Langkah WHO itu dilaporkan surat kabar Inggris, Telegraph, pada Jumat (20/5/2022).
Penyakit yang biasanya terbatas pada kawasan hutan di Afrika barat dan tengah itu telah menyebar dengan cepat di sejumlah negara Eropa, serta Amerika Serikat (AS) dan Australia sejak awal Mei.
Menurut laporan itu, agenda utama pertemuan adalah mekanisme di balik penularan virus dan kemungkinan strategi vaksinasi.
Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO Dr Mike Ryan dilaporkan menghadiri diskusi tersebut.
Surat kabar itu mengklaim WHO sedang melihat apakah vaksin cacar (smallpox) dapat digunakan secara efektif untuk mengatasi penyebaran cacar monyet.
“Sementara itu, pemerintah Inggris telah memesan stok tambahan vaksin cacar (smallpox), yang diberikan kepada orang-orang yang mungkin telah terkena cacar monyet,” papar laporan Telegraph.
“Di atas 5.000 dosis yang dimiliki pihak berwenang Inggris saat ini, pesanan telah dilakukan untuk 20.000 suntikan lagi,” ungkap laporan itu.
Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid mengatakan pada Jumat bahwa 11 kasus cacar monyet telah diidentifikasi, menggandakan jumlah infeksi yang diketahui di negara itu.
Laporan surat kabar mengatakan ada enam dari kasus yang dikonfirmasi di Inggris telah terdeteksi di antara pria homoseksual atau biseksual.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), bagaimanapun, mengklarifikasi sebagian besar kasus tidak diyakini terkait.
Pihak berwenang menduga orang pertama yang dites positif mengidap penyakit itu di Inggris baru-baru ini kembali dari Nigeria, klaim surat kabar itu.
Pada Jumat, Jerman mengkonfirmasi kasus pertama cacar monyet, dan begitu juga Prancis, sehingga jumlah negara yang menangani virus di luar wilayah Afrika di mana itu endemic, menjadi sebelas termasuk Australia, Belgia, Kanada, Italia, Portugal, Spanyol, Swedia, dan AS.
Pihak berwenang Prancis mengungkapkan orang yang terinfeksi pertama di sana adalah seorang pria berusia 29 tahun yang tidak memiliki riwayat perjalanan baru-baru ini ke daerah-daerah yang secara tradisional terkait dengannya.
Di Portugal, lima kasus cacar monyet telah dikonfirmasi di daerah Lisbon, dengan 15 orang lainnya saat ini sedang diselidiki.
Di negara tetangga Spanyol, 23 orang diamati karena khawatir mereka mungkin tertular virus itu.
Swedia dan Italia masing-masing telah mencatat satu kasus.
Di luar Eropa, Australia pada Jumat melaporkan kasus cacar monyet pertama di Melbourne pada seorang pria yang baru-baru ini bepergian ke Inggris, dengan kasus lain yang dicurigai sedang diselidiki di Sydney.
Pada Kamis, otoritas kesehatan Kanada mengkonfirmasi dua kasus penyakit pertama di negara itu, sementara 17 kasus infeksi lainnya sedang diselidiki di provinsi Quebec.
Badan Kesehatan Masyarakat Kanada (PHAC) merilis pernyataan bahwa negara itu belum pernah menghadapi penyakit virus ini.
Pada Rabu, satu kasus cacar monyet dikonfirmasi di negara bagian Massachusetts, AS.
Departemen kesehatan setempat mengatakan bahwa pria itu baru-baru ini melakukan perjalanan ke Kanada.
Pihak berwenang meyakinkan publik bahwa mereka mengambil langkah-langkah untuk melacak kontak orang yang terinfeksi.
Menurut pernyataan resmi otoritas AS, “Kasus tersebut tidak menimbulkan risiko bagi publik, dan individu tersebut dirawat di rumah sakit dan dalam kondisi baik.”
Cacar monyet biasanya disebarkan hewan liar di daerah tropis tertentu di Afrika, namun, penyakit itu mampu menular dari hewan ke manusia juga.
Belum diketahui spesies mana yang merupakan reservoir alami cacar monyet, dan WHO menduga itu bisa jadi adalah hewan pengerat.
“Kontak dengan hewan hidup dan mati melalui perburuan dan konsumsi hewan buruan atau daging semak dikenal sebagai faktor risiko,” ungkap WHO memperingatkan.
Masa inkubasi bisa antara enam dan 21 hari. Penyakit ini awalnya memanifestasikan dirinya dengan gejala demam, sakit kepala, nyeri tubuh, dan kelelahan.
Pasien juga sering mengalami ruam, biasanya muncul pertama kali di wajah dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lain dan membentuk koreng.
Wabah telah terjadi secara teratur sejak tahun 1970-an di Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Nigeria, tetapi biasanya tetap terbatas pada daerah-daerah tersebut.
Pada catatan yang lebih positif, virus ini tidak diketahui menyebar dengan mudah di antara orang-orang, dengan risiko terhadap masyarakat luas diyakini cukup rendah.
