Trump Tuding Pejabat Era Obama Bocorkan Rahasia Rudal Hipersonik ke Rusia dan China
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Mantan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump , mengklaim rudal hipersonik China yang peluncurannya mengejutkan Gedung Putih dibuat dengan teknologi yang dicuri dari Amerika melalui Rusia .
Lebih jauh, ia menuding bahwa teknologi itu diberikan oleh seorang pejabat di jaman Presiden Barack Obama .
"Anda tahu, seseorang memberikan kepada mereka, selama Pemerintahan Obama, semua yang kami miliki terkait hipersonik," kata Trump dalam acara radio Hugh Hewitt pada Rabu lalu.
"Dan Rusia yang melakukannya, dan apa yang saya lakukan adalah program mengejar ketertinggalan. Dan Kami sebagian besar telah menyusulnya. Tapi yang terjadi adalah Rusia mendapatkannya dan China mungkin mendapatkannya dari Rusia," tuturnya seperti dilansir dari Daily Mail, Jumat (10/12/2021).
Dalam kesempatan itu, Trump meragukan jika China memiliki kemampuan untuk membuat rudal hipersonik.
"Saya ragu mereka melakukannya sendiri," katanya. "Mereka mendapatkannya mungkin dari Rusia, mungkin dari mata-mata jahat di Amerika Serikat," ia melanjutkan.
Trump sendiri tidak memberikan bukti atas tuduhannya ini. Para pejabat AS pun belum memberikan komentar tentang klaim bahwa rahasia terkait rudal hipersonik dicuri ketika Baracak Obama masih menjabat.
Pada September 2020, Gedung Putih telah mengakui jika AS berusaha mengejar ketertinggalan mereka dari China dan Rusia dalam urusan teknologi hipersonik.
Pada bulan Juli lalu, China melakukan uji coba senjata hipersonik dengan rudal yang ditembakkan dengan kecepatan lima kali kecepatan suara. Kendaraan luncur hipersonik - sebuah pesawat ruang angkasa dengan kemampuan untuk membawa hulu ledak nuklir - menembakkan rudal di tengah penerbangan di atas Laut Cina Selatan, membuat ilmuwan Pentagon merasa kecolongan.
Para ahli di Darpa - lembaga penelitian lanjutan Pentagon, merasa bingung bagaimana China mampu menentang batasan fisika untuk menembakkan senjata dari kendaraan yang melaju dengan kecepatan hipersonik, Financial Times melaporkan.
China dilaporkan telah mengerjakan senjata hipersonik alih-alih rudal balistik antarbenua biasa, yang bergerak dalam busur yang dapat diprediksi dan dapat dilacak oleh radar, menurut CBS.
Senjata hipersonik jauh lebih sulit ditangkap radar karena bergerak lebih dekat ke permukaan planet.
Kepala Staf Gabungan AS Jenderal John Hyten menyebut mereka sebagai senjata yang digunakan pertama kali dan percaya bahwa China suatu hari nanti dapat menggunakan teknologi itu untuk meluncurkan serangan nuklir kejutan ke AS.
"Mereka terlihat seperti senjata yang digunakan pertama kali," kata Hyten kepada CBS News. "Seperti itulah senjata-senjata itu bagiku," sambungnya.
China kemudian meluncurkan tes kedua pada 13 Agustus dan itu melibatkan kendaraan meluncur hipersonik yang serupa dengan yang diluncurkan ke luar angkasa di atas roket Long March pada bulan Juli lalu.
Beijing mengakui salah satu tes tetapi mengklaim meluncurkan pesawat ruang angkasa sipil untuk kepentingan 'damai'. Analis percaya pesawat itu benar-benar dapat diarahkan dengan hulu ledak nuklir yang akan mampu menghindari pertahanan rudal yang ada.
Para ilmuwan telah menentukan bahwa sistem pemboman orbital memberi China lebih banyak cara untuk mencapai target di AS.
Uji coba rudal hipersonik ini terungkap ketika China tengah membangun kekuatan nuklirnya, dengan cara yang menunjukkan bahwa negara itu dapat membalikkan postur "pencegahan minimum" yang telah diadopsi sebelumnya.
Baik Rusia dan AS telah mengeksplorasi senjata hipersonik dalam beberapa tahun terakhir, tetapi para ahli mengatakan tindakan balasan China adalah bukti bahwa teknologi Beijing lebih maju daripada Kremlin atau Pentagon.
