Pertama dalam 15 Tahun, Abbas Umumkan Pemilu Palestina
loading...
A
A
A
Hamas menyerukan pemilihan umum yang adil di mana para pemilih dapat mengekspresikan keinginan mereka tanpa batasan atau tekanan.
Langkah tersebut secara luas dilihat sebagai respon atas kritik terhadap legitimasi demokrasi lembaga politik Palestina, termasuk kepresidenan Abbas.
"Dengan Biden menjabat pada 20 Januari, seolah-olah Palestina mengatakan kepada pemerintahan AS yang akan datang: kami siap untuk terlibat" kata Hani Habib, seorang analis Gaza.
Tetapi analis veteran Tepi Barat Hani al-Masri skeptis bahwa pemilu akan terjadi. Dia mengutip ketidaksepakatan internal dalam Fatah dan Hamas, dan kemungkinan sikap oposisi AS, Israel serta Uni Eropa terhadap pemerintah Palestina termasuk Hamas, yang mereka anggap sebagai kelompok teroris.
"Apakah itu akan mengakhiri perpecahan atau mengabadikannya dan akankah hasilnya dihormati oleh Palestina, Israel, dan Amerika?" tanya Masri dalam sebuah postingan di media sosial.
Pemilu parlemen terakhir Palestina, pada 2006, menghasilkan kemenangan mengejutkan oleh Hamas, menciptakan keretakan yang semakin dalam ketika Hamas merebut kendali militer di Gaza pada 2007.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan persaingan yang ketat. Pada Desember 2020, Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina menemukan bahwa 38% akan memilih Fatah dalam pemilihan parlemen, berbanding 34% untuk Hamas.
Tetapi mereka memperkirakan bahwa Hamas akan unggul dalam pemilihan presiden, dengan 50% lebih memilih pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan 43% untuk Abbas.
Langkah tersebut secara luas dilihat sebagai respon atas kritik terhadap legitimasi demokrasi lembaga politik Palestina, termasuk kepresidenan Abbas.
"Dengan Biden menjabat pada 20 Januari, seolah-olah Palestina mengatakan kepada pemerintahan AS yang akan datang: kami siap untuk terlibat" kata Hani Habib, seorang analis Gaza.
Tetapi analis veteran Tepi Barat Hani al-Masri skeptis bahwa pemilu akan terjadi. Dia mengutip ketidaksepakatan internal dalam Fatah dan Hamas, dan kemungkinan sikap oposisi AS, Israel serta Uni Eropa terhadap pemerintah Palestina termasuk Hamas, yang mereka anggap sebagai kelompok teroris.
"Apakah itu akan mengakhiri perpecahan atau mengabadikannya dan akankah hasilnya dihormati oleh Palestina, Israel, dan Amerika?" tanya Masri dalam sebuah postingan di media sosial.
Pemilu parlemen terakhir Palestina, pada 2006, menghasilkan kemenangan mengejutkan oleh Hamas, menciptakan keretakan yang semakin dalam ketika Hamas merebut kendali militer di Gaza pada 2007.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan persaingan yang ketat. Pada Desember 2020, Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina menemukan bahwa 38% akan memilih Fatah dalam pemilihan parlemen, berbanding 34% untuk Hamas.
Tetapi mereka memperkirakan bahwa Hamas akan unggul dalam pemilihan presiden, dengan 50% lebih memilih pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan 43% untuk Abbas.