Analis: Kudeta Militer Mungkin Dipicu Ambisi Min Aung Hlaing
loading...
A
A
A
YANGON - Militer Myanmar pada awal Februari memutuskan untuk melakukan kudeta militer dan menangkap seluruh tokoh politik, termasuk Aung San Suu Kyi . Langkah ini bisa dibilang pertaruhan penuh resiko, karena sejatinya militer memiliki power yang besar di Parlemen Myanmar.
Jay Harriman, direktur senior di BowerGroupAsia, konsultan urusan pemerintah menuturkan, langkah ini mungkin bisa dipicu oleh ambisi Min Aung Hlaing untuk mendapatkan posisi pucuk pimpinan di Myanmar.
Harriman menuturkan, ketegangan antara pemimpin NLD, Aung San Suu Kyi dan Min Aung bersifat pribadi dan memanas selama bertahun-tahun, tetapi mencapai titik didih terakhir dalam beberapa pekan terakhir.
"Kudeta ini didorong oleh perhitungan pribadi dan institusional. Panglima militer (Min Aung) menyimpan ambisi politik, seperti mengambil peran senior, seperti presiden, dalam pemerintahan baru," ucapnya, seperti dilansir Sputnik.
Dia mengatakan, pensiun yang diamanatkannya pada pertengahan tahun lalu dan adanya pemilihan umum akan memungkinkan dia untuk beralih ke urusan sipil.
"Namun, dengan kemenangan gemilang oleh NLD dalam pemilihan, peluangnya untuk mengambil kursi kepresidenan dengan cepat menguap dan dengan masa depan politiknya yang diragukan, ia memilih untuk melawan dalam bentuk yang paling ekstrim," ujarnya.
Terkait kecaman yang datang, khususnya dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Uni Eropa (UE) dan PBB, Harriman mengatakan ini tidak akan terlalu berdampak pada militer Myanmar.
"Inggris, AS, UE dan PBB memiliki pilihan terbatas yang mereka miliki. Mereka dapat mengeluarkan pernyataan yang kuat untuk menstigmatisasi para pembuat kudeta dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi, tetapi hal ini tidak banyak berguna dalam mengubah dinamika politik. Junta memiliki pilihan lain seperti China dan tetangga regional yang siap menjalankan bisnis seperti biasa," ujarnya.
Jay Harriman, direktur senior di BowerGroupAsia, konsultan urusan pemerintah menuturkan, langkah ini mungkin bisa dipicu oleh ambisi Min Aung Hlaing untuk mendapatkan posisi pucuk pimpinan di Myanmar.
Harriman menuturkan, ketegangan antara pemimpin NLD, Aung San Suu Kyi dan Min Aung bersifat pribadi dan memanas selama bertahun-tahun, tetapi mencapai titik didih terakhir dalam beberapa pekan terakhir.
"Kudeta ini didorong oleh perhitungan pribadi dan institusional. Panglima militer (Min Aung) menyimpan ambisi politik, seperti mengambil peran senior, seperti presiden, dalam pemerintahan baru," ucapnya, seperti dilansir Sputnik.
Dia mengatakan, pensiun yang diamanatkannya pada pertengahan tahun lalu dan adanya pemilihan umum akan memungkinkan dia untuk beralih ke urusan sipil.
"Namun, dengan kemenangan gemilang oleh NLD dalam pemilihan, peluangnya untuk mengambil kursi kepresidenan dengan cepat menguap dan dengan masa depan politiknya yang diragukan, ia memilih untuk melawan dalam bentuk yang paling ekstrim," ujarnya.
Terkait kecaman yang datang, khususnya dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Uni Eropa (UE) dan PBB, Harriman mengatakan ini tidak akan terlalu berdampak pada militer Myanmar.
"Inggris, AS, UE dan PBB memiliki pilihan terbatas yang mereka miliki. Mereka dapat mengeluarkan pernyataan yang kuat untuk menstigmatisasi para pembuat kudeta dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi, tetapi hal ini tidak banyak berguna dalam mengubah dinamika politik. Junta memiliki pilihan lain seperti China dan tetangga regional yang siap menjalankan bisnis seperti biasa," ujarnya.