Melawan Junta Militer, Guru dan Siswa Myanmar Menolak Masuk Sekolah
loading...
A
A
A
Guru sekolah dasar itu kehilangan gajinya selama berbulan-bulan setelah bergabung dengan boikot nasional. Namun, dia menegaskan bahwa dia tulus berpartisipasi dalam mogok nasional.
“Ketika saya melihat bagaimana mereka [pasukan junta] membunuh banyak orang, saya merasa saya tidak ingin menjadi guru mereka [para siswa] lagi,” ujarnya kepada AFP.
Beberapa dari mereka yang tewas dalam tindakan keras junta adalah anak-anak sekolah menengah pertama. Menurut kelompok amal Save the Children 15 anak yang jadi korban jiwa di bawah usia 16 tahun.
Media yang dikelola junta militer dalam beberapa hari terakhir memuat gambar pejabat yang menonton pendaftaran sekolah dan menjanjikan bahwa orangtua akan “puas” dengan pembukaan kembali sekolah.
Global New Light of Myanmar, media negara Myanmar, melaporkan para siswa di sebuah sekolah di dekat Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw, mengikuti upacara untuk menandai masa ajaran baru dengan membawakan lagu "Pekan Pendaftaran Nasional" di depan menteri pendidikan kabinet junta.
Tetapi di salah satu sekolah menengah di wilayah Sagaing tengah, sebuah slogan yang dipulas dengan cat merah di bagian depan gedung mendesak anggota staf sekolah untuk menjauh.
“Kami tidak ingin guru perbudakan militer,” bunyi spanduk yang muncul. “Kami tidak ingin guru yang pengkhianat," bunyi spanduk lainnya.
“Ketika saya melihat bagaimana mereka [pasukan junta] membunuh banyak orang, saya merasa saya tidak ingin menjadi guru mereka [para siswa] lagi,” ujarnya kepada AFP.
Beberapa dari mereka yang tewas dalam tindakan keras junta adalah anak-anak sekolah menengah pertama. Menurut kelompok amal Save the Children 15 anak yang jadi korban jiwa di bawah usia 16 tahun.
Media yang dikelola junta militer dalam beberapa hari terakhir memuat gambar pejabat yang menonton pendaftaran sekolah dan menjanjikan bahwa orangtua akan “puas” dengan pembukaan kembali sekolah.
Global New Light of Myanmar, media negara Myanmar, melaporkan para siswa di sebuah sekolah di dekat Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw, mengikuti upacara untuk menandai masa ajaran baru dengan membawakan lagu "Pekan Pendaftaran Nasional" di depan menteri pendidikan kabinet junta.
Tetapi di salah satu sekolah menengah di wilayah Sagaing tengah, sebuah slogan yang dipulas dengan cat merah di bagian depan gedung mendesak anggota staf sekolah untuk menjauh.
“Kami tidak ingin guru perbudakan militer,” bunyi spanduk yang muncul. “Kami tidak ingin guru yang pengkhianat," bunyi spanduk lainnya.
(min)