Pengadilan Israel Dituding sebagai Alat Politik' untuk Rebut Tanah Palestina

Rabu, 28 Juli 2021 - 16:21 WIB
loading...
A A A
Dia mengatakan pengadilan Israel juga hampir memberikan kebebasan kepada pemerintah untuk menyita tanah itu sejak 1948.

"Anda jarang dapat menemukan keputusan yang membatalkan penyitaan tanah dan ketika keputusan diambil terhadap penyitaan tanah, Knesset bergerak cepat untuk memberlakukan undang-undang untuk mengabaikan keputusan tersebut," katanya.

Amarah mengutip bahwa pada bulan Desember 1949 ketika mantan Perdana Menteri David Ben-Gurion memindahkan pemerintah Israel ke Yerusalem, para hakim Mahkamah Agung, menteri, dan politisi pindah untuk tinggal di rumah-rumah Palestina di lingkungan kaya di sana.

Pengadilan Israel mengizinkan penyitaan rumah-rumah ini di bawah "Hukum Properti Absensi", di mana semua properti bergerak dan tidak bergerak dari pengungsi Palestina disita.

“Hukum ini juga diterapkan hari ini di Yerusalem untuk properti Palestina, yang pemiliknya tidak pernah meninggalkannya,” katanya.

Dirinya menyebut, undang-undang tersebut digunakan untuk menyita properti di Silwan dan Kota Tua Yerusalem dan memindahkannya ke asosiasi permukiman seperti Ateret Cohanim dan Yayasan Ir David.

“Jika seorang Palestina di Silwan memiliki properti di Yerusalem Barat, dia tidak dapat mengklaim properti ini di sana, tetapi ini tidak berlaku untuk seorang Yahudi atau organisasi mana pun yang mewakilinya.Mereka dapat menemukan cara untuk mengklaim properti orang Yahudi sebelum tahun 1948, dan mendapatkan kompensasi," ujar Amarah.

Sejak 1948, tidak ada kota Palestina yang dibangun, meskipun populasi Palestina telah tumbuh 10-15 kali lipat. Sebaliknya, ribuan kota dan komunitas Yahudi dibangun.

“Israel memberlakukan undang-undang zonasi dan perencanaan yang membatasi ekspansi, dan konstruksi Palestina, membuat mereka tidak punya pilihan selain membangun tanpa izin dan menghadapi risiko pembongkaran. Pengadilan Israel juga mendukung skema ini dengan menyetujui pembongkaran dan zonasi tanah yang diskriminatif," tukasnya.
(ian)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1394 seconds (0.1#10.140)