Macron Mendebat Le Pen soal Larangan Jilbab: Bisa Picu Perang Saudara!

Kamis, 21 April 2022 - 11:10 WIB
loading...
Macron Mendebat Le Pen soal Larangan Jilbab: Bisa Picu Perang Saudara!
Dua calon presiden Prancis, Emmanuel Macron dan Marine Le Pen, berdebat sengit soal ide larangan pemakaian jilbab di depan umum di Prancis. Foto/REUTERS
A A A
PARIS - Presiden Emmanuel Macron mempersoalkan ide rivalnya, Marine Le Pen, soal larangan mengenakan jilbab di Prancis. Keduanya, yang sama-sama calon presiden (capres), berdebat sengit yang disiarkan televisi.

Le Pen telah bersumpah akan melarang pemakaian jilbab Muslim di depan umum jika dia terpilih sebagai presiden.

Selama debat capres, Le Pen menegaskan bahwa dia mendukung ide kontroversialnya itu, yang dia sebut "seragam yang dikenakan oleh Islamis". Namun, dia mengatakan dirinya tidak berperang melawan Islam.

Macron merespons; "Anda akan menyebabkan perang saudara jika Anda melakukan itu. Saya mengatakan ini dengan tulus."

“Prancis, rumah Enlightenment [Pencerahan] dan universalisme, akan menjadi negara pertama di dunia yang melarang simbol agama di ruang publik. Itu yang Anda usulkan, tidak masuk akal,” lanjut Macron.

“Anda mengusulkan berapa banyak polisi yang mengejar jilbab atau kippa atau simbol agama?” tanya Macron.



Le Pen awalnya berusaha mengecilkan pentingnya larangan itu ketika ditanya tentang hal tersebut, dengan mengatakan bahwa itu menyebabkan kegembiraan di media beberapa hari terakhir ini meskipun itu hanya satu bagian dari keseluruhan.

“Apa yang ingin saya lakukan adalah melawan Islamisme karena, tidak seperti apa yang Anda katakan, saya tidak lupa bahwa ada terorisme, saya tidak lupa bahwa ada Islamis,” katanya kepada Macron.

“Saya pikir kita perlu memperkenalkan undang-undang yang menentang ideologi Islam. Saya tidak melawan sebuah agama, saya tidak melawan Islam, yang merupakan agama yang memiliki tempat (di Prancis),” imbuh Le Pen.

"Saya berjuang melawan ideologi Islam yang merupakan cara berpikir yang merusak fondasi republik kita, yang merusak kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, merusak sekularisme, merusak demokrasi," katanya, seperti dikutip AFP, Kamis (21/4/2022).
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)