Serang Demonstran, Mantan Bodyguard Macron Dihukum 3 Tahun Penjara
loading...
A
A
A
PARIS - Mantan bodyguard atau pengawal Presiden Prancis Emmanuel Macron dihukum tiga tahun penjara karena menyerang dua demonstran muda selama protes anti-kapitalis pada 2018. Insiden itu telah menyebabkan rasa malu yang mendalam bagi sang presiden.
Vonis pengadilan dijatuhkan pada Alexandre Benalla pada Jumat (5/11/2021). Meski dihukum tiga tahun penjara, dia tidak akan mendekam di sel tahanan karena pengadilan menangguhkan dua dari tiga tahun hukuman dan memerintahkannya untuk memakai gelang elektronik selama satu tahun.
Mantan bodyguard Macron ini juga dinyatakan bersalah karena memalsukan dokumen dan secara ilegal membawa senjata api.
Macron, yang telah menjaga integritas di kantor sebagai landasan kampanye pemilu tahun 2017, memecat Benalla setelah sebuah video muncul yang menunjukkan dia menyerang seorang pria muda dan mencengkeram leher seorang wanita muda selama protes May Day di Paris 2018.
Mantan bodyguard yang kini berusia 30 tahun itu mengenakan helm polisi saat berkasi, meski hanya diberi izin berada di lokasi demo sebagai pengamat.
Kasusnya dikenal sebagai "Benallagate", yang kemudian menjadi ujian besar pertama untuk kepresidenan Macron. Sang presiden telah dituduh menutup-nutupi kasus penyerangan itu karena gagal melaporkan Benalla ke polisi sampai akhirnya harian Prancis Le Monde mengungkapkan keberadaan video itu dua bulan setelah insiden.
Benalla membantah tuduhan di persidangannya, mengatakan dia telah bertindak secara refleks untuk membantu petugas menangkap pengunjuk rasa yang nakal.
Benalla mulai bekerja sebagai pengawal Macron pada tahun 2016 dan dipromosikan ke peran keamanan senior setelah kemenangan Macron pada pemilu Mei 2017, menjadi orang kepercayaan dan tangan kanan yang terlihat di sisi Macron dalam banyak foto.
Setelah skandal itu pecah, Benalla juga mengaku membawa pistol saat jalan-jalan dengan Macron, meskipun ia hanya diizinkan memilikinya di dalam markas partai Macron, di mana ia dijuluki "Rambo".
Penyelidik menemukan bahwa dia terus menggunakan paspor diplomatik untuk perjalanan ke Afrika dan Israel, di mana dia mencoba membangun bisnis konsultasi.
Dia juga dinyatakan bersalah menggunakan dokumen palsu untuk mendapatkan salah satu paspor.
Membacakan putusan, hakim ketua Isabelle Prevost-Desprez mengatakan bahwa Benalla tampaknya percaya dia dapat bertindak dengan "kekebalan hukum" dan "merasa sangat berkuasa" selama dan setelah pekerjaannya untuk presiden.
“Anda diberi kekuatan tertentu, itu nyata sejauh pekerjaan Anda berjalan, dan diasumsikan karena Anda dekat dengan presiden,” katanya, seperti dikutip AFP, Sabtu (6/11/2021).
"Anda mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepada Anda melalui penunjukan ini."
Seorang mantan pejabat kampanye senior menggambarkan Benalla sebagai seseorang yang dapat menyelesaikan semua masalah praktis dengan sangat efisien. "Dia memikirkan segalanya, dia adalah pisau Swiss Army kami," kata mantan pejabat yang menolak dikutip namanya tersebut.
Dia juga mendapatkan fasilitas yang biasanya disediakan untuk pejabat tinggi administrasi, termasuk apartemen di dekat Istana Elysee dan akses ke Majelis Nasional serta pusat kebugaran dan perpustakaan pribadinya.
Pemerintah Macron selamat dari dua mosi tidak percaya di parlemen setelah skandal itu, tetapi panel investigasi Senat yang menanyai para pembantu utama Macron menemukan “kelemahan besar” dalam penanganan urusan tersebut oleh pemerintah.
