Media China: Taiwan dan AS Tidak Mengubah Arah, Perang Akan Pecah
loading...
A
A
A
BEIJING - Media pemerintah China memperingatkan ketika ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China mengenai masa depan Taiwan terus berlanjut "pertarungan militer akan terjadi." Mereka pun menggambarkan skenario yang mungkin terjadi sebagai "perjuangan hidup dan mati" antara negara-negara.
The Global Times, yang diterbitkan oleh Partai Komunis China yang berkuasa, menerbitkan artikel opini pada hari Jumat setelah pejabat militer AS semakin memperingatkan tentang ancaman China terhadap otonomi Taiwan. Editorial tersebut menyoroti pernyataan dari Sekretaris Angkatan Laut AS Carlos Del Toro, yang pekan lalu menyatakan keprihatinannya tentang "ekspansi cepat" angkatan laut China.
Taiwan, sebuah negara kepulauan, diklaim oleh China di bawah prinsip konstitusional "satu negara, dua sistem". Namun, negara Asia Timur yang dikelola secara demokratis itu telah beroperasi secara otonomi dan dukungan AS selama beberapa dekade. Dalam beberapa tahun terakhir, para analis semakin memperingatkan bahwa Beijing dapat bergerak secara militer untuk mengambil alih pulau itu dengan paksa.
“Kita perlu membuat AS sadar bahwa tidak peduli ancaman apa yang ditimbulkannya atau kekuatan yang digunakannya, reunifikasi China pada akhirnya akan terjadi. Menetapkan batu sandungan untuk reunifikasi melintasi Selat akan berarti konfrontasi mendasar,” editorial The Global Times memperingatkan seperti dikutip dari Newsweek, Minggu (7/11/2021).
Meskipun publikasi tersebut mengatakan bahwa China tidak tertarik pada perlombaan senjata dengan AS, media tersebut menegaskan bahwa Beijing lebih dari mampu untuk melawan negara saingannya itu.
“Kemampuan China untuk mengalahkan intervensi militer AS di kawasan ini cukup dijamin oleh kemauan dan sumber daya strategisnya,” bunyi editorial itu.
"Setiap langkah untuk memblokir reunifikasi China ditakdirkan untuk menghasilkan perjuangan hidup dan mati, yang harus diperjuangkan AS sambil mengorbankan nyawa orang Amerika," tabloid China itu memperingatkan.
"Perjuangan itu jelas bukan sesuatu yang bisa diselesaikan dengan mengucurkan lebih banyak uang atau menjatuhkan sanksi," sambung tulisan itu.
"Jika AS terus mendorong pihak berwenang Taiwan untuk mengambil jalan mereka sendiri, pertikaian militer akan datang pada akhirnya. Ketika hari itu tiba, biarkan pertarungan knock-down, drag-out memutuskan segalanya," artikel opini tersebut menegaskan.
Artikel itu muncul ketika China pada hari Jumat mengumumkan bahwa mereka yang mempromosikan kemerdekaan Taiwan akan dijatuhkan pidana seumur hidup. Hukuman itu akan meluas ke banyak pejabat dan pemimpin yang saat ini memerintah Taiwan.
Kantor Urusan Taiwan China secara khusus menyebut Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang, Ketua Parlemen You Si-kun, dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu sebagai "pro-kemerdekaan Taiwan yang keras kepala." Para pemimpin Taiwan akan masuk daftar hitam memasuki daratan China, serta wilayah administratif Hong Kong dan Makau.
Di sisi lain pemimpin redaksi Global Times menerbitkan artikel opini terpisah pada hari Jumat yang secara khusus mengejek Joseph Wu, setelah dia mengatakan kepada media Polandia bahwa dia akan "mengambil senjata" dan melawan China dengan tangannya sendiri jika negara itu menyerang Taiwan.
