Bukan Melindungi, Tentara dan Polisi di Zimbabwe Malah Jadi Perampok
loading...
A
A
A
HARARE - Serangkaian perampokan bersenjata denganmelibatkan tentara dan polisi yang baru-baru ini terjadi telah mengejutkan Zimbabwe .
Meskipun Presiden Emmerson Mnangagwa telah memperingatkan personel keamanan untuk tidak ambil bagian dalam kegiatan kriminal dan bersumpah untuk menggunakan cara yang kejam untuk menangani mereka, namun para pengusaha mengatakan mereka hidup dalam ketakutan.
Menurut polisi, lebih dari USD5 juta atau sekitar Rp71,5 miliar telah dirampok sepanjang tahun lalu dari Januari hingga Oktober.
“Kami hidup dalam ketakutan, apa yang kami dengar di berita setiap hari sangat mengejutkan dan lebih buruk lagi perampokan yang melibatkan tentara dan anggota polisi,” kata Innocent Guyo, seorang pedagang perhiasan, seperti dilansir dari Anadolu, Sabtu (8/11/2022).
Juru bicara militer, Augustine Chipwere, menyesali keterlibatan tentara dalam perampokan bersenjata dan penembakan selama keributan publik.
“Pasukan Pertahanan Zimbabwe (ZDF) mengakui dan menyesali hilangnya nyawa tak berdosa dan sangat bersimpati dengan keluarga dan masyarakat yang berduka,” katanya.
Dia meminta orang-orang untuk melaporkan kejadian tersebut dan keterlibatan tentara dalam kegiatan kriminal ke barak terdekat. Dia mengatakan perilaku seperti itu tidak sesuai dengan kode etik militer Zimbabwe.
Menurut media lokal, dua tentara menembak mati seorang pria dalam perampokan senilai USD40 ribu atau sekitar Rp572 juta di Hatfield, Harare, tahun lalu pada 24 Desember.
Kedua tentara itu telah ditangkap.
Sebelumnya, seorang prajurit yang sedang bertugas dari resimen komando elit Tentara Nasional Zimbabwe (ZNA) diidentifikasi sebagai salah satu tersangka perampok bersenjata yang terlibat dalam baku tembak fatal di rumah mantan detektif polisi Joseph Nemaisa di Chadcombe pada 6 Desember.
Dia ditembak mati di tempat oleh mantan detektif, bersama dengan dua kaki tangannya.
Setahun yang lalu, dua tentara lain diduga berkomplot dengan penjaga keamanan bank dan mencuri USD2,7 juta atau sekitar Rp38,6 miliar.
Ada beberapa teori yang berkembang untuk menjelaskan keterlibatan tentara dalam aksi perampokan.
Seorang mantan perwira militer dengan syarat anonim mengatakan perampokan ini terkait dengan runtuhnya ekonomi dan kondisi keuangan yang sulit yang dihadapi semua orang di negara itu.
“Orang-orang mengeksplorasi peluang yang tersedia bagi mereka untuk mencari nafkah. Politisi menjarah sumber daya nasional; pegawai negeri menerima suap. Tentara dan polisi juga menggunakan kekuatan yang mereka miliki untuk menghasilkan uang,” katanya.
“Tidak seperti banyak negara di kawasan ini, orang Zimbabwe tidak mempercayai sistem perbankan mereka karena kerugian yang terjadi dari tahun 2007 hingga 2009, era hiperinflasi. Karena itu, semua orang menyimpan uang di rumah dalam bentuk mata uang AS (dolar) dan itu menarik (minat) penjahat,” tambahnya.
Juru bicara polisi Paul Nyathi mengatakan mereka telah menangkap 849 tersangka perampok pada tahun 2021. Dia mengatakan dalam beberapa perampokan, setelah penyelidikan, karyawan dari perusahaan ditemukan terlibat dan memberikan informasi pergerakan uang tunai.
“Kami mendesak bisnis untuk meningkatkan keamanan selama uang tunai dalam perjalanan dan individu untuk menghindari bergerak dengan uang tunai dalam jumlah besar atau menyimpan uang tunai di rumah,” imbaunya.
Mantan menteri Zimbabwe, Godfrey Gandawa, mengatakan para perampok menggunakan senjata yang dicuri dari gudang senjata negara pada kudeta 2017.
“Gelombang perampokan bersenjata yang tampaknya tiba-tiba yang melibatkan anggota pasukan pertahanan Zimbabwe terkait dengan pengambilalihan gudang senjata yang kacau, melanggar hukum, dan berbahaya selama kudeta 2017, di mana polisi dan dinas intelijen dilucuti tanpa proses pengambilalihan serah terima resmi,” tweet Gandawa minggu ini.
Saat itu, para prajurit yang memusuhi pemimpin kudeta dilucuti senjatanya tanpa proses dokumentasi.
Gandawa, yang mengasingkan diri di Afrika Selatan, mengatakan pemerintah Zimbabwe tidak dapat mempertanggungjawabkan gudang senjata negara. Dia mengatakan beberapa senjata api dijarah oleh tentara karena tidak ada pengambilalihan yang tepat setelah pemecatan Robert Mugabe dari jabatannya.
