Meta Hapus 100 Akun yang Terkait dengan Bisnis Militer Myanmar

Kamis, 09 Desember 2021 - 23:10 WIB
loading...
Meta Hapus 100 Akun...
Ilustrasi. FOTO/Reuters
A A A
YANGON - Raksasa media sosial, Meta mengumumkan bahwa mereka akan melarang semua bisnis yang dikendalikan militer Myanmar untuk hadir di platformnya. Sebelumnya, perusahaan yang dulu dikenal sebagai Facebook telah mengumumkan pada Februari, bahwa mereka akan menghentikan semua entitas yang terkait dengan militer Myanmar untuk beriklan di platformnya.

"Tindakan ini didasarkan pada dokumentasi ekstensif oleh komunitas internasional dan masyarakat sipil dari peran langsung bisnis ini dalam mendanai Tatmadaw (nama resmi militer Myanmar)," kata Rafael Frankel, direktur kebijakan publik Meta Pasifik untuk negara-negara berkembang, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (8/12/2021).



Militer menggulingkan pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis dalam kudeta pada Februari. Kudeta ini memicu protes luas, yang mengarah pada tindakan keras yang telah menewaskan lebih dari 700 warga sipil.

Frankel mengatakan kepada Reuters bahwa mereka telah menghapus lebih dari 100 akun, halaman, dan grup yang terkait dengan bisnis yang dikendalikan militer. Meta mengidentifikasi perusahaan berdasarkan laporan tahun 2019 dari Misi Pencari Fakta PBB di Myanmar, penelitian dari kelompok aktivis Justice for Myanmar dan Burma Campaign UK, serta konsultasi dengan masyarakat sipil.



Pekan lalu, Meta menghadapi gugatan USD150 miliar dari pengungsi Rohingya, yang mengklaim platform Facebook mempromosikan kekerasan terhadap minoritas. Pada tahun 2017, sekitar 10.000 Muslim Rohingya terbunuh dalam tindakan keras militer di Myanmar.

Frankel tidak mengomentari gugatan itu, tetapi mengaku terkejut dengan kejahatan yang dilakukan militer terhadap orang-orang Rohingya di Myanmar.

"Kami telah membangun tim khusus yang terdiri dari pembicara Burma, melarang Tatmadaw, mengganggu jaringan yang memanipulasi debat publik dan mengambil tindakan atas kesalahan informasi yang berbahaya untuk membantu menjaga orang tetap aman," jelasnya.
(esn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1597 seconds (0.1#10.140)