Ngeri Rusia Bombardir Ukraina, Jerman Beli F-35 AS Pengebom Nuklir

Kamis, 17 Maret 2022 - 12:26 WIB
loading...
Ngeri Rusia Bombardir Ukraina, Jerman Beli F-35 AS Pengebom Nuklir
Jerman memutuskan membeli 35 unit jet tempur siluman AS yang mampu membawa bom nuklir. Keputusan diambil setelah Berlin melihat dampaik serangan Rusia di Ukraina. Foto/REUTERS
A A A
BERLIN - Jerman memutuskan untuk membeli jet tempur siluman F-35 Amerika Serikat (AS) yang mampu mengebom nuklir. Keputusan ini diambil setelah Berlin melihat ngerinya Ukraina dibombardir Rusia .

F-35 Lightning II dipuji Barat sebagai jet tempur siluman paling modern di dunia.

Pesawat, yang dibuat oleh Lockheed Martin, ini bahkan dianggap lebih dari sekadar pesawat tempur. Alasannya, karena pada dasarnya ini adalah komputer bersenjata dengan mesin jet yang dapat berjejaring dengan pesawat lain di udara serta pasukan darat, memproses ribuan informasi setiap detik.

Tapi apakah itu jet tempur yang tepat untuk Bundeswehr atau Angkatan Bersenjata Jerman? Menteri Pertahanan Christine Lambrecht mengumumkan pada hari Senin bahwa Jerman ingin membeli 35 unit jet semacam itu untuk menggantikan jet tempur Tornado yang dioperasikan lebih dari 40 tahun yang lalu.



Jet tempur Tornado yang dioperasikan Jerman selama ini memiliki kemampuan seperti F-35, yakni dapat membawa bom nuklir Amerika ke targetnya.

Negara yang pernah dipimpin diktator Adolf Hitler ini tidak memiliki senjata nuklir, namun menjadi rumah beberapa senjata atom Amerika di Eropa.

“Ada alasan militer yang mendukung F-35,” kata Rafael Loss, pakar keamanan di lembaga think tank European Council on Foreign Relations, kepada DW.com, Kamis (17/3/2022).

"Jika Anda harus mengirimkan bom nuklir, Anda lebih baik melakukannya dengan pesawat siluman daripada dengan pesawat yang tidak memiliki kemampuan itu,” katanya lagi.

"Kami membutuhkan signature radar yang lebih rendah dan kemampuan untuk mendeteksi dan menyerang target dari jarak jauh. Dan F-35 dapat melakukannya lebih baik daripada sistem tempur udara lainnya yang ada di pasaran saat ini.”

Tetapi kemampuan itu ada harganya. Loss memperkirakan 35 unit jet tempur akan menelan biaya sekitar €4 miliar (USD4,4 miliar).
Selain itu, kata dia, tentu akan ada biaya operasional yang cukup besar. Menurutnya, beberapa ratus juta euro mungkin juga harus dianggarkan untuk konversi bandara militer Jerman yang diperlukan.

Menurut media Jerman, tanpa perang Rusia di Ukraina, investasi seperti itu tidak mungkin terjadi.

Namun kini pemerintah Jerman ingin meng-upgrade Bundeswehr dengan dana khusus sebesar €100 miliar.

Hanya oposisi Partai Kiri [Left Party] yang secara tegas menentang rencana akuisisi F-35.

"Kami menolak mempersenjatai Bundeswehr dengan jet tempur baru yang mampu membawa senjata nuklir," kata Ali Al-Dailami, juru bicara kebijakan pertahanan untuk faksi Partai Kiri di Bundestag atau Parlemen Jerman.

Berbagi nuklir, yang menurutnya senjata nuklir AS harus dijatuhkan oleh pilot Bundeswehr, tidak menciptakan keamanan tetapi memicu bahaya perang nuklir di Eropa.

"Kengerian perang Ukraina tidak boleh disalahgunakan sebagai dalih untuk perlombaan senjata," katanya.

Angkatan Udara Jerman mengisyaratkan telah lega dapat menempatkan penerus pesawat Tornado yang sudah usang ke dalam layanan sebelum akhir dekade ini.

Letnan Jenderal Ingo Gerhartz, perwira tertinggi Angkatan Udara, menunjukkan bahwa banyak militer Eropa lainnya juga memilih pesawat tempur AS.

"Ini memperkuat kemampuan kami untuk bergabung dengan mereka dalam mengamankan wilayah udara NATO dan mempertahankan aliansi," katanya.

Inggris, Italia, Belanda, dan, yang terbaru, Finlandia dan Swiss telah memilih F-35. Bagi mereka, kerja sama pertahanan udara dengan Jerman bisa menjadi lebih mudah.

"Di Prancis, di sisi lain, keputusan itu disambut dengan frustrasi," kata Paul Maurice, seorang peneliti di French Institute of International Relations di Paris.

“F-35 dipahami di sini sebagai simbol kekuatan AS di dalam NATO. Setelah semua pidato tentang otonomi dan kedaulatan Eropa, orang berharap Jerman lebih selaras dengan kebijakan senjata Eropa.”

Lagi pula, kata dia, apa yang akan terjadi jika AS menarik pasukan dari Eropa, seperti yang terjadi di bawah Presiden Donald Trump? "Itu bisa terjadi dengan presiden berikutnya, tetapi juga setelah pemilihan paruh waktu," kata Maurice.

Dia menambahkan, Eropa perlu bersiap untuk perkembangan seperti itu dan menjadi lebih otonom dalam masalah keamanan. "Itu membutuhkan persiapan sepuluh, lima belas tahun, jadi itu harus dimulai sekarang," katanya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1227 seconds (0.1#10.140)