China Tuduh Balik AS: Amerika Sumber Terbesar Ancaman Nuklir Global!
loading...
A
A
A
BEIJING - China mengajukan protes resmi kepada Amerika Serikat (AS) atas penilaian potensi perang terbaru Pentagon terhadap militer Beijing. Penilaian itu salah satunya memprediksi Beijing akan memiliki 1.000 hulu ledak nuklir pada 2030 mendatang.
Dalam protesnya, Kementerian Pertahanan China mengatakan bukan Beijing tetapi Washington yang menjadi ancaman bagi dunia.
"AS adalah [sumber] terbesar dari ancaman nuklir global,” bunyi pernyataan kementerian tersebut pada hari Jumat, sebagaimana dilansir dari Russia Today, Sabtu (6/11/2021).
Kementerian tersebut menambahkan bahwa Amerika memiliki persenjataan nuklir yang lebih besar, dan baru-baru ini mempercepat modernisasinya di bidang kemampuan nuklir serta operasi siber dan ruang angkasa.
Menurut Departemen Luar Negeri AS, pada September 2020, Washington memiliki 3.750 hulu ledak nuklir.
Kementerian Pertahanan China mengatakan strategi dan kebijakan militer China murni defensif dan kemajuan militernya ditujukan semata-mata untuk menjaga kedaulatan, keamanan, dan pembangunan nasionalnya. "Itu tidak menimbulkan ancaman bagi negara mana pun," katanya.
Sebelumnya, Pentagon atau Departemen Pertahanan AS dalam laporan tahunan untuk tahun 2021 merinci perkembangan militer dan keamanan militer China. Di dalamnya, Pentagon menyatakan keprihatinan khusus tentang potensi nuklir China yang berkembang pesat, dan mengatakan bahwa Beijing berniat untuk memiliki setidaknya 1.000 hulu ledak nuklir pada tahun 2030–melebihi penilaian Washington sebelumnya.
Menurut China, laporan tentang peningkatan ancaman militer Beijing dibuat dengan sengaja, dan menyebut fakta bahwa Pentagon mengeluarkan laporan awal tentang potensi militer China sebagai tindakan hegemonisme.
China lebih lanjut menyoroti Amerika yang justru mengikis perannya dalam menjaga keamanan internasional. Sebagai contoh, Amerika secara tidak hati-hati telah menarik diri dari Perjanjian Pasukan Nuklir Jarak Menengah (INF) 1987, sehingga secara artifisial menciptakan risiko serius bagi kontrol senjata internasional.
Perjanjian INF, yang ditandatangani AS dengan Uni Soviet, melarang kedua negara memiliki rudal balistik atau jelajah darat dan peluncur rudal dengan jarak antara 500 km (300 mil) dan 5.500 km (3.400 mil). Washington menarik diri darinya pada 2019, di bawah Presiden Donald Trump, sambil menyalahkan Rusia karena diduga melanggar perjanjian itu—tuduhan yang berulang kali dibantah Moskow.
Beijing juga memperingatkan AS agar tidak ikut campur dalam “urusan dalam negerinya”, termasuk masalah Taiwan. Pada hari Rabu, Jenderal Mark Milley, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengatakan pasukan Amerika memiliki kemampuan untuk mempertahankan pulau itu, jika China berusaha merebutnya.
Dalam protesnya, Kementerian Pertahanan China mengatakan bukan Beijing tetapi Washington yang menjadi ancaman bagi dunia.
"AS adalah [sumber] terbesar dari ancaman nuklir global,” bunyi pernyataan kementerian tersebut pada hari Jumat, sebagaimana dilansir dari Russia Today, Sabtu (6/11/2021).
Kementerian tersebut menambahkan bahwa Amerika memiliki persenjataan nuklir yang lebih besar, dan baru-baru ini mempercepat modernisasinya di bidang kemampuan nuklir serta operasi siber dan ruang angkasa.
Menurut Departemen Luar Negeri AS, pada September 2020, Washington memiliki 3.750 hulu ledak nuklir.
Kementerian Pertahanan China mengatakan strategi dan kebijakan militer China murni defensif dan kemajuan militernya ditujukan semata-mata untuk menjaga kedaulatan, keamanan, dan pembangunan nasionalnya. "Itu tidak menimbulkan ancaman bagi negara mana pun," katanya.
Sebelumnya, Pentagon atau Departemen Pertahanan AS dalam laporan tahunan untuk tahun 2021 merinci perkembangan militer dan keamanan militer China. Di dalamnya, Pentagon menyatakan keprihatinan khusus tentang potensi nuklir China yang berkembang pesat, dan mengatakan bahwa Beijing berniat untuk memiliki setidaknya 1.000 hulu ledak nuklir pada tahun 2030–melebihi penilaian Washington sebelumnya.
Menurut China, laporan tentang peningkatan ancaman militer Beijing dibuat dengan sengaja, dan menyebut fakta bahwa Pentagon mengeluarkan laporan awal tentang potensi militer China sebagai tindakan hegemonisme.
China lebih lanjut menyoroti Amerika yang justru mengikis perannya dalam menjaga keamanan internasional. Sebagai contoh, Amerika secara tidak hati-hati telah menarik diri dari Perjanjian Pasukan Nuklir Jarak Menengah (INF) 1987, sehingga secara artifisial menciptakan risiko serius bagi kontrol senjata internasional.
Perjanjian INF, yang ditandatangani AS dengan Uni Soviet, melarang kedua negara memiliki rudal balistik atau jelajah darat dan peluncur rudal dengan jarak antara 500 km (300 mil) dan 5.500 km (3.400 mil). Washington menarik diri darinya pada 2019, di bawah Presiden Donald Trump, sambil menyalahkan Rusia karena diduga melanggar perjanjian itu—tuduhan yang berulang kali dibantah Moskow.
Beijing juga memperingatkan AS agar tidak ikut campur dalam “urusan dalam negerinya”, termasuk masalah Taiwan. Pada hari Rabu, Jenderal Mark Milley, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengatakan pasukan Amerika memiliki kemampuan untuk mempertahankan pulau itu, jika China berusaha merebutnya.
(min)