Cara Kreatif Demonstran Chili Lanjutkan Aksi di Saat Pandemi
loading...
A
A
A
SANTIAGO - Penguncian wilayah yang dilakukan pemerintah Chili untuk mengekang penyebaran Covid-19 tidak menghentikan para demonstran melanjutkan aksi mereka. Tapi, para demonstran tidak turun ke jalan untuk melakukan protes, melainkan mereka mengambil cara-cara yang lebih kreatif untuk menyampaikan pesan mereka.
Hanya beberapa bulan yang lalu, puluhan ribu pemrotes berbaris memenuhi jalanan kota Santionao, karena ketidaksetaraan dan meningkatnya biaya hidup di Chili. Sekarang, jalan sepi karena lingkungan telah ditempatkan di bawah karantina ketat untuk membendung penyebaran Covid-19.
Sementara tembok-tembok yang dengan grafiti tampaknya merupakan satu-satunya jejak demonstrasi massa yang telah mencengkeram negara itu selama lebih dari lima bulan. Para pengunjuk rasa mengatakan, mereka belum dibungkam, dan gerakan itu akan berlanjut dari rumah mereka.
"Kami tidak meninggalkan rumah kami karena kami bertanggung jawab. Tapi, ketidakpuasan itu tetap ada," kata Paloma Rodriguez, seperti dilansir Al Jazeera.
Banyak pengunjuk rasa tetap tidak percaya kepada Presiden Sebastian Pinera yang konservatif. Rakyat khawatir pemerintahannya akan terus menaruh perhatian pada ekonomi dibanding kesejahteraan warga negara, terutama ketika negara itu menanggapi Covid-19.
"Kami mengatakan kepada pemerintah, jaga orang-orang dan tinggalkan kepentingan ekonomi Anda di samping. Banyak yang merasa mustahil untuk tetap diam," ungkap Rodriguez.
Itulah sebabnya, menurut Rodriguez, banyak orang sekarang mencari cara tradisional, dan non-tradisional, untuk melakukan aksi protes dan mempertahankan gerakan mereka.
Rodriguez bersama dengan sejumlah temannya, yang telah menempatkan karyanya yang bermuatan politis di jalanan selama demonstrasi massa, menciptakan mural virtual. Mural itu dibagikan dan dilihat oleh ribuan orang di media sosial, yang berisi kecaman atas keengganan negara untuk menyerukan karantina total.
Menggabungkan Photoshop dengan ilustrasi digital, Rodriguez benar-benar menciptakan kembali salah satu karyanya yang ada dari seorang wanita yang wajahnya ditutupi dengan syal feminis hijau. Adaptasi virtual sekarang memakai topeng kesehatan pelindung, syalnya pindah ke lehernya.
"Penerbitan di media sosial adalah cara lain untuk memprotes. Kita bahkan dapat menjangkau lebih banyak orang dengan cara ini daripada di luar ruang," ucapnya.
Hanya beberapa bulan yang lalu, puluhan ribu pemrotes berbaris memenuhi jalanan kota Santionao, karena ketidaksetaraan dan meningkatnya biaya hidup di Chili. Sekarang, jalan sepi karena lingkungan telah ditempatkan di bawah karantina ketat untuk membendung penyebaran Covid-19.
Sementara tembok-tembok yang dengan grafiti tampaknya merupakan satu-satunya jejak demonstrasi massa yang telah mencengkeram negara itu selama lebih dari lima bulan. Para pengunjuk rasa mengatakan, mereka belum dibungkam, dan gerakan itu akan berlanjut dari rumah mereka.
"Kami tidak meninggalkan rumah kami karena kami bertanggung jawab. Tapi, ketidakpuasan itu tetap ada," kata Paloma Rodriguez, seperti dilansir Al Jazeera.
Banyak pengunjuk rasa tetap tidak percaya kepada Presiden Sebastian Pinera yang konservatif. Rakyat khawatir pemerintahannya akan terus menaruh perhatian pada ekonomi dibanding kesejahteraan warga negara, terutama ketika negara itu menanggapi Covid-19.
"Kami mengatakan kepada pemerintah, jaga orang-orang dan tinggalkan kepentingan ekonomi Anda di samping. Banyak yang merasa mustahil untuk tetap diam," ungkap Rodriguez.
Itulah sebabnya, menurut Rodriguez, banyak orang sekarang mencari cara tradisional, dan non-tradisional, untuk melakukan aksi protes dan mempertahankan gerakan mereka.
Rodriguez bersama dengan sejumlah temannya, yang telah menempatkan karyanya yang bermuatan politis di jalanan selama demonstrasi massa, menciptakan mural virtual. Mural itu dibagikan dan dilihat oleh ribuan orang di media sosial, yang berisi kecaman atas keengganan negara untuk menyerukan karantina total.
Menggabungkan Photoshop dengan ilustrasi digital, Rodriguez benar-benar menciptakan kembali salah satu karyanya yang ada dari seorang wanita yang wajahnya ditutupi dengan syal feminis hijau. Adaptasi virtual sekarang memakai topeng kesehatan pelindung, syalnya pindah ke lehernya.
"Penerbitan di media sosial adalah cara lain untuk memprotes. Kita bahkan dapat menjangkau lebih banyak orang dengan cara ini daripada di luar ruang," ucapnya.