Bersembunyi di Brasil, Hakim Perempuan Afghanistan Masih Takut Pada Ancaman Taliban
loading...
A
A
A
“Mereka menangis bersama kami, kami tahu mereka bisa merasakan perasaan kami,” kata hakim perempuan itu dengan berlinang air mata.
Ketiga anak Muska, termasuk seorang balita, juga mengalami kesulitan beradaptasi. Ia dulu memiliki orang tua dan pengasuh untuk membantu, tetapi di Brasil dia sebagian besar melakukannya sendirian, sambil mengkhawatirkan masa depannya, dan masa depan mereka.
Anak-anaknya terlihat senang dan energik saat mereka berlari dan melompat di taman bermain umum, berbicara bahasa Dari di antara mereka sendiri. Tetapi Muska mengatakan putri sulungnya memiliki pertanyaan yang tidak bisa dia jawab.
“Dia selalu bertanya tentang orang tua saya, teman-temannya, sepupunya,” ungkap Muska. “Dia selalu bertanya kepada kami tentang Taliban, apakah mereka akan membunuh kami,” imbuhnya.
Terlepas dari kesulitannya, Muska mengatakan dia yakin masa depan akan lebih cerah bagi anak-anaknya daripada mereka yang masih di Afghanistan.
“Saya punya harapan untuk mereka. Bahwa mereka memiliki studi mereka dalam situasi yang baik, dalam sistem pendidikan yang baik,”katanya.
"Mereka akan memiliki pilihan mereka tentang apa yang bisa mereka lakukan," pungkasnya.
Hakim Renata Gil, kepala Asosiasi Magistrat Brasil yang mensponsori para pengungsi, mengatakan orang-orang Afghanistan tiba dalam ketakutan, masih merasa terancam.
“Mereka dikejar karena mereka menghukum pejuang Taliban,” katanya sambil mencatat bahwa dia sendiri telah menerima ancaman pembunuhan karena menghukum pengedar narkoba.
Ketiga anak Muska, termasuk seorang balita, juga mengalami kesulitan beradaptasi. Ia dulu memiliki orang tua dan pengasuh untuk membantu, tetapi di Brasil dia sebagian besar melakukannya sendirian, sambil mengkhawatirkan masa depannya, dan masa depan mereka.
Anak-anaknya terlihat senang dan energik saat mereka berlari dan melompat di taman bermain umum, berbicara bahasa Dari di antara mereka sendiri. Tetapi Muska mengatakan putri sulungnya memiliki pertanyaan yang tidak bisa dia jawab.
“Dia selalu bertanya tentang orang tua saya, teman-temannya, sepupunya,” ungkap Muska. “Dia selalu bertanya kepada kami tentang Taliban, apakah mereka akan membunuh kami,” imbuhnya.
Terlepas dari kesulitannya, Muska mengatakan dia yakin masa depan akan lebih cerah bagi anak-anaknya daripada mereka yang masih di Afghanistan.
“Saya punya harapan untuk mereka. Bahwa mereka memiliki studi mereka dalam situasi yang baik, dalam sistem pendidikan yang baik,”katanya.
"Mereka akan memiliki pilihan mereka tentang apa yang bisa mereka lakukan," pungkasnya.
Hakim Renata Gil, kepala Asosiasi Magistrat Brasil yang mensponsori para pengungsi, mengatakan orang-orang Afghanistan tiba dalam ketakutan, masih merasa terancam.
“Mereka dikejar karena mereka menghukum pejuang Taliban,” katanya sambil mencatat bahwa dia sendiri telah menerima ancaman pembunuhan karena menghukum pengedar narkoba.