Langkah WHO itu dilaporkan surat kabar Inggris, Telegraph, pada Jumat (20/5/2022).
Penyakit yang biasanya terbatas pada kawasan hutan di Afrika barat dan tengah itu telah menyebar dengan cepat di sejumlah negara Eropa, serta Amerika Serikat (AS) dan Australia sejak awal Mei.
Menurut laporan itu, agenda utama pertemuan adalah mekanisme di balik penularan virus dan kemungkinan strategi vaksinasi.
Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO Dr Mike Ryan dilaporkan menghadiri diskusi tersebut.
Surat kabar itu mengklaim WHO sedang melihat apakah vaksin cacar (smallpox) dapat digunakan secara efektif untuk mengatasi penyebaran cacar monyet.
“Sementara itu, pemerintah Inggris telah memesan stok tambahan vaksin cacar (smallpox), yang diberikan kepada orang-orang yang mungkin telah terkena cacar monyet,” papar laporan Telegraph.
“Di atas 5.000 dosis yang dimiliki pihak berwenang Inggris saat ini, pesanan telah dilakukan untuk 20.000 suntikan lagi,” ungkap laporan itu.
Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid mengatakan pada Jumat bahwa 11 kasus cacar monyet telah diidentifikasi, menggandakan jumlah infeksi yang diketahui di negara itu.
Laporan surat kabar mengatakan ada enam dari kasus yang dikonfirmasi di Inggris telah terdeteksi di antara pria homoseksual atau biseksual.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), bagaimanapun, mengklarifikasi sebagian besar kasus tidak diyakini terkait.
Pihak berwenang menduga orang pertama yang dites positif mengidap penyakit itu di Inggris baru-baru ini kembali dari Nigeria, klaim surat kabar itu.
Pada Jumat, Jerman mengkonfirmasi kasus pertama cacar monyet, dan begitu juga Prancis, sehingga jumlah negara yang menangani virus di luar wilayah Afrika di mana itu endemic, menjadi sebelas termasuk Australia, Belgia, Kanada, Italia, Portugal, Spanyol, Swedia, dan AS.
Pihak berwenang Prancis mengungkapkan orang yang terinfeksi pertama di sana adalah seorang pria berusia 29 tahun yang tidak memiliki riwayat perjalanan baru-baru ini ke daerah-daerah yang secara tradisional terkait dengannya.
Di Portugal, lima kasus cacar monyet telah dikonfirmasi di daerah Lisbon, dengan 15 orang lainnya saat ini sedang diselidiki.
Di negara tetangga Spanyol, 23 orang diamati karena khawatir mereka mungkin tertular virus itu.
Swedia dan Italia masing-masing telah mencatat satu kasus.
Di luar Eropa, Australia pada Jumat melaporkan kasus cacar monyet pertama di Melbourne pada seorang pria yang baru-baru ini bepergian ke Inggris, dengan kasus lain yang dicurigai sedang diselidiki di Sydney.
Pada Kamis, otoritas kesehatan Kanada mengkonfirmasi dua kasus penyakit pertama di negara itu, sementara 17 kasus infeksi lainnya sedang diselidiki di provinsi Quebec.
Badan Kesehatan Masyarakat Kanada (PHAC) merilis pernyataan bahwa negara itu belum pernah menghadapi penyakit virus ini.
Pada Rabu, satu kasus cacar monyet dikonfirmasi di negara bagian Massachusetts, AS.
Departemen kesehatan setempat mengatakan bahwa pria itu baru-baru ini melakukan perjalanan ke Kanada.
Pihak berwenang meyakinkan publik bahwa mereka mengambil langkah-langkah untuk melacak kontak orang yang terinfeksi.
Menurut pernyataan resmi otoritas AS, “Kasus tersebut tidak menimbulkan risiko bagi publik, dan individu tersebut dirawat di rumah sakit dan dalam kondisi baik.”
Cacar monyet biasanya disebarkan hewan liar di daerah tropis tertentu di Afrika, namun, penyakit itu mampu menular dari hewan ke manusia juga.
Belum diketahui spesies mana yang merupakan reservoir alami cacar monyet, dan WHO menduga itu bisa jadi adalah hewan pengerat.
“Kontak dengan hewan hidup dan mati melalui perburuan dan konsumsi hewan buruan atau daging semak dikenal sebagai faktor risiko,” ungkap WHO memperingatkan.
Masa inkubasi bisa antara enam dan 21 hari. Penyakit ini awalnya memanifestasikan dirinya dengan gejala demam, sakit kepala, nyeri tubuh, dan kelelahan.
Pasien juga sering mengalami ruam, biasanya muncul pertama kali di wajah dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lain dan membentuk koreng.
Wabah telah terjadi secara teratur sejak tahun 1970-an di Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Nigeria, tetapi biasanya tetap terbatas pada daerah-daerah tersebut.
Pada catatan yang lebih positif, virus ini tidak diketahui menyebar dengan mudah di antara orang-orang, dengan risiko terhadap masyarakat luas diyakini cukup rendah.
(sya)