Meski demikian, Prancis mengatakan Uni Eropa (UE) akan meningkatkan berbagai pembatasan pada para jenderal.
Dukungan Kremlin itu menjadi dorongan bagi junta yang menggulingkan pemerintah sipil terpilih Aun San Suu Kyi pada 1 Februari.
Baca juga: Memilukan, Anak-anak Myanmar Sembunyi di Lubang Tanah karena Dibom Militer
Junta masih menghadapi demonstrasi pro-demokrasi dan pembangkangan sipil yang berkelanjutan di penjuru negeri. Barat juga meningkatkan sanksi dan kecaman pada junta.
Baca Juga:
Baca juga: Yordania Larang Media Laporkan Kasus Pangeran Hamzah Seiring Investigasi
Di kota utama Myanmar, Yangon, pada Selasa (6/4), pengunjuk rasa menyemprotkan cat merah ke jalan, melambangkan darah yang tumpah dalam tindakan keras pasukan keamanan.
Lihat infografis: Arab Saudi Izinkan Umrah Saat Ramadhan, Ini Syaratnya
"Darahnya belum kering," ungkap salah satu pesan dengan warna merah.
Sekitar 570 orang, termasuk puluhan anak-anak, telah ditembak mati oleh pasukan dan polisi dalam kerusuhan yang terjadi hampir setiap hari sejak kudeta.
“Pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang,” ungkap kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP).
Di antara mereka yang ditahan adalah Suu Kyi, politikus paling populer di Myanmar, dan para tokoh Liga Nasional untuk Demokrasi, yang mengalahkan para kandidat yang didukung militer dalam pemilu November.
Namun, Rusia mengatakan sanksi terhadap pihak berwenang itu sia-sia dan sangat berbahaya.