Ini Kebijakan Biden Terkait Korut
loading...
A
A
A
Menanggapi hal itu, Kementerian Luar Negeri Korut menyebut Biden kehilangan kualitas dasar sebagai manusia dan menuduhnya rakus akan kekuasaan dalam pernyataan pedas yang diterbitkan oleh kantor berita milik Korut, KCNA.
"Anjing rabies seperti Biden dapat melukai banyak orang jika mereka dibiarkan lepas kendali. Mereka harus dipukul sampai mati dengan tongkat, sebelum terlambat," tambah pernyataan itu.
"Melakukan hal itu akan bermanfaat juga bagi AS," sambung pernyataan tersebut.
Pada parade militer di Ibu Kota Pyongyang pekan lalu, Korut memamerkan sejumlah besar misil, termasuk rudal balistik yang diluncurkan oleh kapal selam yang sebelumnya tidak diketahui oleh pengamat Barat. ICBM besar lainnya muncul dalam parade Oktober 2020. Namun, belum ada uji coba roket semacam itu yang dilakukan oleh Korut sejak mengadopsi pembekuan uji coba sepihak pada tahun 2017.
AS secara teknis tetap berperang dengan Korut, karena Perang Korea 1950-53 hanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian perdamaian permanen. Perang tersebut menewaskan sekitar tiga juta orang, sebagian besar dari mereka adalah warga Korea. Gencatan senjata membentuk zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Utara dan Selatan, dan AS mempertahankan garnisun pasukannya di Selatan untuk mencegah kemungkinan invasi oleh Korut.
Pada tahun 2018, kedua Korea menandatangani deklarasi akhir perang sebagai bagian dari pemulihan hubungan bersejarah mereka sendiri. Tetapi langkah lebih lanjut menuju perdamaian berantakan di tengah keberatan AS, dan hubungan antara Seoul dan Pyongyang menjadi sangat dingin. Namun, akhir tahun lalu, Presiden Korsel Moon Jae-in, yang menandatangani kesepakatan 2018 dengan Kim Jong-un, menekan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan AS untuk membantu mengakhiri konflik selama 70 tahun itu dengan membuat pernyataan perang berakhir.
"Anjing rabies seperti Biden dapat melukai banyak orang jika mereka dibiarkan lepas kendali. Mereka harus dipukul sampai mati dengan tongkat, sebelum terlambat," tambah pernyataan itu.
"Melakukan hal itu akan bermanfaat juga bagi AS," sambung pernyataan tersebut.
Pada parade militer di Ibu Kota Pyongyang pekan lalu, Korut memamerkan sejumlah besar misil, termasuk rudal balistik yang diluncurkan oleh kapal selam yang sebelumnya tidak diketahui oleh pengamat Barat. ICBM besar lainnya muncul dalam parade Oktober 2020. Namun, belum ada uji coba roket semacam itu yang dilakukan oleh Korut sejak mengadopsi pembekuan uji coba sepihak pada tahun 2017.
AS secara teknis tetap berperang dengan Korut, karena Perang Korea 1950-53 hanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian perdamaian permanen. Perang tersebut menewaskan sekitar tiga juta orang, sebagian besar dari mereka adalah warga Korea. Gencatan senjata membentuk zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Utara dan Selatan, dan AS mempertahankan garnisun pasukannya di Selatan untuk mencegah kemungkinan invasi oleh Korut.
Pada tahun 2018, kedua Korea menandatangani deklarasi akhir perang sebagai bagian dari pemulihan hubungan bersejarah mereka sendiri. Tetapi langkah lebih lanjut menuju perdamaian berantakan di tengah keberatan AS, dan hubungan antara Seoul dan Pyongyang menjadi sangat dingin. Namun, akhir tahun lalu, Presiden Korsel Moon Jae-in, yang menandatangani kesepakatan 2018 dengan Kim Jong-un, menekan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan AS untuk membantu mengakhiri konflik selama 70 tahun itu dengan membuat pernyataan perang berakhir.
(ber)