Rusia Peringatkan Kehadiran Drone Militer di Ukraina Memperkeruh Krisis
loading...
A
A
A
MOSKOW - Perjanjian yang ditandatangani antara Ankara dan Kiev akan segera membuat drone militer Turki diproduksi secara massal di Ukraina. Kesepakatan itu mendapat kecaman dari salah satu politisi paling senior Rusia.
Politisi Rusia itu berpendapat rencana tersebut berisiko menimbulkan konfrontasi yang lebih besar ketika ketegangan begitu tinggi di wilayah itu.
Berbicara kepada RIA Novosti pada Kamis (3/2/2022), Andrey Klimov, yang menjabat sebagai kepala komite Senat Rusia untuk perlindungan kedaulatan nasional, mencemooh langkah tersebut.
Dia bersikeras, “Kejenuhan Ukraina dengan senjata adalah provokasi itu sendiri dan elemen penghasutan.”
“Ankara tidak dapat gagal untuk memahami hal ini, tetapi tetap melakukannya, yang sangat disesalkan,” ujar dia
Dia mengklaim, “Ada risiko di tenggara Ukraina bahwa permusuhan dapat pecah secara spontan atau dengan keterlibatan provokator,” dengan persenjataan dari mitra asing yang digunakan dalam setiap potensi pertempuran.
"Sayangnya, ada risiko bahwa 'elang' di Kiev dapat memberikan perintah untuk mengeksploitasi situasi ini," ujar Klimov.
Menurut politisi tersebut, “Pihak berwenang Turki berusaha mendapatkan keuntungan finansial dengan mempromosikan persenjataannya, tetapi juga berusaha menjadi peserta dalam permainan besar ketegangan di Eropa Timur.”
Kata-katanya datang tak lama setelah Menteri Pertahanan Ukraina Aleksey Reznikov mengungkapkan, “Ada rencana menandatangani perjanjian kerangka kerja sama di bidang teknologi militer antara kedua negara. Salah satu pasal dalam kesepakatan itu adalah pembangunan pabrik Bayraktar yang akan diproduksi di Ukraina.”
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji kesepakatan yang dicapai di Kiev dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
“Ini adalah teknologi baru, pekerjaan baru, dan penguatan kemampuan pertahanan negara,” papar Zelensky.
Ankara menikmati hubungan baik dengan Kiev dan Moskow. Namun, pemimpin Turki telah secara terbuka mengutuk reabsorpsi Rusia 2014 atas Krimea, mengklaimnya sebagai "aneksasi" wilayah tersebut.
Semenanjung Krimea dikuasai Rusia setelah referendum pascaprotes jalanan kekerasan menggulingkan pemerintah terpilih.
Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan diri di Ukraina timur kemudian mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Kiev.
Penggunaan drone buatan Turki di Donbass oleh Ukraina juga menjadi masalah bagi Moskow. Selama panggilan telepon antara Erdogan dan Presiden Vladimir Putin pada Desember, pemimpin Rusia mengecam perilaku "destruktif" dan "aktivitas provokatif" dari penggunaan drone di wilayah tersebut.
Hanya beberapa bulan sebelumnya, tentara Kiev mengumumkan telah berhasil menembakkan rudal dari pesawat tak berawak Bayraktar Turki di Donbass, yang diklaim untuk pertama kalinya.
Ukraina pertama kali membeli Bayraktar TB2 pada 2019 dan dilaporkan terus membeli lebih banyak.
Politisi Rusia itu berpendapat rencana tersebut berisiko menimbulkan konfrontasi yang lebih besar ketika ketegangan begitu tinggi di wilayah itu.
Berbicara kepada RIA Novosti pada Kamis (3/2/2022), Andrey Klimov, yang menjabat sebagai kepala komite Senat Rusia untuk perlindungan kedaulatan nasional, mencemooh langkah tersebut.
Dia bersikeras, “Kejenuhan Ukraina dengan senjata adalah provokasi itu sendiri dan elemen penghasutan.”
“Ankara tidak dapat gagal untuk memahami hal ini, tetapi tetap melakukannya, yang sangat disesalkan,” ujar dia
Dia mengklaim, “Ada risiko di tenggara Ukraina bahwa permusuhan dapat pecah secara spontan atau dengan keterlibatan provokator,” dengan persenjataan dari mitra asing yang digunakan dalam setiap potensi pertempuran.
"Sayangnya, ada risiko bahwa 'elang' di Kiev dapat memberikan perintah untuk mengeksploitasi situasi ini," ujar Klimov.
Menurut politisi tersebut, “Pihak berwenang Turki berusaha mendapatkan keuntungan finansial dengan mempromosikan persenjataannya, tetapi juga berusaha menjadi peserta dalam permainan besar ketegangan di Eropa Timur.”
Kata-katanya datang tak lama setelah Menteri Pertahanan Ukraina Aleksey Reznikov mengungkapkan, “Ada rencana menandatangani perjanjian kerangka kerja sama di bidang teknologi militer antara kedua negara. Salah satu pasal dalam kesepakatan itu adalah pembangunan pabrik Bayraktar yang akan diproduksi di Ukraina.”
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji kesepakatan yang dicapai di Kiev dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
“Ini adalah teknologi baru, pekerjaan baru, dan penguatan kemampuan pertahanan negara,” papar Zelensky.
Ankara menikmati hubungan baik dengan Kiev dan Moskow. Namun, pemimpin Turki telah secara terbuka mengutuk reabsorpsi Rusia 2014 atas Krimea, mengklaimnya sebagai "aneksasi" wilayah tersebut.
Semenanjung Krimea dikuasai Rusia setelah referendum pascaprotes jalanan kekerasan menggulingkan pemerintah terpilih.
Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan diri di Ukraina timur kemudian mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Kiev.
Penggunaan drone buatan Turki di Donbass oleh Ukraina juga menjadi masalah bagi Moskow. Selama panggilan telepon antara Erdogan dan Presiden Vladimir Putin pada Desember, pemimpin Rusia mengecam perilaku "destruktif" dan "aktivitas provokatif" dari penggunaan drone di wilayah tersebut.
Hanya beberapa bulan sebelumnya, tentara Kiev mengumumkan telah berhasil menembakkan rudal dari pesawat tak berawak Bayraktar Turki di Donbass, yang diklaim untuk pertama kalinya.
Ukraina pertama kali membeli Bayraktar TB2 pada 2019 dan dilaporkan terus membeli lebih banyak.
(sya)