Wuhan, dari Pusat Wabah Jadi Pusat Pesta

Rabu, 23 Desember 2020 - 06:45 WIB
loading...
A A A
Sembunyikan Informasi
Namun di tengah keberhasilan membangun citra Kota Wuhan ini, kini muncul dokumen yang yang bocor menunjukkan bahwa tentara China membantu menyensor berita terkait virus korona. Tidak hanya itu, tentara juga meminta buzzer untuk membantu menyembunyikan informasi yang membuat Beijing tidak nyaman.

Dokumen tersebut mencakup lebih dari 3.200 arahan dan 1.800 memo serta file lainnya dari kantor regulator internet negara itu, yakni Cyberspace Administration of China (CAC), di Kota Hangzhou. Mereka juga menyertakan file internal dan kode komputer dari perusahaan China, Urun Big Data Services. Layanan ini adalah perangkat lunak yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk memantau diskusi internet dan mengelola pasukan pemberi komentar online.



Dokumen-dokumen itu diungkap oleh situs ProPublica dan The New York Times. Data ini diberikan oleh kelompok peretas yang menyebut dirinya CCP Unmasked, merujuk pada Partai Komunis China. ProPublica secara independen memverifikasi keaslian banyak dokumen, beberapa di antaranya telah diperoleh secara terpisah oleh China Digital Times, situs web yang melacak kontrol internet China.

Berdasarkan dokumen tersebut China memerintahkan situs berita untuk tidak mengeluarkan pemberitaan kematian Li Wenliang yang meninggal karena COVID-19. Li Wenliang adalah dokter yang pertama kali memperingatkan tentang wabah virus baru yang aneh. Dia kemudian ditangkap polisi karena dituduh menyebarkan isu, sebelum akhirnya dibebaskan.

Mereka memberi tahu platform sosial untuk secara bertahap menghapus namanya dari halaman topik yang sedang tren. Dan mereka mengaktifkan legiun pemberi komentar online palsu atau buzzer untuk membanjiri situs media sosial dengan obrolan yang mengganggu, menekankan perlunya kebijaksanaan.

"Saat pemberi komentar berjuang untuk memandu opini publik, mereka harus menyembunyikan identitas mereka, menghindari patriotisme yang kasar dan pujian yang sarkastik, dan bersikap halus dan diam dalam mencapai hasil," begitu bunyi dokumen itu seperti dilansir dari situs ProPublica, Selasa (22/12/2020).

Dalam sebuah rapat pada medio Februari, Presiden China Xi Jinping menyerukan manajemen media digital yang lebih ketat. Pemerintah China mulai mengontrol narasi berita. Salah satu arahan mengatakan judul harus menghindari kata-kata "tidak dapat disembuhkan" dan "fatal", untuk menghindari menyebabkan kepanikan masyarakat. Saat membahas pembatasan pergerakan dan perjalanan, kata lockdown tidak boleh digunakan. Berbagai arahan menekankan bahwa berita negatif tentang virus tidak boleh dipromosikan.

Amerika Serikat dan negara-negara lain selama berbulan-bulan menuduh China berusaha menyembunyikan luasnya wabah pada tahap awal. Namun China dengan tegas membantah tudingan tersebut.(muhaimin/berlianto)
(poe)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1531 seconds (0.1#10.140)