Pemimpin Taliban: Hukum Syariah Akan Berlaku di Afghanistan
loading...
A
A
A
KABUL - Pemimpin Taliban , Hibatullah Akhundzada mengatakan, hukum Syariah akan berlaku di Afghanistan . Hal itu dinyatakannya dalam sebuah pernyataan setelah kelompok itu mengumumkan pemerintahan baru.
"Di masa depan, semua masalah pemerintahan dan kehidupan di Afghanistan akan diatur oleh hukum suci Syariah," kata pernyataan itu seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (8/9/2021).
Akhundzada mengatakan pihak berwenang Afghanistan akan mengambil langkah serius untuk melindungi hak asasi manusia dan minoritas dalam kerangka Islam. Dia juga mengatakan bahwa otoritas Afghanistan yang baru akan memberikan peluang bagi investasi asing di negara itu.
"Imarah Islam Afghanistan (sistem politik yang dibentuk Taliban) akan menggunakan semua sumber dayanya untuk kekuatan ekonomi, kemakmuran dan pembangunan, selain memperkuat keamanan. (Imarah) ini akan mengelola pendapatan domestik secara tepat dan transparan, memberikan peluang khusus untuk investasi internasional dan berbagai sektor perdagangan, secara efektif akan memerangi pengangguran," kata Akhundzada.
Menurutnya, tujuan akhir dari otoritas Afghanistan yang baru adalah untuk membangun negara itu sesegera mungkin dan membangunnya kembali.
Pemerintahan baru Afghanistan berjanji untuk mematuhi semua perjanjian internasional yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dan nilai-nilai nasional.
“Kami menginginkan hubungan yang kuat dan sehat dengan tetangga kami dan negara lain berdasarkan rasa hormat dan interaksi. Hubungan kami dengan negara-negara ini akan didasarkan pada kepentingan dan manfaat Afghanistan," kata Akhundzad.
"Kami berkomitmen pada semua hukum dan perjanjian internasional, resolusi dan kewajiban yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum Islam dan nilai-nilai nasional," sambungnya.
Akhundzada menambahkan diplomat asing, kedutaan besar, konsulat, organisasi kemanusiaan, dan investor di Afghanistan tidak akan menghadapi masalah dan dapat bekerja dengan aman di negara itu.
Taliban telah mengumumkan pemerintahan baru Afghanistan. Mullah Hasan Akhund, rekan pendiri gerakan itu Mullah Omar, ditunjuk sebagai kepala pemerintahan baru Afghanistan dan Sirajuddin Haqqani, yang organisasinya masuk dalam daftar terorisme AS, sebagai Menteri Dalam Negeri.
Sedangkan Mullah Abdul Ghani Baradar, kepala kantor politik gerakan itu dam sebelumnya disebut-sebut akan didapuk memimpin pemerintahan baru Afghanistan, malah ditunjuk sebagai wakil dari Akhund.
Sementara itu, Mullah Mohammad Yaqoob, putra Mullah Omar, diangkat sebagai Menteri Pertahanan.
Taliban mengambil alih ibukota Afghanistan pada 15 Agustus lalu dan penarikan pasukan AS selesai pada akhir bulan lalu.
Pada 30 Agustus, Pentagon mengumumkan selesainya penarikan pasukan AS dari Afghanistan dan akhir dari misi 20 tahunnya. Bandara di Kabul, tempat evakuasi warga asing dan Afghanistan dilakukan, berada di bawah kendali penuh Taliban.
Setelah pengambilalihan Afghanistan pada bulan Agustus, masyarakat internasional ragu-ragu untuk menjalin hubungan dengan Taliban sebagai kekuatan pemerintahan di negara itu. Sebagian besar negara Barat memang menjaga komunikasi dengan kelompok radikal tersebut, terutama mengenai evakuasi.
"Di masa depan, semua masalah pemerintahan dan kehidupan di Afghanistan akan diatur oleh hukum suci Syariah," kata pernyataan itu seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (8/9/2021).
Akhundzada mengatakan pihak berwenang Afghanistan akan mengambil langkah serius untuk melindungi hak asasi manusia dan minoritas dalam kerangka Islam. Dia juga mengatakan bahwa otoritas Afghanistan yang baru akan memberikan peluang bagi investasi asing di negara itu.
"Imarah Islam Afghanistan (sistem politik yang dibentuk Taliban) akan menggunakan semua sumber dayanya untuk kekuatan ekonomi, kemakmuran dan pembangunan, selain memperkuat keamanan. (Imarah) ini akan mengelola pendapatan domestik secara tepat dan transparan, memberikan peluang khusus untuk investasi internasional dan berbagai sektor perdagangan, secara efektif akan memerangi pengangguran," kata Akhundzada.
Menurutnya, tujuan akhir dari otoritas Afghanistan yang baru adalah untuk membangun negara itu sesegera mungkin dan membangunnya kembali.
Pemerintahan baru Afghanistan berjanji untuk mematuhi semua perjanjian internasional yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dan nilai-nilai nasional.
“Kami menginginkan hubungan yang kuat dan sehat dengan tetangga kami dan negara lain berdasarkan rasa hormat dan interaksi. Hubungan kami dengan negara-negara ini akan didasarkan pada kepentingan dan manfaat Afghanistan," kata Akhundzad.
"Kami berkomitmen pada semua hukum dan perjanjian internasional, resolusi dan kewajiban yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum Islam dan nilai-nilai nasional," sambungnya.
Akhundzada menambahkan diplomat asing, kedutaan besar, konsulat, organisasi kemanusiaan, dan investor di Afghanistan tidak akan menghadapi masalah dan dapat bekerja dengan aman di negara itu.
Taliban telah mengumumkan pemerintahan baru Afghanistan. Mullah Hasan Akhund, rekan pendiri gerakan itu Mullah Omar, ditunjuk sebagai kepala pemerintahan baru Afghanistan dan Sirajuddin Haqqani, yang organisasinya masuk dalam daftar terorisme AS, sebagai Menteri Dalam Negeri.
Sedangkan Mullah Abdul Ghani Baradar, kepala kantor politik gerakan itu dam sebelumnya disebut-sebut akan didapuk memimpin pemerintahan baru Afghanistan, malah ditunjuk sebagai wakil dari Akhund.
Sementara itu, Mullah Mohammad Yaqoob, putra Mullah Omar, diangkat sebagai Menteri Pertahanan.
Taliban mengambil alih ibukota Afghanistan pada 15 Agustus lalu dan penarikan pasukan AS selesai pada akhir bulan lalu.
Pada 30 Agustus, Pentagon mengumumkan selesainya penarikan pasukan AS dari Afghanistan dan akhir dari misi 20 tahunnya. Bandara di Kabul, tempat evakuasi warga asing dan Afghanistan dilakukan, berada di bawah kendali penuh Taliban.
Setelah pengambilalihan Afghanistan pada bulan Agustus, masyarakat internasional ragu-ragu untuk menjalin hubungan dengan Taliban sebagai kekuatan pemerintahan di negara itu. Sebagian besar negara Barat memang menjaga komunikasi dengan kelompok radikal tersebut, terutama mengenai evakuasi.
(ian)