Thailand Ingin Miliki Jet Tempur Siluman F-35 Bikin AS Dilema

Kamis, 17 Februari 2022 - 13:35 WIB
loading...
Thailand Ingin Miliki Jet Tempur Siluman F-35 Bikin AS Dilema
Rencana Thailand untuk membeli jet tempur siluman F-35 dinilai para pakar membuat AS dilema karena negara itu sedang dekat dengan China. Foto/REUTERS
A A A
SINGAPURA - Para pakar keamanan berpendapat rencana Thailand untuk membeli jet tempur siluman F-35 Amerika Serikat (AS) telah membuat Washington dilema. Musababnya, kerajaan di Asia Tenggara itu dekat dengan China dalam beberapa tahun terakhir.

Di kawasan Asia Tenggara, baru Singapura yang disetujui Washington untuk membeli jet tempur canggih Lockheed Martin tersebut.

Sepasang F-35 AS sekarang dipajang di Singapore Airshow, bersaing untuk mendapatkan pelanggan potensial di wilayah yang bergejolak. Tetapi Washington menegaskan tidak akan menjual pesawat tempur canggihnya itu kepada sembarang negara.

Beberapa sekutu utama AS sudah memiliki F-35, termasuk Korea Selatan, Australia dan Jepang.

Thailand sebenarnya juga sekutu AS sesuai dalam perjanjian lama mereka. Namun, para pakar mengatakan tidak ada jaminan bahwa Washington akan menyetujui penjualan tersebut, karena hubungan pertahanan yang erat antara Thailand dengan saingan strategis AS, China.



Dua dari tiga varian pesawat, F-35A dan F-35B, telah dikirim ke Singapore Airshow bersama dengan sejumlah pesawat militer AS lainnya. Itu secara luas dilihat sebagai upaya untuk mengesankan pasar regional di tengah kekhawatiran tentang—dalam kata-kata Washington—pemaksaan dan agresi China yang paling akut di Indo-Pasifik.

Jet tempur siluman, yang diproduksi oleh raksasa penerbangan pertahanan AS Lockheed Martin, telah ramai menjadi berita utama setelah F-35C jatuh di kapal induk USS Carl Vinson dan terlempar ke Laut China Selatan pada akhir Januari. Militer AS sedang dalam proses mengambil pesawat, yang jatuh ke dasar laut.

"Terlepas dari kecelakaan itu, F-35 masih pesawat tempur paling berteknologi maju di pasar saat ini,” kata Richard Bitzinger, senior fellow Military Transformations Program di The S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, seperti dikutip Radio Free Asia, Kamis (17/2/2022)

Tim Cahill, wakil presiden senior Lockheed Martin untuk bisnis global, mengonfirmasi di sela-sela Singapore Airshow bahwa Thailand telah menyatakan minatnya pada pesawat tempur F-35 tetapi terserah kepada pemerintah AS untuk menyelesaikannya.

"Ini akan menjadi keputusan kebijakan pemerintah AS," ujarnya, seperti dikutip Reuters.

Pemerintah Thailand dan Angkatan Udara-nya tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Pada pertengahan Januari, kabinet negara itu pada prinsipnya setuju untuk mendukung rencana Angkatan Udara Kerajaan Thailand untuk membeli empat pesawat tempur baru seharga 13,8 miliar baht (USD415 juta) pada tahun fiskal 2023 untuk menggantikan armada F-16A/B Fighting Falcon Angkatan Udara yang sudah menua.

Komandan Angkatan Udara, ACM Napadej Dhupatemiya, sebelumnya telah menyatakan minat yang kuat pada jet tempur siluman F-35 dan tampak yakin akan pembelian tersebut karena pesawat itu lebih terjangkau dengan harga USD80 juta per shot.

Dia mengatakan F-35 memiliki kinerja tertinggi dan pembelian itu akan memungkinkan Thailand untuk tetap berada di liga negara-negara yang sama dengan pesawat tempur canggih.

Andreas Rupprecht, seorang ahli penerbangan militer China, mengatakan minat terhadap jet tempur AS mengejutkan."Karena Thailand telah lebih banyak bergeser ke arah China dalam beberapa tahun terakhir," ujarnya.

“Saya akan berpikir [Angkatan Udara Thailand] akan memilih sesuatu seperti J-10C buatan China, terutama setelah jet tempur China mengambil bagian dalam latihan bersama Angkatan Udara China-Thailand baru-baru ini,” kata Rupprecht.

J-10C adalah pesawat tempur multiperan Angkatan Udara China, 25 di antaranya dijual ke Pakistan.

