Para Guru Myanmar Ikut Protes: Kami Tak Ingin Kudeta Militer
loading...
A
A
A
YANGON - Para guru di Myanmar menjadi kelompok terbaru yang bergabung dengan kampanye pembangkangan sipil untuk menolak kudeta militer.
Beberapa dosen menolak bekerja atau bekerja sama dengan pihak berwenang sebagai bentuk protes.
Kampanye pembangkangan sipil dimulai di kalangan pekerja medis, segera setelah kudeta Senin. Sejak itu, pembangkangan meluas hingga melibatkan para pelajar, kelompok pemuda dan beberapa pekerja, baik di sektor pemerintah maupun swasta.
Mengenakan pita merah dan memegang tanda protes, puluhan dosen dan guru berkumpul di depan gedung kampus Universitas Pendidikan Yangon.
“Kami tidak ingin kudeta militer yang secara tidak sah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih kami,” tegas dosen Nwe Thazin Hlaing, dilansir Reuters.
“Kami tidak lagi akan bekerja dengan mereka. Kami ingin kudeta militer gagal,” tegas mereka.
Para demonstran mengangkat simbol tiga jari, yang sekarang digunakan pengunjuk rasa di Myanmar.
Salut tiga jari mengarah ke atas dengan telapak tangan menjauhi tubuh itu berasal dari film Hunger Games. Namun dalam beberapa tahun terakhir, tanda itu dipakai para pengunjuk rasa yang menentang pemerintahan otoriter di Asia.
Baca juga: Kudeta Myanmar, Warga Australia Penasihat Suu Kyi Ditahan Militer
Salah satu staf memperkirakan 200 dari 246 staf di universitas itu bergabung dalam protes.
“Kami bertujuan menghentikan sistem pemerintahan. Kami sekarang melakukan aksi mogok damai,” tutur dosen lainnya, Honey Lwin.
Ada juga laporan tentang protes serupa di Universitas Dagon di Yangon.
Penentangan di antara kelompok profesional seperti dokter dan guru muncul karena ada protes yang kurang formal lainnya termasuk oleh orang-orang yang memukul kaleng dan panci.
Baca juga: Mengapa Militer Rebut Kekuasan di Myanmar? Ini Pendapat Para Pakar
Warga juga membunyikan klakson mobil untuk menandakan penentangan mereka terhadap kudeta.
Beberapa lusin pengunjuk rasa anti-kudeta juga berbaris pada Jumat (5/2) di kota tenggara Dawei, diikuti para pendukung dengan sepeda motor. Aksi itu terlihat dalam rekaman video.
“Kami menyatakan bahwa kami memulai perjuangan kami untuk demokrasi hari ini di Dawei. Kami mendesak orang-orang bergabung dan berdiri bersama kami,” papar pengunjuk rasa.
Militer secara langsung memerintah Myanmar yang juga dikenal sebagai Burma, selama hampir 50 tahun setelah kudeta 1962. Militer menumpas protes pro-demokrasi beberapa kali selama bertahun-tahun.
Beberapa dosen menolak bekerja atau bekerja sama dengan pihak berwenang sebagai bentuk protes.
Kampanye pembangkangan sipil dimulai di kalangan pekerja medis, segera setelah kudeta Senin. Sejak itu, pembangkangan meluas hingga melibatkan para pelajar, kelompok pemuda dan beberapa pekerja, baik di sektor pemerintah maupun swasta.
Mengenakan pita merah dan memegang tanda protes, puluhan dosen dan guru berkumpul di depan gedung kampus Universitas Pendidikan Yangon.
“Kami tidak ingin kudeta militer yang secara tidak sah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih kami,” tegas dosen Nwe Thazin Hlaing, dilansir Reuters.
“Kami tidak lagi akan bekerja dengan mereka. Kami ingin kudeta militer gagal,” tegas mereka.
Para demonstran mengangkat simbol tiga jari, yang sekarang digunakan pengunjuk rasa di Myanmar.
Salut tiga jari mengarah ke atas dengan telapak tangan menjauhi tubuh itu berasal dari film Hunger Games. Namun dalam beberapa tahun terakhir, tanda itu dipakai para pengunjuk rasa yang menentang pemerintahan otoriter di Asia.
Baca juga: Kudeta Myanmar, Warga Australia Penasihat Suu Kyi Ditahan Militer
Salah satu staf memperkirakan 200 dari 246 staf di universitas itu bergabung dalam protes.
“Kami bertujuan menghentikan sistem pemerintahan. Kami sekarang melakukan aksi mogok damai,” tutur dosen lainnya, Honey Lwin.
Ada juga laporan tentang protes serupa di Universitas Dagon di Yangon.
Penentangan di antara kelompok profesional seperti dokter dan guru muncul karena ada protes yang kurang formal lainnya termasuk oleh orang-orang yang memukul kaleng dan panci.
Baca juga: Mengapa Militer Rebut Kekuasan di Myanmar? Ini Pendapat Para Pakar
Warga juga membunyikan klakson mobil untuk menandakan penentangan mereka terhadap kudeta.
Beberapa lusin pengunjuk rasa anti-kudeta juga berbaris pada Jumat (5/2) di kota tenggara Dawei, diikuti para pendukung dengan sepeda motor. Aksi itu terlihat dalam rekaman video.
“Kami menyatakan bahwa kami memulai perjuangan kami untuk demokrasi hari ini di Dawei. Kami mendesak orang-orang bergabung dan berdiri bersama kami,” papar pengunjuk rasa.
Militer secara langsung memerintah Myanmar yang juga dikenal sebagai Burma, selama hampir 50 tahun setelah kudeta 1962. Militer menumpas protes pro-demokrasi beberapa kali selama bertahun-tahun.
(sya)