Pandemi Corona Sebabkan Keruntuhan Ekonomi Terluas sejak 1870

Rabu, 10 Juni 2020 - 06:39 WIB
loading...
Pandemi Corona Sebabkan Keruntuhan Ekonomi Terluas sejak 1870
Seorang wanita mengenakan masker untuk melindungi diri dari penularan virus corona (Covid-19) di pasar malam Keelung, Taiwan, kemarin. Foto/Reuters
A A A
WASHINGTON - Wabah virus corona (Covid-19) telah menyebabkan guncangan hebat yang menimbulkan keruntuhan ekonomi dunia terluas sejak 1870. Langkah pemerintah berbagai negara mengeluarkan bantuan paket ekonomi tidak serta mampu mengendalikan dampak pandemi.

Kondisi tersebut disampaikan Bank Dunia, Senin (8/6/2020) waktu setempat. Lembaga itu pun memperkirakan ekonomi dunia akan mengalami resesi terburuk sejak 80 tahun silam pada tahun ini dengan tingkat kontraksi sebesar 5,2%. Namun, dengan banyaknya jumlah negara yang menderita kerugian ekonomi, resesi global tahun ini akan menjadi resesi terluas yang pernah tercatat di dunia sejak 150 tahun lalu. (Baca: Tentukan Zona Sekolah Aman Covid-19, Kemendikbud Koordinasi dengan Gugus Tugas)

"Ini merupakan outlook yang mencemaskan. Krisis ekonomi yang ditimbulkan Covid-19 kemungkinan akan meninggalkan bekas luka dalam jangka panjang dan memberikan tantangan besar," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Divisi Pertumbuhan Ekuitas dan Keuangan, Ceyla Pazarbasioglu, dikutip Reuters.

Para ahli ekonomi berjuang mengukur dampak Covid-19 yang diprediksi akan menjadi bencana besar bagi dunia. Namun, hal itu sulit dilakukan karena skalanya terlalu besar mengingat dampaknya menghantam banyak negara dan sektor. Dalam skenario terburuk, resesi dunia diperkirakan akan mencapai hingga 8%.

"Semuanya berjalan tidak pasti dan tidak menentu. Namun, bukan tidak mungkin dampak sebenarnya menjadi lebih buruk dibandingkan yang kami prediksi berdasarkan perhitungan dasar," kata Pazarbasioglu. (Baca: Wabah Virus Corona di Wuhan Diduga Terjadi Awal Agustus)

China kemungkinan besar akan menjadi salah satu negara yang mengalami pertumbuhan tahun ini, walaupun dengan pertumbuhan yang sangat lambat. Hal itu akan berdampak besar terhadap prospek pemulihan ekonomi negara berkembang, terutama yang menggantungkan pendapatan dari ekspor komoditas.

Bank Dunia memperkirakan China akan mengalami kenaikan produk domestik bruto (PDB) 1%. Adapun negara lainnya akan mengalami penurunan. AS akan menderita penurunan sekitar -6,1%, Eropa -9,1%, Brasil -8%, Meksiko -7,5%, dan India -3,2%. Meski dramatis, prediksi resesi ekonomi tahun ini masih jauh dari masa Great Depression. Bank Dunia menyatakan tingkat kontraksi dunia pernah mencapai 14,5% selama 1930-1932, sedangkan pasca-Perang Dunia II pada 1945-1946 mencapai 13,8%.

Sampai sekarang, wabah Covid-19 masih berlangsung, terutama di Afrika dan Amerika Latin. Jika Covid-19 kembali menyerang dalam gelombang kedua atau kondisi kesehatan tidak meningkat hingga menyebabkan pemerintah kembali memberlakukan pembatasan sosial, ekonomi dunia akan semakin jatuh. "Gangguan terhadap aktivitas akan memperlemah kapabilitas bisnis untuk tetap mampu beroperasi dan membayar utang," ungkap Bank Dunia.

"Dengan tingkat utang sudah mencapai titik tertinggi di sepanjang sejarah, lockdown akan menyebabkan krisis keuangan hebat." (Baca juga: Penambahan Kasus Positif Covid-19 Capai 1.043, DKI Jakarta Tertinggi)

Meski dunia merencanakan proyek pemulihan sebesar 4,2% pada 2021, resesi tidak akan dapat dielakkan di berbagai negara, bahkan sebagian negara akan menderita dalam beberapa tahun ke depan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah Covis-19 masih jauh dari kata akhir. Kasus harian masih sangat tinggi di Amerika Latin dan Tengah sejak beberapa pekan terakhir. WHO mengimbau negara terdampak untuk melakukan segala daya upaya agar virus tidak menyebar luas.

"Lebih dari enam bulan kita telah menghadapi wabah Covid-19, tapi kini bukan saatnya kita mengerem segala upaya pencegahan," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam konferensi pers online.

Lebih dari 136.000 pasien baru telah dilaporkan dari berbagai negara dalam 24 jam pada Minggu (7/6). Hampir 75% berasal dari Amerika dan Asia Selatan. Pejabat tinggi unit gawat darurat WHO, Mike Ryan, mengatakan saat ini dunia perlu mencegah gelombang kedua. (Lihat Videonya: Serbuk Emas Ditemukan, Warga Ramai-Ramai Dulang Sungai Landaka)

Dia juga mengatakan penyebaran virus masih sangat mencemaskan di Amerika, terutama Guatemala. Permasalahannya bahkan sangat rumit. "Saya kira dunia internasional perlu memberikan dukungan dan bantuan kepada Guatemala," katanya.

Saat ini Brasil menjadi salah satu pusat Covid-19 dengan kasus kedua terbanyak di belakang AS dan korban terbanyak hingga melampaui Italia. Ahli epidemiologi WHO, Maria van Kerkhove, mengatakan, pendekatan komprehensif sangat esensial di Amerika Selatan. Sampai kemarin, lebih dari 7 juta orang telah terinfeksi di dunia. "Semuanya belum berakhir," kata Maria. (Muh Shamil)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1217 seconds (0.1#10.140)