Rusia: Sanksi Myanmar oleh Barat Bisa Picu Perang Saudara Skala Penuh
loading...
A
A
A
“Pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang,” ungkap kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP).
Di antara mereka yang ditahan adalah Suu Kyi, politikus paling populer di Myanmar, dan para tokoh Liga Nasional untuk Demokrasi, yang mengalahkan para kandidat yang didukung militer dalam pemilu November.
Namun, Rusia mengatakan sanksi terhadap pihak berwenang itu sia-sia dan sangat berbahaya.
“Faktanya, garis seperti itu berkontribusi untuk mengadu domba pihak satu sama lainnya dan, pada akhirnya, mendorong rakyat Myanmar menuju konflik sipil skala penuh,” papar Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia, dikutip kantor berita Interfax.
Rusia adalah pemasok senjata utama ke Myanmar dan wakil menteri pertahanan Rusia bertemu pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing di ibu kota Naypyitaw bulan lalu.
Langkah Rusia itu menuai kritik dari aktivis hak asasi yang menuduh Moskow melegitimasi junta.
“Uni Eropa sedang bersiap menjatuhkan sanksi kolektif pada militer Myanmar yang menargetkan kepentingan bisnisnya,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian di Paris.
"Kami akan menambahkan sanksi ekonomi di tingkat 27 (negara UE) terhadap entitas ekonomi yang terkait tentara sehingga (sanksi) dapat diterapkan dengan sangat cepat," papar Le Drian kepada anggota parlemen.
Uni Eropa bulan lalu menjatuhkan sanksi pada sejumlah tokoh yang terkait dengan kudeta dan penindasan berikutnya.
Amerika Serikat juga telah mengambil tindakan terhadap para individu dan bisnis yang dijalankan militer, yang mencakup rentang kehidupan ekonomi Myanmar yang luas.
Di antara mereka yang ditahan adalah Suu Kyi, politikus paling populer di Myanmar, dan para tokoh Liga Nasional untuk Demokrasi, yang mengalahkan para kandidat yang didukung militer dalam pemilu November.
Namun, Rusia mengatakan sanksi terhadap pihak berwenang itu sia-sia dan sangat berbahaya.
“Faktanya, garis seperti itu berkontribusi untuk mengadu domba pihak satu sama lainnya dan, pada akhirnya, mendorong rakyat Myanmar menuju konflik sipil skala penuh,” papar Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia, dikutip kantor berita Interfax.
Rusia adalah pemasok senjata utama ke Myanmar dan wakil menteri pertahanan Rusia bertemu pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing di ibu kota Naypyitaw bulan lalu.
Langkah Rusia itu menuai kritik dari aktivis hak asasi yang menuduh Moskow melegitimasi junta.
“Uni Eropa sedang bersiap menjatuhkan sanksi kolektif pada militer Myanmar yang menargetkan kepentingan bisnisnya,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian di Paris.
"Kami akan menambahkan sanksi ekonomi di tingkat 27 (negara UE) terhadap entitas ekonomi yang terkait tentara sehingga (sanksi) dapat diterapkan dengan sangat cepat," papar Le Drian kepada anggota parlemen.
Uni Eropa bulan lalu menjatuhkan sanksi pada sejumlah tokoh yang terkait dengan kudeta dan penindasan berikutnya.
Amerika Serikat juga telah mengambil tindakan terhadap para individu dan bisnis yang dijalankan militer, yang mencakup rentang kehidupan ekonomi Myanmar yang luas.