NATO Dilema Berat, Tarik Atau Pertahankan Pasukan di Afghanistan
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Menteri pertahanan negara-negara anggota NATObelum membuat keputusan akhir tentang apakah atau kapan akan menarik diri dari Afghanistan. Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal pakta pertahanan itu, Jens Stoltenberg, menambahkan bahwa NATO menghadapi dilema karena aksi kekerasan meningkat lagi.
Setelah dua dekade intervensi militer Barat dan investasi ratusan miliar dolar, negara-negara NATO enggan untuk mengindahkan batas waktu 1 Mei dan berisiko merusak kemajuan menuju demokrasi karena proses perdamaian terhenti.
"Pada tahap ini, kami belum membuat keputusan akhir tentang masa depan kehadiran kami," kata Stoltenberg setelah konferensi video dengan menteri pertahanan negara-negara sekutu.
"Saat tenggat 1 Mei semakin dekat, sekutu NATO akan terus berkonsultasi dan berkoordinasi dalam beberapa minggu mendatang," katanya dalam konferensi pers seperti dikutip dari Reuters, Jumat (19/2/2021).
Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer mengatakan pada hari Rabu bahwa Taliban harus berbuat lebih banyak untuk memenuhi persyaratan perjanjian perdamaian 2020 mereka dengan Amerika Serikat (AS) untuk memungkinkan penarikan pasukan asing.
Serangan di Afghanistan, termasuk bom yang menewaskan wakil gubernur Ibu Kota Kabul pada bulan Desember, telah mendorong anggota Kongres AS dan kelompok hak asasi internasional untuk menyerukan penundaan penarikan pasukan, yang disepakati ketika Donald Trump masih menjadi presiden AS.
“Kami dihadapkan pada banyak dilema, dan tidak ada pilihan yang mudah,” kata Stoltenberg.
"Jika kita bertahan setelah tanggal satu Mei, kita berisiko lebih banyak mengalami kekerasan, lebih banyak serangan terhadap pasukan kita sendiri. Tetapi jika kita pergi, maka kita juga akan mengambil risiko bahwa keuntungan yang telah kita peroleh akan hilang," ujar pria asal Norwegia itu.
Stoltenberg menambahkan bahwa Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, berjanji untuk berkonsultasi dengan sekutu dan mitra dalam perjalanan ke depan.
Sebelumnya, kelompok militan Taliban memperingatkan NATO agar tidak mengupayakan perang berlanjut, karena aliansi itu mempertimbangkan penarikan pasukan dari Afghanistan.
Setelah dua dekade intervensi militer Barat dan investasi ratusan miliar dolar, negara-negara NATO enggan untuk mengindahkan batas waktu 1 Mei dan berisiko merusak kemajuan menuju demokrasi karena proses perdamaian terhenti.
"Pada tahap ini, kami belum membuat keputusan akhir tentang masa depan kehadiran kami," kata Stoltenberg setelah konferensi video dengan menteri pertahanan negara-negara sekutu.
"Saat tenggat 1 Mei semakin dekat, sekutu NATO akan terus berkonsultasi dan berkoordinasi dalam beberapa minggu mendatang," katanya dalam konferensi pers seperti dikutip dari Reuters, Jumat (19/2/2021).
Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer mengatakan pada hari Rabu bahwa Taliban harus berbuat lebih banyak untuk memenuhi persyaratan perjanjian perdamaian 2020 mereka dengan Amerika Serikat (AS) untuk memungkinkan penarikan pasukan asing.
Serangan di Afghanistan, termasuk bom yang menewaskan wakil gubernur Ibu Kota Kabul pada bulan Desember, telah mendorong anggota Kongres AS dan kelompok hak asasi internasional untuk menyerukan penundaan penarikan pasukan, yang disepakati ketika Donald Trump masih menjadi presiden AS.
“Kami dihadapkan pada banyak dilema, dan tidak ada pilihan yang mudah,” kata Stoltenberg.
"Jika kita bertahan setelah tanggal satu Mei, kita berisiko lebih banyak mengalami kekerasan, lebih banyak serangan terhadap pasukan kita sendiri. Tetapi jika kita pergi, maka kita juga akan mengambil risiko bahwa keuntungan yang telah kita peroleh akan hilang," ujar pria asal Norwegia itu.
Stoltenberg menambahkan bahwa Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, berjanji untuk berkonsultasi dengan sekutu dan mitra dalam perjalanan ke depan.
Sebelumnya, kelompok militan Taliban memperingatkan NATO agar tidak mengupayakan perang berlanjut, karena aliansi itu mempertimbangkan penarikan pasukan dari Afghanistan.
(ian)