Sebagai tanggapan, AS telah mengumumkan akan melipatgandakan hulu ledak nuklirnya menjadi sebanyak 1.000 senjata selama sepuluh tahun ke depan.
Lebih jauh, ia menuding bahwa teknologi itu diberikan oleh seorang pejabat di jaman Presiden Barack Obama .
"Anda tahu, seseorang memberikan kepada mereka, selama Pemerintahan Obama, semua yang kami miliki terkait hipersonik," kata Trump dalam acara radio Hugh Hewitt pada Rabu lalu.
"Dan Rusia yang melakukannya, dan apa yang saya lakukan adalah program mengejar ketertinggalan. Dan Kami sebagian besar telah menyusulnya. Tapi yang terjadi adalah Rusia mendapatkannya dan China mungkin mendapatkannya dari Rusia," tuturnya seperti dilansir dari Daily Mail, Jumat (10/12/2021).
Dalam kesempatan itu, Trump meragukan jika China memiliki kemampuan untuk membuat rudal hipersonik.
"Saya ragu mereka melakukannya sendiri," katanya. "Mereka mendapatkannya mungkin dari Rusia, mungkin dari mata-mata jahat di Amerika Serikat," ia melanjutkan.
Trump sendiri tidak memberikan bukti atas tuduhannya ini. Para pejabat AS pun belum memberikan komentar tentang klaim bahwa rahasia terkait rudal hipersonik dicuri ketika Baracak Obama masih menjabat.
Pada September 2020, Gedung Putih telah mengakui jika AS berusaha mengejar ketertinggalan mereka dari China dan Rusia dalam urusan teknologi hipersonik.
Pada bulan Juli lalu, China melakukan uji coba senjata hipersonik dengan rudal yang ditembakkan dengan kecepatan lima kali kecepatan suara. Kendaraan luncur hipersonik - sebuah pesawat ruang angkasa dengan kemampuan untuk membawa hulu ledak nuklir - menembakkan rudal di tengah penerbangan di atas Laut Cina Selatan, membuat ilmuwan Pentagon merasa kecolongan.
Para ahli di Darpa - lembaga penelitian lanjutan Pentagon, merasa bingung bagaimana China mampu menentang batasan fisika untuk menembakkan senjata dari kendaraan yang melaju dengan kecepatan hipersonik, Financial Times melaporkan.
China dilaporkan telah mengerjakan senjata hipersonik alih-alih rudal balistik antarbenua biasa, yang bergerak dalam busur yang dapat diprediksi dan dapat dilacak oleh radar, menurut CBS.
Senjata hipersonik jauh lebih sulit ditangkap radar karena bergerak lebih dekat ke permukaan planet.
Kepala Staf Gabungan AS Jenderal John Hyten menyebut mereka sebagai senjata yang digunakan pertama kali dan percaya bahwa China suatu hari nanti dapat menggunakan teknologi itu untuk meluncurkan serangan nuklir kejutan ke AS.
"Mereka terlihat seperti senjata yang digunakan pertama kali," kata Hyten kepada CBS News. "Seperti itulah senjata-senjata itu bagiku," sambungnya.
China kemudian meluncurkan tes kedua pada 13 Agustus dan itu melibatkan kendaraan meluncur hipersonik yang serupa dengan yang diluncurkan ke luar angkasa di atas roket Long March pada bulan Juli lalu.
Beijing mengakui salah satu tes tetapi mengklaim meluncurkan pesawat ruang angkasa sipil untuk kepentingan 'damai'. Analis percaya pesawat itu benar-benar dapat diarahkan dengan hulu ledak nuklir yang akan mampu menghindari pertahanan rudal yang ada.
Para ilmuwan telah menentukan bahwa sistem pemboman orbital memberi China lebih banyak cara untuk mencapai target di AS.
Uji coba rudal hipersonik ini terungkap ketika China tengah membangun kekuatan nuklirnya, dengan cara yang menunjukkan bahwa negara itu dapat membalikkan postur "pencegahan minimum" yang telah diadopsi sebelumnya.
Baik Rusia dan AS telah mengeksplorasi senjata hipersonik dalam beberapa tahun terakhir, tetapi para ahli mengatakan tindakan balasan China adalah bukti bahwa teknologi Beijing lebih maju daripada Kremlin atau Pentagon.
Sebagai tanggapan, AS telah mengumumkan akan melipatgandakan hulu ledak nuklirnya menjadi sebanyak 1.000 senjata selama sepuluh tahun ke depan.
(ian)