Pembelian jet tempur AS juga mendapat kritik di Thailand, dengan beberapa analis mengatakan itu lebih tentang motif tersembunyi daripada tujuan strategis.

“Kepentingan Angkatan Udara Thailand pada F-35 adalah oportunistik karena pemerintah yang didukung militer sedang menjabat dan militer telah bercokol dalam kekuasaan setelah dua kudeta pada 2006 dan 2014,” kata Thitinan Pongsudhirak, seorang ilmuwan politik terkemuka dan profesor di Universitas Chulalongkorn.

“Tidak seperti Jepang, Korea Selatan atau Taiwan, persepsi ancaman Thailand tidak menuntut akuisisi F-35 yang canggih,” kata Thitinan.

“Thailand memiliki hubungan dekat dengan China, dan tidak ada masalah perbatasan dengan tetangga sebelahnya.”

Hubungan militer Thailand yang berkembang dengan China adalah salah satu alasan utama mengapa AS enggan menjual pesawat canggih mereka ke Bangkok. Demikian disampaikan Ian Storey, senior fellow di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.

“Thailand adalah sekutu perjanjian AS, sehingga memiliki kasus yang kuat,” ujar Storey.

“Tetapi Amerika masih akan khawatir bahwa teknologi sensitif jet tempur itu mungkin dikompromikan oleh militer Thailand dengan mitranya dari China,” katanya.

"AS mengusir Turki program F-35 karena terlalu nyaman dengan Rusia,” imbuh Bitzinger, yang mengaitkan penghentian penjualan 100 unit F-35A ke Ankara pada 2019 dengan keputusan Turki untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia.

Sebuah pernyataan oleh Gedung Putih pada saat itu mengatakan: “F-35 tidak dapat hidup berdampingan dengan platform pengumpulan intelijen Rusia yang akan digunakan untuk mempelajari kemampuan canggihnya.”

Bitzinger membandingkan dengan harapan Thailand untuk memperoleh F-35.

“Thailand sudah membeli banyak persenjataan China: fregat, kapal selam, dan tank hanyalah beberapa item terbaru yang dibeli dari China,” katanya.

“Mengingat kekhawatiran yang lebih besar untuk melindungi teknologi F-35, saya ragu apakah Washington akan lebih mau mempercayai Thailand,” katanya.

Selain F-16 dan F-5, Angkatan Udara Kerajaan Thailand saat ini mengoperasikan 11 unit pesawat tempur Gripen JAS-39 Swedia dan pakar penerbangan mengatakan Thailand dapat membeli lebih banyak, atau Rafale Prancis, seperti Indonesia.

Pekan lalu, Indonesia menandatangani kontrak akuisisi untuk 42 pesawat tempur multiperan Dassault Rafale, batch pertama enam unit yang akan dikirimkan pada tahun 2026.

Hanya beberapa hari yang lalu, pemerintahan Joe Biden juga menyetujui penjualan senjata senilai hampir USD14 miliar hingga 36 unit jet tempur F-15 ke Indonesia, dan itu, kata Storey, bisa menjadi pilihan bagi Thailand.

F-35 Lightning II adalah pesawat tempur berkursi tunggal, bermesin tunggal, multiperan dengan kemampuan siluman untuk menghindari radar.

Dari ketiga varian F-35, F-35A adalah yang paling murah. Sedangkan F-35B dapat melakukan lepas landas dan pendaratan singkat; dan F-35C, yang terlibat dalam kecelakaan 24 Januari di Laut China Selatan, dirancang untuk beroperasi dari kapal induk.

Beberapa sekutu dan mitra paling tepercaya Washington di Indo-Pasifik telah membeli, atau sedang dalam proses pembelian F-35.

Australia mengakuisisi 72 unit F-35A dan menerima 44 unit pertama pada akhir 2021. Angkatan Udara Australia mengharapkan semua pesawat F-35 beroperasi pada akhir 2023, dan sedang mempertimbangkan untuk membeli lebih banyak.

Jepang, yang menghadapi ancaman dari China, pada Desember 2018 mengumumkan rencana untuk mengakuisisi 105 unit pesawat F-35 termasuk 63 unit F-35A dan 42 unit F-35B.

Korea Selatan membeli 40 unit F-35A pada tahun 2014 dan menyetujui batch lanjutan sebanyak 20 unit lagi. Seoul juga mempertimbangkan untuk membeli varian F-35B.

Singapura menjadi negara terbaru di Indo-Pasifik yang membeli pesawat tempur siluman dari AS dengan batch pertama adalah 12 unit F-35B.

Departemen Luar Negeri AS menyetujui permintaan Singapura pada Januari 2020 dan pesawat akan dikirim pada 2026.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0986 seconds (0.1#10.140)