Bahas Masalah Timur Tengah, Menlu Rusia Duduk Satu Meja dengan Hizbullah

Selasa, 16 Maret 2021 - 18:12 WIB
loading...
Bahas Masalah Timur Tengah, Menlu Rusia Duduk Satu Meja dengan Hizbullah
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bertemu dengan kepala blok parlemen Hizbullah. Foto/Al Araby
A A A
MOSKOW - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia membahas situasi di Lebanon dan Timur Tengah dengan delegasi dari kelompok Hizbullah , yang melakukan kunjungan langka ke Moskow.

Kunjungan empat anggota delegasi Hizbullah itu terjadi saat Lebanon terperosok dalam krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade dan terjebak dalam kebuntuan politik atas pembentukan kabinet baru.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan Sergey Lavrov bertemu dengan kepala parlemen kelompok Hizbullah, Mohammed Raad, tetapi tidak memberikan rincian apapun tentang pertemuan itu.

Raad yang dikutip oleh stasiun TV Al-Manar Hizbullah mengatakan setelah pertemuan 40 menit itu bahwa mereka mengadakan "pertemuan yang ramah dan jujur".



Ia menambahkan bahwa mereka membahas situasi di Lebanon dan bagaimana memperkuat stabilitas di Lebanon dan Suriah dan pencapaian yang dibuat untuk melawan teroris.

Pemerintah Suriah, Rusia dan Hizbullah menyebut beberapa kelompok pemberontak di Suriah sebagai teroris.

Raad mengatakan bahwa pemerintahan baru harus segera dibentuk di Lebanon karena ini akan menjadi kunci stabilitas dan untuk mulai menyelesaikan krisis seperti dikutip dari Al Araby, Selasa (16/3/2021).

Rusia dan Hizbullah yang didukung Iran bergabung dalam pertempuran konflik Suriah bersama pasukan Presiden Bashar Assad dan membantu memberi keseimbangan kekuatan yang menguntungkannya.



Rusia baru-baru ini lebih aktif dalam menangani Lebanon, dan Lavrov pekan lalu selama kunjungannya ke Uni Emirat Arab (UEA) bertemu dengan perdana menteri Lebanon yang ditunjuk, Saad Hariri.

Krisis ekonomi dan keuangan terburuk Lebanon dimulai pada akhir 2019 dan diperparah oleh pandemi serta ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut pada Agustus lalu yang menewaskan puluhan orang dan melukai ribuan lainnya.

Pemerintahan Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri enam hari setelah ledakan pada 4 Agustus lalu yang melibatkan hampir 3.000 ton amonium nitrat, bahan yang sangat mudah meledak yang digunakan dalam pupuk yang menewaskan 211, melukai lebih dari 6.000 orang dan merusak seluruh lingkungan.

Hariri terpilih untuk membentuk kabinet baru pada akhir Oktober tetapi sejauh ini perselisihan politik dan perselisihan antara dia dan Presiden Michel Aoun telah menunda pembentukannya.



Pada hari Senin, mata uang Lebanon mencapai rekor terendah baru, dengan dolar dijual seharga 13.200 pound.

Sejak pertengahan minggu lalu, mata uang tersebut telah mencapai rekor terendah hampir setiap hari, memicu protes dan penutupan jalan.

Komunitas internasional mengatakan tidak akan memberikan bantuan keuangan kepada Lebanon sebelum reformasi besar dilaksanakan untuk memerangi korupsi yang meluas di negara kecil itu.
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1735 seconds (0.1#10.140)