Profil Sheikh Saleh al-Thalib, Imam Masjidil Haram yang Ditangkap Arab Saudi
loading...
A
A
A
RIYADH - Penangkapan Imam Masjidil Haram Sheikh Saleh al-Thalib oleh otoritas Arab Saudi pada 2018 mengejutkan banyak orang di penjuru dunia. Penangkapan itu diungkap kelompok aktivis Prisoners of Conscience.
Prisoners of Conscience merupakan kelompok yang memantau dan mendokumentasikan penangkapan para pengkhotbah dan ulama Arab Saudi.
Penangkapan itu terjadi pada 19 Agustus 2018. Sheikh Saleh al-Thalib ditangkap setelah menyampaikan dakwah yang mengkritik acara publik yang mencampurkan kaum wanita dan pria.
Baca Juga: Saudi Tangkap Imam Masjidil Haram Makkah, Sheikh Saleh al-Taleb
Media Timur Tengah, Khaleej melaporkan bahwa dalam ceramahnya, Thalib mencemooh pembauran lelaki dan perempuan yang bukan muhrim dalam konser dan acara hiburan lainnya.
Meskipun tidak ada kritik langsung terhadap Kerajaan Arab Saudi, namun kerajaan Arab Saudi telah melonggarkan aturan mengenai kehadiran wanita di acara publik.
Beberapa saat setelah penangkapan Sheikh Saleh al-Thalib, akun Twitternya yang berbahasa Arab dan Inggris telah dinonaktifkan.
"Kami mengonfirmasi penangkapan Imam (Masjidil) Haram Sheikh Dr Saleh al Thalib, dan dikatakan bahwa alasan penangkapan adalah ceramah tentang melakukan kejahatan dan kewajiban dalam Islam untuk menentang hal itu di depan umum!" tulis kelompok Prisoners of Conscie via akun Twitter-nya, @m3takl_en saat itu.
Yahya Assiri, seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) Saudi yang berbasis di Inggris, mengatakan kepada Al Jazeera, "Pihak kerajaan melihat semua orang yang berpengaruh dan hadir di tempat kejadian."
"Bahkan mereka yang tetap diam atau berjanji setia kepada negara, bahkan mereka yang telah menghimpun otoritas dan inisiatif mereka, ini tidak aman," ujar dia, yang dilansir Kamis (23/8/2018).
Sejak Mohammad bin Salman, juga dikenal sebagai MBS, menjadi Putra Mahkota Saudi pada Juni 2017, puluhan imam, aktivis hak-hak perempuan dan anggota keluarga kerajaan telah ditahan.
Di antara mereka yang ditangkap adalah ulama Islam terkemuka Salman al-Awdah, Awad al-Qarni, Farhan al-Malki, Mostafa Hassan dan Safar al-Hawali.
Al-Awdah dan al-Qarni, yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, ditangkap September 2017 dan dituduh memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, kelompok yang dinyatakan Arab Saudi sebagai organisasi teroris.
Sedangkan al-Hawali ditahan setelah menerbitkan buku setebal 3.000 halaman yang menyerang bin Salman dan keluarga kerajaan yang berkuasa atas hubungan mereka dengan Israel. Dia menyebutnya sebagai pengkhianatan.
Awal tahun 2018, Mohammad bin Salman melunakkan sikap kerajaan terhadap Israel dengan mengatakan kepada majalah Atlantic yang berbasis di Amerika Serikat bahwa, "Israel memiliki hak atas tanah mereka sendiri dan ada banyak kepentingan yang kami (Arab Saudi) bagikan dengan Israel."
Pada Maret 2018, Riyadh memberikan izin operator penerbangan nasional India untuk menggunakan wilayah udaranya untuk mengoperasikan pesawatnya terbang langsung antara New Delhi dan Tel Aviv dengan melewati wilayah udara Saudi.
Prisoners of Conscience merupakan kelompok yang memantau dan mendokumentasikan penangkapan para pengkhotbah dan ulama Arab Saudi.
Penangkapan itu terjadi pada 19 Agustus 2018. Sheikh Saleh al-Thalib ditangkap setelah menyampaikan dakwah yang mengkritik acara publik yang mencampurkan kaum wanita dan pria.
Baca Juga: Saudi Tangkap Imam Masjidil Haram Makkah, Sheikh Saleh al-Taleb
Media Timur Tengah, Khaleej melaporkan bahwa dalam ceramahnya, Thalib mencemooh pembauran lelaki dan perempuan yang bukan muhrim dalam konser dan acara hiburan lainnya.
Meskipun tidak ada kritik langsung terhadap Kerajaan Arab Saudi, namun kerajaan Arab Saudi telah melonggarkan aturan mengenai kehadiran wanita di acara publik.
Beberapa saat setelah penangkapan Sheikh Saleh al-Thalib, akun Twitternya yang berbahasa Arab dan Inggris telah dinonaktifkan.
"Kami mengonfirmasi penangkapan Imam (Masjidil) Haram Sheikh Dr Saleh al Thalib, dan dikatakan bahwa alasan penangkapan adalah ceramah tentang melakukan kejahatan dan kewajiban dalam Islam untuk menentang hal itu di depan umum!" tulis kelompok Prisoners of Conscie via akun Twitter-nya, @m3takl_en saat itu.
Yahya Assiri, seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) Saudi yang berbasis di Inggris, mengatakan kepada Al Jazeera, "Pihak kerajaan melihat semua orang yang berpengaruh dan hadir di tempat kejadian."
"Bahkan mereka yang tetap diam atau berjanji setia kepada negara, bahkan mereka yang telah menghimpun otoritas dan inisiatif mereka, ini tidak aman," ujar dia, yang dilansir Kamis (23/8/2018).
Sejak Mohammad bin Salman, juga dikenal sebagai MBS, menjadi Putra Mahkota Saudi pada Juni 2017, puluhan imam, aktivis hak-hak perempuan dan anggota keluarga kerajaan telah ditahan.
Di antara mereka yang ditangkap adalah ulama Islam terkemuka Salman al-Awdah, Awad al-Qarni, Farhan al-Malki, Mostafa Hassan dan Safar al-Hawali.
Al-Awdah dan al-Qarni, yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, ditangkap September 2017 dan dituduh memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, kelompok yang dinyatakan Arab Saudi sebagai organisasi teroris.
Sedangkan al-Hawali ditahan setelah menerbitkan buku setebal 3.000 halaman yang menyerang bin Salman dan keluarga kerajaan yang berkuasa atas hubungan mereka dengan Israel. Dia menyebutnya sebagai pengkhianatan.
Awal tahun 2018, Mohammad bin Salman melunakkan sikap kerajaan terhadap Israel dengan mengatakan kepada majalah Atlantic yang berbasis di Amerika Serikat bahwa, "Israel memiliki hak atas tanah mereka sendiri dan ada banyak kepentingan yang kami (Arab Saudi) bagikan dengan Israel."
Pada Maret 2018, Riyadh memberikan izin operator penerbangan nasional India untuk menggunakan wilayah udaranya untuk mengoperasikan pesawatnya terbang langsung antara New Delhi dan Tel Aviv dengan melewati wilayah udara Saudi.
(sya)