"Diyakini jika perang pecah, dia pasti salah satu 'elit' pertama di pulau itu yang melarikan diri dari Taiwan dan menuju AS atau negara Barat lainnya. Orang-orang seperti dia pasti sudah membuat rencana untuk melarikan diri sejak lama," tulis editor top publikasi tersebut, Hu Xijin.
The Global Times, yang diterbitkan oleh Partai Komunis China yang berkuasa, menerbitkan artikel opini pada hari Jumat setelah pejabat militer AS semakin memperingatkan tentang ancaman China terhadap otonomi Taiwan. Editorial tersebut menyoroti pernyataan dari Sekretaris Angkatan Laut AS Carlos Del Toro, yang pekan lalu menyatakan keprihatinannya tentang "ekspansi cepat" angkatan laut China.
Taiwan, sebuah negara kepulauan, diklaim oleh China di bawah prinsip konstitusional "satu negara, dua sistem". Namun, negara Asia Timur yang dikelola secara demokratis itu telah beroperasi secara otonomi dan dukungan AS selama beberapa dekade. Dalam beberapa tahun terakhir, para analis semakin memperingatkan bahwa Beijing dapat bergerak secara militer untuk mengambil alih pulau itu dengan paksa.
“Kita perlu membuat AS sadar bahwa tidak peduli ancaman apa yang ditimbulkannya atau kekuatan yang digunakannya, reunifikasi China pada akhirnya akan terjadi. Menetapkan batu sandungan untuk reunifikasi melintasi Selat akan berarti konfrontasi mendasar,” editorial The Global Times memperingatkan seperti dikutip dari Newsweek, Minggu (7/11/2021).
Meskipun publikasi tersebut mengatakan bahwa China tidak tertarik pada perlombaan senjata dengan AS, media tersebut menegaskan bahwa Beijing lebih dari mampu untuk melawan negara saingannya itu.
“Kemampuan China untuk mengalahkan intervensi militer AS di kawasan ini cukup dijamin oleh kemauan dan sumber daya strategisnya,” bunyi editorial itu.
"Setiap langkah untuk memblokir reunifikasi China ditakdirkan untuk menghasilkan perjuangan hidup dan mati, yang harus diperjuangkan AS sambil mengorbankan nyawa orang Amerika," tabloid China itu memperingatkan.
"Perjuangan itu jelas bukan sesuatu yang bisa diselesaikan dengan mengucurkan lebih banyak uang atau menjatuhkan sanksi," sambung tulisan itu.
"Jika AS terus mendorong pihak berwenang Taiwan untuk mengambil jalan mereka sendiri, pertikaian militer akan datang pada akhirnya. Ketika hari itu tiba, biarkan pertarungan knock-down, drag-out memutuskan segalanya," artikel opini tersebut menegaskan.
Artikel itu muncul ketika China pada hari Jumat mengumumkan bahwa mereka yang mempromosikan kemerdekaan Taiwan akan dijatuhkan pidana seumur hidup. Hukuman itu akan meluas ke banyak pejabat dan pemimpin yang saat ini memerintah Taiwan.
Kantor Urusan Taiwan China secara khusus menyebut Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang, Ketua Parlemen You Si-kun, dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu sebagai "pro-kemerdekaan Taiwan yang keras kepala." Para pemimpin Taiwan akan masuk daftar hitam memasuki daratan China, serta wilayah administratif Hong Kong dan Makau.
Di sisi lain pemimpin redaksi Global Times menerbitkan artikel opini terpisah pada hari Jumat yang secara khusus mengejek Joseph Wu, setelah dia mengatakan kepada media Polandia bahwa dia akan "mengambil senjata" dan melawan China dengan tangannya sendiri jika negara itu menyerang Taiwan.
"Diyakini jika perang pecah, dia pasti salah satu 'elit' pertama di pulau itu yang melarikan diri dari Taiwan dan menuju AS atau negara Barat lainnya. Orang-orang seperti dia pasti sudah membuat rencana untuk melarikan diri sejak lama," tulis editor top publikasi tersebut, Hu Xijin.
(ian)