“Tidak jelas apakah senjata-senjata ini dikembalikan ke negara. Senjata-senjata ini menambah dimensi baru pada situasi keamanan Zimbabwe,” tambah Gandawa.
Meskipun Presiden Emmerson Mnangagwa telah memperingatkan personel keamanan untuk tidak ambil bagian dalam kegiatan kriminal dan bersumpah untuk menggunakan cara yang kejam untuk menangani mereka, namun para pengusaha mengatakan mereka hidup dalam ketakutan.
Menurut polisi, lebih dari USD5 juta atau sekitar Rp71,5 miliar telah dirampok sepanjang tahun lalu dari Januari hingga Oktober.
“Kami hidup dalam ketakutan, apa yang kami dengar di berita setiap hari sangat mengejutkan dan lebih buruk lagi perampokan yang melibatkan tentara dan anggota polisi,” kata Innocent Guyo, seorang pedagang perhiasan, seperti dilansir dari Anadolu, Sabtu (8/11/2022).
Juru bicara militer, Augustine Chipwere, menyesali keterlibatan tentara dalam perampokan bersenjata dan penembakan selama keributan publik.
“Pasukan Pertahanan Zimbabwe (ZDF) mengakui dan menyesali hilangnya nyawa tak berdosa dan sangat bersimpati dengan keluarga dan masyarakat yang berduka,” katanya.
Dia meminta orang-orang untuk melaporkan kejadian tersebut dan keterlibatan tentara dalam kegiatan kriminal ke barak terdekat. Dia mengatakan perilaku seperti itu tidak sesuai dengan kode etik militer Zimbabwe.
Menurut media lokal, dua tentara menembak mati seorang pria dalam perampokan senilai USD40 ribu atau sekitar Rp572 juta di Hatfield, Harare, tahun lalu pada 24 Desember.
Kedua tentara itu telah ditangkap.
Sebelumnya, seorang prajurit yang sedang bertugas dari resimen komando elit Tentara Nasional Zimbabwe (ZNA) diidentifikasi sebagai salah satu tersangka perampok bersenjata yang terlibat dalam baku tembak fatal di rumah mantan detektif polisi Joseph Nemaisa di Chadcombe pada 6 Desember.
Dia ditembak mati di tempat oleh mantan detektif, bersama dengan dua kaki tangannya.
Setahun yang lalu, dua tentara lain diduga berkomplot dengan penjaga keamanan bank dan mencuri USD2,7 juta atau sekitar Rp38,6 miliar.
Ada beberapa teori yang berkembang untuk menjelaskan keterlibatan tentara dalam aksi perampokan.
Seorang mantan perwira militer dengan syarat anonim mengatakan perampokan ini terkait dengan runtuhnya ekonomi dan kondisi keuangan yang sulit yang dihadapi semua orang di negara itu.
“Orang-orang mengeksplorasi peluang yang tersedia bagi mereka untuk mencari nafkah. Politisi menjarah sumber daya nasional; pegawai negeri menerima suap. Tentara dan polisi juga menggunakan kekuatan yang mereka miliki untuk menghasilkan uang,” katanya.
“Tidak seperti banyak negara di kawasan ini, orang Zimbabwe tidak mempercayai sistem perbankan mereka karena kerugian yang terjadi dari tahun 2007 hingga 2009, era hiperinflasi. Karena itu, semua orang menyimpan uang di rumah dalam bentuk mata uang AS (dolar) dan itu menarik (minat) penjahat,” tambahnya.
Juru bicara polisi Paul Nyathi mengatakan mereka telah menangkap 849 tersangka perampok pada tahun 2021. Dia mengatakan dalam beberapa perampokan, setelah penyelidikan, karyawan dari perusahaan ditemukan terlibat dan memberikan informasi pergerakan uang tunai.
“Kami mendesak bisnis untuk meningkatkan keamanan selama uang tunai dalam perjalanan dan individu untuk menghindari bergerak dengan uang tunai dalam jumlah besar atau menyimpan uang tunai di rumah,” imbaunya.
Mantan menteri Zimbabwe, Godfrey Gandawa, mengatakan para perampok menggunakan senjata yang dicuri dari gudang senjata negara pada kudeta 2017.
“Gelombang perampokan bersenjata yang tampaknya tiba-tiba yang melibatkan anggota pasukan pertahanan Zimbabwe terkait dengan pengambilalihan gudang senjata yang kacau, melanggar hukum, dan berbahaya selama kudeta 2017, di mana polisi dan dinas intelijen dilucuti tanpa proses pengambilalihan serah terima resmi,” tweet Gandawa minggu ini.
Saat itu, para prajurit yang memusuhi pemimpin kudeta dilucuti senjatanya tanpa proses dokumentasi.
Gandawa, yang mengasingkan diri di Afrika Selatan, mengatakan pemerintah Zimbabwe tidak dapat mempertanggungjawabkan gudang senjata negara. Dia mengatakan beberapa senjata api dijarah oleh tentara karena tidak ada pengambilalihan yang tepat setelah pemecatan Robert Mugabe dari jabatannya.
“Tidak jelas apakah senjata-senjata ini dikembalikan ke negara. Senjata-senjata ini menambah dimensi baru pada situasi keamanan Zimbabwe,” tambah Gandawa.
(esn)