Hukuman pada hari Jumat lebih berat daripada hukuman yang diminta oleh jaksa yang telah meminta penangguhan hukuman penjara selama 18 bulan untuk Benalla selama persidangannya pada bulan September.
Vonis pengadilan dijatuhkan pada Alexandre Benalla pada Jumat (5/11/2021). Meski dihukum tiga tahun penjara, dia tidak akan mendekam di sel tahanan karena pengadilan menangguhkan dua dari tiga tahun hukuman dan memerintahkannya untuk memakai gelang elektronik selama satu tahun.
Mantan bodyguard Macron ini juga dinyatakan bersalah karena memalsukan dokumen dan secara ilegal membawa senjata api.
Macron, yang telah menjaga integritas di kantor sebagai landasan kampanye pemilu tahun 2017, memecat Benalla setelah sebuah video muncul yang menunjukkan dia menyerang seorang pria muda dan mencengkeram leher seorang wanita muda selama protes May Day di Paris 2018.
Mantan bodyguard yang kini berusia 30 tahun itu mengenakan helm polisi saat berkasi, meski hanya diberi izin berada di lokasi demo sebagai pengamat.
Kasusnya dikenal sebagai "Benallagate", yang kemudian menjadi ujian besar pertama untuk kepresidenan Macron. Sang presiden telah dituduh menutup-nutupi kasus penyerangan itu karena gagal melaporkan Benalla ke polisi sampai akhirnya harian Prancis Le Monde mengungkapkan keberadaan video itu dua bulan setelah insiden.
Benalla membantah tuduhan di persidangannya, mengatakan dia telah bertindak secara refleks untuk membantu petugas menangkap pengunjuk rasa yang nakal.
Benalla mulai bekerja sebagai pengawal Macron pada tahun 2016 dan dipromosikan ke peran keamanan senior setelah kemenangan Macron pada pemilu Mei 2017, menjadi orang kepercayaan dan tangan kanan yang terlihat di sisi Macron dalam banyak foto.
Setelah skandal itu pecah, Benalla juga mengaku membawa pistol saat jalan-jalan dengan Macron, meskipun ia hanya diizinkan memilikinya di dalam markas partai Macron, di mana ia dijuluki "Rambo".
Penyelidik menemukan bahwa dia terus menggunakan paspor diplomatik untuk perjalanan ke Afrika dan Israel, di mana dia mencoba membangun bisnis konsultasi.
Dia juga dinyatakan bersalah menggunakan dokumen palsu untuk mendapatkan salah satu paspor.
Membacakan putusan, hakim ketua Isabelle Prevost-Desprez mengatakan bahwa Benalla tampaknya percaya dia dapat bertindak dengan "kekebalan hukum" dan "merasa sangat berkuasa" selama dan setelah pekerjaannya untuk presiden.
“Anda diberi kekuatan tertentu, itu nyata sejauh pekerjaan Anda berjalan, dan diasumsikan karena Anda dekat dengan presiden,” katanya, seperti dikutip AFP, Sabtu (6/11/2021).
"Anda mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepada Anda melalui penunjukan ini."
Seorang mantan pejabat kampanye senior menggambarkan Benalla sebagai seseorang yang dapat menyelesaikan semua masalah praktis dengan sangat efisien. "Dia memikirkan segalanya, dia adalah pisau Swiss Army kami," kata mantan pejabat yang menolak dikutip namanya tersebut.
Dia juga mendapatkan fasilitas yang biasanya disediakan untuk pejabat tinggi administrasi, termasuk apartemen di dekat Istana Elysee dan akses ke Majelis Nasional serta pusat kebugaran dan perpustakaan pribadinya.
Pemerintah Macron selamat dari dua mosi tidak percaya di parlemen setelah skandal itu, tetapi panel investigasi Senat yang menanyai para pembantu utama Macron menemukan “kelemahan besar” dalam penanganan urusan tersebut oleh pemerintah.
Hukuman pada hari Jumat lebih berat daripada hukuman yang diminta oleh jaksa yang telah meminta penangguhan hukuman penjara selama 18 bulan untuk Benalla selama persidangannya pada bulan September.
(min)