Iran Desak Biden Segera Kembalikan AS ke JCPOA
loading...
A
A
A
TEHERAN - Iran mendesak presiden baru Amerika Serikat (AS), Joe Biden , untuk memilih jalan yang lebih baik dengan kembali ke perjanjian nuklir 2015 antara Teheran dan kekuatan global. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa peluang tersebut akan hilang jika Washigton bersikeras meminta konsesi lebih lanjut kepada Iran.
"Biden dapat mulai dengan menghapus semua sanksi yang dijatuhkan sejak Trump menjabat dan berusaha untuk masuk kembali dan mematuhi kesepakatan nuklir 2015 tanpa mengubah persyaratan yang dinegosiasikan dengan susah payah," tulis Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di majalah Foreign Affairs.
"Pada gilirannya, Iran akan membalikkan semua langkah perbaikan yang telah diambil setelah penarikan Trump dari kesepakatan nuklir," katanya, menambahkan bahwa inisiatif tersebut benar-benar bertumpu pada Washington seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (23/1/2021).
Zarif mengatakan pembatasan sementara pada pertahanan dan pengadaan rudal Iran berdasarkan kesepakatan 2015 tidak dapat dinegosiasikan ulang. Dia menegaskan, selain masalah nuklir, Iran bersedia membahas masalah di Timur Tengah.
“Tapi masyarakat di wilayah ini, bukan orang luar, yang harus menyelesaikan masalah ini. Baik Amerika Serikat maupun sekutunya di Eropa tidak memiliki hak prerogatif untuk memimpin atau mensponsori pembicaraan di masa depan,” tulisnya.
AS memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir 2015, yang nama resminya adalah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), pada 2018 dibawah kepresiden Donald Trump. Setelahnya, pemerintah AS menjalankan kebijakan tekanan maksimum kepada Iran dengan menjatuhkan sejumlah sanksi untuk memaksa Teheran melakukan pembicaraan tentang perjanjian yang lebih luas yang juga membahas program rudal balistik dan dukungan untuk proksi di sekitar Timur Tengah.
Baca juga: Iran Buka Pintu Kerja Sama Bidang Minyak dan Keamanan dengan AS
Sejak Trump membatalkan kesepakatan pada 2018, Iran telah melanggar batas utama perjanjian tersebut satu demi satu, membangun persediaan uranium yang diperkaya rendah, memurnikan uranium ke tingkat kemurnian yang lebih tinggi, dan menggunakan sentrifugal canggih untuk pengayaan.
Biden mengatakan bahwa jika Teheran kembali mematuhi perjanjian 2015, Washington akan bergabung kembali.
"Tapi kami akan menggunakannya, sebagai platform dengan sekutu dan mitra kami, untuk mencari kesepakatan yang lebih lama dan lebih kuat dan juga untuk mengatasi masalah lain ini, terutama yang berkaitan dengan rudal dan aktivitas destabilisasi Iran," kata Antony Blinken, sosok yang dipilih Biden untuk menjadi menteri luar negeri AS, pada hari Selasa.
“Karena itu, saya pikir kita masih jauh dari sana,” imbuhnya.
"Biden dapat mulai dengan menghapus semua sanksi yang dijatuhkan sejak Trump menjabat dan berusaha untuk masuk kembali dan mematuhi kesepakatan nuklir 2015 tanpa mengubah persyaratan yang dinegosiasikan dengan susah payah," tulis Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di majalah Foreign Affairs.
"Pada gilirannya, Iran akan membalikkan semua langkah perbaikan yang telah diambil setelah penarikan Trump dari kesepakatan nuklir," katanya, menambahkan bahwa inisiatif tersebut benar-benar bertumpu pada Washington seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (23/1/2021).
Zarif mengatakan pembatasan sementara pada pertahanan dan pengadaan rudal Iran berdasarkan kesepakatan 2015 tidak dapat dinegosiasikan ulang. Dia menegaskan, selain masalah nuklir, Iran bersedia membahas masalah di Timur Tengah.
“Tapi masyarakat di wilayah ini, bukan orang luar, yang harus menyelesaikan masalah ini. Baik Amerika Serikat maupun sekutunya di Eropa tidak memiliki hak prerogatif untuk memimpin atau mensponsori pembicaraan di masa depan,” tulisnya.
AS memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir 2015, yang nama resminya adalah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), pada 2018 dibawah kepresiden Donald Trump. Setelahnya, pemerintah AS menjalankan kebijakan tekanan maksimum kepada Iran dengan menjatuhkan sejumlah sanksi untuk memaksa Teheran melakukan pembicaraan tentang perjanjian yang lebih luas yang juga membahas program rudal balistik dan dukungan untuk proksi di sekitar Timur Tengah.
Baca juga: Iran Buka Pintu Kerja Sama Bidang Minyak dan Keamanan dengan AS
Sejak Trump membatalkan kesepakatan pada 2018, Iran telah melanggar batas utama perjanjian tersebut satu demi satu, membangun persediaan uranium yang diperkaya rendah, memurnikan uranium ke tingkat kemurnian yang lebih tinggi, dan menggunakan sentrifugal canggih untuk pengayaan.
Biden mengatakan bahwa jika Teheran kembali mematuhi perjanjian 2015, Washington akan bergabung kembali.
"Tapi kami akan menggunakannya, sebagai platform dengan sekutu dan mitra kami, untuk mencari kesepakatan yang lebih lama dan lebih kuat dan juga untuk mengatasi masalah lain ini, terutama yang berkaitan dengan rudal dan aktivitas destabilisasi Iran," kata Antony Blinken, sosok yang dipilih Biden untuk menjadi menteri luar negeri AS, pada hari Selasa.
“Karena itu, saya pikir kita masih jauh dari sana,” imbuhnya.
(ber)