Diduga Picu Kebakaran yang Tewaskan 46 Jiwa, Wanita Taiwan Dituntut Hukuman Mati
loading...
A
A
A
TAIWAN - Seorang wanita Taiwan menghadapi hukuman mati karena diduga memulai kebakaran paling mematikan di pulau itu dalam beberapa dekade terakhir.
Kebakaran dahsyat itu terjadi pada Oktober tahun lalu di kota selatan Kaohsiung. Api mengamuk di beberapa lantai dari blok apartemen 13 lantai yang bobrok selama berjam-jam. Kebakaran ini menewaskan 46 orang.
Pihak berwenang mengatakan, kobaran api dimulai ketika seorang penduduk, yang diidentifikasi dengan nama keluarganya Huang, meninggalkan abu dupa yang belum padam di sofa sebelum meninggalkan gedung apartemen tersebut.
Pada Jumat (21/1/2022), Jaksa mendakwa Huang (51) atas tuduhan pembunuhan dan pembakaran. Jaksa mengatakan, Huang harus mendapatkan hukuman mati karena sengaja menyalakan api untuk membalas pacarnya yang dicurigainya selingkuh.
"Huang bermaksud menyalakan api untuk menyebabkan insiden dan mempermalukan pacarnya, yang menyebabkan bencana besar dan hilangnya banyak nyawa tak berdosa," kata kantor kejaksaan distrik Kaohsiung pada AFP, seperti dikutip dari Channel News Asia.
"Dia tidak menunjukkan penyesalan dan sikapnya buruk. (Jaksa) merekomendasikan agar pengadilan menjatuhkan hukuman mati sebagai peringatan," lanjut pernyataan itu.
Huang telah mengakui menyalakan dupa cendana untuk mengusir nyamuk, tetapi telah memberikan pernyataan yang tidak konsisten tentang apa yang dia lakukan sebelum meninggalkan kamarnya, menurut Jaksa.
Huang awalnya mengklaim dia melemparkan dupa ke tempat sampah, tetapi kemudian mengatakan dia tidak dapat mengingat apa yang dia lakukan. Kebakaran tersebut menyoroti kekhawatiran atas standar keamanan yang lemah di Taiwan dan mengungkap kondisi kehidupan lansia yang buruk dalam masyarakat yang menua dengan cepat.
Taiwan adalah salah satu negara demokrasi paling progresif di Asia dan memasarkan dirinya sebagai benteng regional hak asasi manusia. Namun hal itu menuai kritik dari komunitas internasional dan kelompok hak asasi lokal karena terus memberlakukan hukuman mati.
Sekitar 35 tahanan telah dihukum mati sejak 2010, ketika Taiwan melanjutkan eksekusi setelah jeda empat tahun. Pemerintah Presiden Tsai Ing-wen telah berjanji untuk menghentikan eksekusi tetapi dua telah terjadi sejak dia terpilih pada 2016. Saat ini ada 38 terpidana mati di Taiwan, termasuk seorang wanita.
Lihat Juga: Siapa Li Jianping? Koruptor Terbesar China yang Menilap Rp6,8 Triliun dan Dieksekusi Mati
Kebakaran dahsyat itu terjadi pada Oktober tahun lalu di kota selatan Kaohsiung. Api mengamuk di beberapa lantai dari blok apartemen 13 lantai yang bobrok selama berjam-jam. Kebakaran ini menewaskan 46 orang.
Pihak berwenang mengatakan, kobaran api dimulai ketika seorang penduduk, yang diidentifikasi dengan nama keluarganya Huang, meninggalkan abu dupa yang belum padam di sofa sebelum meninggalkan gedung apartemen tersebut.
Pada Jumat (21/1/2022), Jaksa mendakwa Huang (51) atas tuduhan pembunuhan dan pembakaran. Jaksa mengatakan, Huang harus mendapatkan hukuman mati karena sengaja menyalakan api untuk membalas pacarnya yang dicurigainya selingkuh.
"Huang bermaksud menyalakan api untuk menyebabkan insiden dan mempermalukan pacarnya, yang menyebabkan bencana besar dan hilangnya banyak nyawa tak berdosa," kata kantor kejaksaan distrik Kaohsiung pada AFP, seperti dikutip dari Channel News Asia.
"Dia tidak menunjukkan penyesalan dan sikapnya buruk. (Jaksa) merekomendasikan agar pengadilan menjatuhkan hukuman mati sebagai peringatan," lanjut pernyataan itu.
Huang telah mengakui menyalakan dupa cendana untuk mengusir nyamuk, tetapi telah memberikan pernyataan yang tidak konsisten tentang apa yang dia lakukan sebelum meninggalkan kamarnya, menurut Jaksa.
Huang awalnya mengklaim dia melemparkan dupa ke tempat sampah, tetapi kemudian mengatakan dia tidak dapat mengingat apa yang dia lakukan. Kebakaran tersebut menyoroti kekhawatiran atas standar keamanan yang lemah di Taiwan dan mengungkap kondisi kehidupan lansia yang buruk dalam masyarakat yang menua dengan cepat.
Taiwan adalah salah satu negara demokrasi paling progresif di Asia dan memasarkan dirinya sebagai benteng regional hak asasi manusia. Namun hal itu menuai kritik dari komunitas internasional dan kelompok hak asasi lokal karena terus memberlakukan hukuman mati.
Sekitar 35 tahanan telah dihukum mati sejak 2010, ketika Taiwan melanjutkan eksekusi setelah jeda empat tahun. Pemerintah Presiden Tsai Ing-wen telah berjanji untuk menghentikan eksekusi tetapi dua telah terjadi sejak dia terpilih pada 2016. Saat ini ada 38 terpidana mati di Taiwan, termasuk seorang wanita.
Lihat Juga: Siapa Li Jianping? Koruptor Terbesar China yang Menilap Rp6,8 Triliun dan Dieksekusi Mati
(esn)