Siswi-siswi Malaysia Diminta Lepas Celana Dalam untuk Pembuktian Sedang Haid
loading...
A
A
A
KUALA LUMPUR - Siswi-siswi di Malaysia mengungkap di Twitter tentang praktik "pemeriksaan haid" selama bulan Ramadhan di sekolah. Mereka mengeklaim diminta untuk melepas celana dalam untuk membuktikan bahwa mereka sedang menstruasi dan dapat dimaafkan untuk tidak berpuasa.
Free Malaysia Today (FMT) melaporkan bahwa beberapa siswi mengungkapkan siksaan yang mereka hadapi di sekolah umum, termasuk pemeriksaan haid, pelecehan seksual, dan penghinaan di depan umum.
Para siswi melaporkan beberapa guru perempuan yang mereka sebut ustazah ragu apakah mereka sedang menstruasi. Para guru itu merasa perlu untuk memeriksa pembalut.
“Dia meletakkan tangannya di antara kedua kaki saya untuk merasakan apakah saya memiliki pembalut menstruasi. Saya sangat terkejut, tetapi saya terlalu takut untuk berbicara,"kata seorang siswi kepada FMT.
"Ada juga spot check di hari lain, tapi saat itu saya harus melepas celana dalam saya dan memberikannya di depan semua orang untuk membuktikan bahwa saya berdarah," lanjut siswi itu yang identitasnya dilindungi.
Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (Suhakam) menggambarkan pemeriksaan haid itu sebagai pelanggaran hak-hak anak dan melanggar hukum karena memiliki unsur pelecehan atau pun pelecehan seksual.
Komisioner Anak dari Suhakam, Profesor Datuk Noor Aziah Mohd Awal, mengatakan sesuai dengan Pasal 28 Convention on the Rights of the Child (CRC) yang diratifikasi oleh Malaysia pada tahun 1995, negara penandatangan konvensi berkewajiban untuk memastikan bahwa sekolah menerapkan disiplin sesuai dengan hak dan martabat anak-anak.
“Di bawah konvensi yang sama juga, Pasal 16, 19 dan 36 masing-masing menyatakan bahwa seorang anak memiliki hak privasi; perlindungan dari pelecehan, kekerasan, dan pengabaian; dan perlindungan dari bentuk-bentuk eksploitasi lainnya termasuk eksploitasi dan pelecehan seksual," ujarnya seperti dikutip dari Bernama, Sabtu (24/4/2021).
Noor Aziah juga mengingatkan Kementerian Pendidikan tentang tanggung jawabnya untuk melindungi semua anak atau siswi dari pelecehan dan eksploitasi seksual sebagaimana diatur dalam Pasal 34 CRC.
Karena itu, dia mendesak kementerian untuk mengambil tindakan tegas terhadap guru dan otoritas sekolah yang telah melanggar hak dan martabat anak.
“Pedoman disipliner yang lebih jelas harus dikembangkan untuk memastikan tindakan seperti itu tidak terulang," katanya.
“Penting bagi Malaysia untuk memastikan lingkungan yang lebih aman bagi generasi masa depan,” imbuh dia.
Noor Aziah juga mengimbau semua kementerian dan pemangku kepentingan termasuk orangtua dan guru untuk bersama-sama memastikan bahwa anak-anak aman di sekolah.
Free Malaysia Today (FMT) melaporkan bahwa beberapa siswi mengungkapkan siksaan yang mereka hadapi di sekolah umum, termasuk pemeriksaan haid, pelecehan seksual, dan penghinaan di depan umum.
Para siswi melaporkan beberapa guru perempuan yang mereka sebut ustazah ragu apakah mereka sedang menstruasi. Para guru itu merasa perlu untuk memeriksa pembalut.
“Dia meletakkan tangannya di antara kedua kaki saya untuk merasakan apakah saya memiliki pembalut menstruasi. Saya sangat terkejut, tetapi saya terlalu takut untuk berbicara,"kata seorang siswi kepada FMT.
"Ada juga spot check di hari lain, tapi saat itu saya harus melepas celana dalam saya dan memberikannya di depan semua orang untuk membuktikan bahwa saya berdarah," lanjut siswi itu yang identitasnya dilindungi.
Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (Suhakam) menggambarkan pemeriksaan haid itu sebagai pelanggaran hak-hak anak dan melanggar hukum karena memiliki unsur pelecehan atau pun pelecehan seksual.
Komisioner Anak dari Suhakam, Profesor Datuk Noor Aziah Mohd Awal, mengatakan sesuai dengan Pasal 28 Convention on the Rights of the Child (CRC) yang diratifikasi oleh Malaysia pada tahun 1995, negara penandatangan konvensi berkewajiban untuk memastikan bahwa sekolah menerapkan disiplin sesuai dengan hak dan martabat anak-anak.
“Di bawah konvensi yang sama juga, Pasal 16, 19 dan 36 masing-masing menyatakan bahwa seorang anak memiliki hak privasi; perlindungan dari pelecehan, kekerasan, dan pengabaian; dan perlindungan dari bentuk-bentuk eksploitasi lainnya termasuk eksploitasi dan pelecehan seksual," ujarnya seperti dikutip dari Bernama, Sabtu (24/4/2021).
Noor Aziah juga mengingatkan Kementerian Pendidikan tentang tanggung jawabnya untuk melindungi semua anak atau siswi dari pelecehan dan eksploitasi seksual sebagaimana diatur dalam Pasal 34 CRC.
Karena itu, dia mendesak kementerian untuk mengambil tindakan tegas terhadap guru dan otoritas sekolah yang telah melanggar hak dan martabat anak.
“Pedoman disipliner yang lebih jelas harus dikembangkan untuk memastikan tindakan seperti itu tidak terulang," katanya.
“Penting bagi Malaysia untuk memastikan lingkungan yang lebih aman bagi generasi masa depan,” imbuh dia.
Noor Aziah juga mengimbau semua kementerian dan pemangku kepentingan termasuk orangtua dan guru untuk bersama-sama memastikan bahwa anak-anak aman di sekolah.
(min)