Bolton: Trump Minta Bantuan Presiden China agar Menang Pilpres 2020
loading...
A
A
A
WASHINGTON - John Bolton, mantan penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS), John Bolton telah melontarkan tuduhan yang mencengangkan terhadap mantan bosnya, Presiden Donald Trump .
Dia mengklaim mantan bosnya itu secara pribadi meminta bantuan Presiden China Xi Jinping untuk memenangkannya dalam pemilihan presiden (pilpres) 2020. Tuduhan itu muncul dalam memoar Bolton berjudul "The Room Where It Happened", yang salinannya diperoleh CNN hari Rabu.
Bolton, dalam memoarnya, juga mengklaim Xi pernah mengatakan kepada Trump tahun lalu bahwa China sedang membangun kamp konsentrasi untuk penahanan massal Muslim Uighur. "Trump mengatakan Xi harus terus membangun kamp, yang menurutnya adalah hal yang tepat untuk dilakukan," tulis Bolton dalam buku yang saat ini dicegah Gedung Putih untuk dirilis. (Baca: Bolton: Trump Pikir Keren Menginvasi Venezuela, tapi Batal karena Putin )
Tuduhan Bolton bahwa Trump meminta bantuan China untuk menang lagi dalam pilpres AS 2020 kembali menggemakan upaya Trump untuk mendapatkan bantuan politik dari Ukraina, yang pernah mengarah pada impeachment-nya beberapa bulan lalu.
"Saya kesulitan untuk mengidentifikasi keputusan Trump yang signifikan selama masa jabatan saya yang tidak didorong oleh kalkulasi pemilu ulang-nya," tulis Bolton.
Buku setebal 577 halaman itu menggambarkan Trump dan pemerintahannya yang tidak "dicat", yang merupakan kisah orang pertama yang paling jelas tentang bagaimana Trump memimpin dirinya sendiri di kantor.
Beberapa mantan pejabat lain telah menulis buku, tetapi sebagian besar telah menyanjung presiden. Mantan pejabat lain telah mengindikasikan bahwa mereka menyimpan "materi" mereka dari waktu mereka bekerja untuk Trump sampai setelah dia meninggalkan kantor Gedung Putih untuk berbicara lebih jujur.
Bolton menyebut upaya Trump untuk mengalihkan pembicaraan Juni 2019 dengan Xi ke pilpres AS sebagai langkah yang menakjubkan. Dia menulis bahwa itu adalah di antara banyak sekali percakapan yang dia temukan.
Dia menambahkan bahwa Kongres seharusnya memperluas ruang lingkup penyelidikan pemakzulan terhadap insiden-insiden lain seperti itu.
Dia menambahkan bahwa ketika dia berada di Gedung Putih, Trump biasanya hanya memiliki dua briefing intelijen seminggu."Dan di sebagian besar dari itu, dia berbicara lebih panjang daripada briefing, sering pada hal-hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan subjek yang ada," katanya, seperti dikutip AP, Kamis (18/6/2020).
Dia mengklaim mantan bosnya itu secara pribadi meminta bantuan Presiden China Xi Jinping untuk memenangkannya dalam pemilihan presiden (pilpres) 2020. Tuduhan itu muncul dalam memoar Bolton berjudul "The Room Where It Happened", yang salinannya diperoleh CNN hari Rabu.
Bolton, dalam memoarnya, juga mengklaim Xi pernah mengatakan kepada Trump tahun lalu bahwa China sedang membangun kamp konsentrasi untuk penahanan massal Muslim Uighur. "Trump mengatakan Xi harus terus membangun kamp, yang menurutnya adalah hal yang tepat untuk dilakukan," tulis Bolton dalam buku yang saat ini dicegah Gedung Putih untuk dirilis. (Baca: Bolton: Trump Pikir Keren Menginvasi Venezuela, tapi Batal karena Putin )
Tuduhan Bolton bahwa Trump meminta bantuan China untuk menang lagi dalam pilpres AS 2020 kembali menggemakan upaya Trump untuk mendapatkan bantuan politik dari Ukraina, yang pernah mengarah pada impeachment-nya beberapa bulan lalu.
"Saya kesulitan untuk mengidentifikasi keputusan Trump yang signifikan selama masa jabatan saya yang tidak didorong oleh kalkulasi pemilu ulang-nya," tulis Bolton.
Buku setebal 577 halaman itu menggambarkan Trump dan pemerintahannya yang tidak "dicat", yang merupakan kisah orang pertama yang paling jelas tentang bagaimana Trump memimpin dirinya sendiri di kantor.
Beberapa mantan pejabat lain telah menulis buku, tetapi sebagian besar telah menyanjung presiden. Mantan pejabat lain telah mengindikasikan bahwa mereka menyimpan "materi" mereka dari waktu mereka bekerja untuk Trump sampai setelah dia meninggalkan kantor Gedung Putih untuk berbicara lebih jujur.
Bolton menyebut upaya Trump untuk mengalihkan pembicaraan Juni 2019 dengan Xi ke pilpres AS sebagai langkah yang menakjubkan. Dia menulis bahwa itu adalah di antara banyak sekali percakapan yang dia temukan.
Dia menambahkan bahwa Kongres seharusnya memperluas ruang lingkup penyelidikan pemakzulan terhadap insiden-insiden lain seperti itu.
Dia menambahkan bahwa ketika dia berada di Gedung Putih, Trump biasanya hanya memiliki dua briefing intelijen seminggu."Dan di sebagian besar dari itu, dia berbicara lebih panjang daripada briefing, sering pada hal-hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan subjek yang ada," katanya, seperti dikutip AP, Kamis (18/6/2020).