Keterlaluan, Menkes Jerman Ingin Berikan Masker Rusak ke Kaum Difabel dan Tunawisma
loading...
A
A
A
BERLIN - Menteri Kesehatan (Menkes) Jerman , Jens Spahn, menuai kecaman setelah ingin mendistribusikan masker yang tidak dapat digunakan kepada tunawisma dan kaum difabel . Pengadaan masker tersebut telah menghabiskan dana USD1,2 miliar yang dikirim dari China.
Pemerintah Jerman membeli masker dari perusahaan China, Yi Cheng, pada musim semi 2020 ketika Eropa pertama kali dilanda pandemi. Regulator Uni Eropa (UE) telah memperingatkan bahwa masker yang dibuat oleh perusahaan itu memiliki kualitas filter yang buruk dan melarangnya dari pasar.
Namun demikian, Menkes Jerman Jens Spahn mengatur agar peralatan tersebut dibersihkan melalui penyedia keamanan teknis TUV Nord, majalah Der Spiegel melaporkan. Mengutip dokumen internal dan korespondensi pemerintah, laporan itu mengatakan, proses cepat yang disepakati dengan regulator perangkat medis Jerman BfArM (Institut Federal untuk Obat-obatan dan Perangkat Medis) dipersempit menjadi pemeriksaan minimum, tanpa tes suhu yang diperlukan dan simulasi penggunaan.
Menurut Der Spiegel, masker yang tidak dapat digunakan masih belum diizinkan untuk didistribusikan secara luas karena pengujian yang tidak memadai, dengan 301 juta di antaranya tersisa dalam stok pada akhir April 2021. Sambil mendiskusikan apa yang harus dilakukan dengan peralatan yang berpotensi rusak, Kementerian Kesehatan Jerman pada satu titik dilaporkan menyarankan mendistribusikan masker di antara penerima kesejahteraan, penyandang cacat, dan tunawisma.
"Akhirnya diputuskan untuk memindahkan masker ke cadangan nasional, menunggu sampai tanggal kedaluwarsa dalam satu hingga empat tahun, dan membakar stoknya," kata majalah itu seperti dikutip dari Russia Today, Minggu (6/6/2021).
Menurut memo yang diedarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan dikutip oleh surat kabar tersebut, distribusi masker hanya akan dimungkinkan dalam keadaan luar biasa, asalkan berhasil diuji ulang dan Kementerian Tenaga Kerja menandatangani rilisnya. Der Spiegel mengutip laporan Kementerian Tenaga Kerja yang menunjukkan bahwa pemerintah telah menghabiskan lebih dari USD1,2 miliar untuk masker ini.
Anggota parlemen Jerman Lars Klingbeil, sekretaris jenderal Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD), menyebut gagasan mendistribusikan masker yang tidak dapat digunakan kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung keterlaluan.
“Orang-orang dengan disabilitas bukanlah kelinci percobaan yang dapat dijadikan sasaran dari keputusan yang buruk,” kata anggota parlemen SPD Angelika Gloeckner kepada Der Spiegel, menuduh Spahn mencoba menutupi kesalahannya.
Legislator lain, Maria Klein-Schmeink, juru bicara kelompok parlemen Partai Hijau untuk kebijakan perawatan kesehatan, mengecam sikap pemerintah sebagai tindakan tak termaafkan. Sedangkan Janine Wissler, ketua bersama Partai Kiri, meminta Spahn untuk mundur.
Pengungkapan itu muncul setelah media Jerman melaporkan pada bulan Maret bahwa Kementerian Kesehatan membayar lebih untuk pasokan masker dari perusahaan tempat suami Spahn bekerja. Pihak kementerian membantah telah melakukan kesalahan.
Selain itu, penyelidikan diluncurkan bulan ini terhadap kemungkinan penggelapan dana pemerintah yang dikirim ke pusat tes COVID-19 swasta.
Pemerintah Jerman membeli masker dari perusahaan China, Yi Cheng, pada musim semi 2020 ketika Eropa pertama kali dilanda pandemi. Regulator Uni Eropa (UE) telah memperingatkan bahwa masker yang dibuat oleh perusahaan itu memiliki kualitas filter yang buruk dan melarangnya dari pasar.
Namun demikian, Menkes Jerman Jens Spahn mengatur agar peralatan tersebut dibersihkan melalui penyedia keamanan teknis TUV Nord, majalah Der Spiegel melaporkan. Mengutip dokumen internal dan korespondensi pemerintah, laporan itu mengatakan, proses cepat yang disepakati dengan regulator perangkat medis Jerman BfArM (Institut Federal untuk Obat-obatan dan Perangkat Medis) dipersempit menjadi pemeriksaan minimum, tanpa tes suhu yang diperlukan dan simulasi penggunaan.
Menurut Der Spiegel, masker yang tidak dapat digunakan masih belum diizinkan untuk didistribusikan secara luas karena pengujian yang tidak memadai, dengan 301 juta di antaranya tersisa dalam stok pada akhir April 2021. Sambil mendiskusikan apa yang harus dilakukan dengan peralatan yang berpotensi rusak, Kementerian Kesehatan Jerman pada satu titik dilaporkan menyarankan mendistribusikan masker di antara penerima kesejahteraan, penyandang cacat, dan tunawisma.
"Akhirnya diputuskan untuk memindahkan masker ke cadangan nasional, menunggu sampai tanggal kedaluwarsa dalam satu hingga empat tahun, dan membakar stoknya," kata majalah itu seperti dikutip dari Russia Today, Minggu (6/6/2021).
Menurut memo yang diedarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan dikutip oleh surat kabar tersebut, distribusi masker hanya akan dimungkinkan dalam keadaan luar biasa, asalkan berhasil diuji ulang dan Kementerian Tenaga Kerja menandatangani rilisnya. Der Spiegel mengutip laporan Kementerian Tenaga Kerja yang menunjukkan bahwa pemerintah telah menghabiskan lebih dari USD1,2 miliar untuk masker ini.
Anggota parlemen Jerman Lars Klingbeil, sekretaris jenderal Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD), menyebut gagasan mendistribusikan masker yang tidak dapat digunakan kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung keterlaluan.
“Orang-orang dengan disabilitas bukanlah kelinci percobaan yang dapat dijadikan sasaran dari keputusan yang buruk,” kata anggota parlemen SPD Angelika Gloeckner kepada Der Spiegel, menuduh Spahn mencoba menutupi kesalahannya.
Legislator lain, Maria Klein-Schmeink, juru bicara kelompok parlemen Partai Hijau untuk kebijakan perawatan kesehatan, mengecam sikap pemerintah sebagai tindakan tak termaafkan. Sedangkan Janine Wissler, ketua bersama Partai Kiri, meminta Spahn untuk mundur.
Pengungkapan itu muncul setelah media Jerman melaporkan pada bulan Maret bahwa Kementerian Kesehatan membayar lebih untuk pasokan masker dari perusahaan tempat suami Spahn bekerja. Pihak kementerian membantah telah melakukan kesalahan.
Selain itu, penyelidikan diluncurkan bulan ini terhadap kemungkinan penggelapan dana pemerintah yang dikirim ke pusat tes COVID-19 swasta.
(ian)