Gordon Chang: China Koleksi DNA Dunia dan Alasannya Mengerikan
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Gordon Chang, penulis "The Coming collapse of China" mengatakan Republik Rakyat China (RRC) telah mengumpulkan DNA orang-orang di dunia selama bertahun-tahun.
Menurutnya, salah satu alasannya sangat mengerikan, yakni untuk mengembangkan penyakit yang menargetkan tidak hanya semua orang, tetapi ada juga yang menargetkan kelompok etnis atau ras tertentu. (Baca: China Nyalakan 'Matahari Buatan', 10 Kali Lebih Panas dari Matahari Asli )
Dengan lebih dari 80 juta profil kesehatan, China memiliki database DNA terbesar di dunia, dan terus berkembang. Dalam wawancara dengan Fox News yang dilansir Sabtu (5/12/2020), Chang memperingatkan bahwa China berencana menggunakan informasi ini untuk membuat senjata biologis yang dirancang untuk menargetkan kelompok etnis tertentu.
“Virus corona bukanlah patogen terakhir yang dihasilkan dari tanah China. Jadi kita harus khawatir bahwa penyakit berikutnya lebih mudah menular dan lebih mematikan daripada virus corona baru," kata sejarawan Amerika Serikat (AS) yang juga profesor di Stanford University tersebut.
China dilaporkan mengumpulkan DNA warganya sendiri untuk tujuan penegakan hukum, melacak para pembangkang, dan membentuk surveillance negara yang dikontrol ketat. (Baca: Viral, Calon Pengantin Lakukan Pemotretan Solo usai Kekasih Batalkan Pernikahan )
Mereka juga menemukan cara untuk mendapatkan DNA orang asing, termasuk orang Amerika. Bagaimana tepatnya mereka mendapatkan informasi sensitif ini?
“Membeli perusahaan Amerika yang memiliki profil DNA, mensubsidi analisis DNA untuk perusahaan leluhur, dan meretas,” kata Chang.
Misalnya, pada tahun 2015 ditemukan bahwa RRC meretas Anthem, perusahaan asuransi terbesar kedua di AS. Sekarang RRC menggunakan virus corona untuk memperbesar basis data DNA-nya dengan meminta kode QR yang diterima secara internasional untuk perjalanan masuk dan keluar negara dan menggunakan diplomasi vaksin.
"Apa yang mereka lakukan adalah mereka berkata; 'Kami akan memberikan vaksin ini kepada Anda, tetapi kami perlu menyelesaikan uji coba kami sehingga kami akan menggunakan populasi Anda sebagai pengujian. Jika Anda tidak berpartisipasi dalam uji coba ini, Anda tidak mendapatkan vaksin China'," papar Chang. (Baca juga: Indonesia Gerak Cepat Ingin Borong 48 Jet Tempur Rafale Prancis )
"Beijing sedang mencoba untuk memperluas pengaruhnya dengan menyediakan vaksinnya," paparnya. "Sementara, pada saat yang sama, mengumpulkan informasi yang sangat sensitif tentang orang-orang di luar China."
China saat ini memiliki lima kandidat vaksin virus corona yang sudah mencapai uji klinis fase 3. Fase terakhir uji coba telah diluncurkan di setidaknya 16 negara termasuk Brazil, Turki, Maroko, dan Uni Emirat Arab (UEA).
"Alasan China menginginkan informasi ini melibatkan dominasi industri bioteknologi yang sangat penting bagi mereka," kata Chang.
"Mereka memasukkannya ke dalam inisiatif 'Made in China 2025'," paparnya. "Yang merupakan program selama satu dekade untuk mendominasi industri tertentu."
Alasan kedua, lanjut Chang, adalah sesuatu yang jauh lebih mengerikan. "China mungkin mencoba mengembangkan penyakit yang menargetkan tidak hanya semua orang, tetapi (juga) hanya menargetkan kelompok etnis atau ras tertentu," imbuh dia.
Menurut Chang, data genetik memberi China kemampuan untuk membuat senjata biologis yang dapat menargetkan kelompok orang tertentu. Lebih lanjut, dia mengatakan perilaku negara dalam mengumpulkan DNA orang asing sambil melarang DNA China untuk peneliti asing mendukung teori ini.
“Kita harus sangat prihatin karena itu tidak konsisten dengan negara yang ingin bekerja sama dengan seluruh dunia. Itu sesuai dengan negara yang mengembangkan senjata biologi," kata Chang mengingatkan publik internasional.
“Orang-orang mengatakan senjata biologis tidak berfungsi. Ya, kami tahu mereka bekerja karena kami mengidap virus corona, yang mungkin atau mungkin bukan senjata biologis," jelas Chang. "Tapi kami tahu bahwa itu melumpuhkan Amerika Serikat dan itulah yang sebenarnya dicari Beijing."
Sekarang China telah memiliki bukti konsep, Chang mendesak Amerika Serikat untuk bertindak cepat dan mencegah negara adidaya itu mendapatkan lebih banyak DNA Amerika.
“Kami seharusnya tidak mengizinkan organisasi yang berafiliasi dengan China atau China untuk menguji DNA orang Amerika. Dan kami harus mengatakan kepada China, apakah Anda setuju dengan rezim inspeksi atau kami menarik diri dari konvensi senjata biologis."
China membantah tuduhan bahwa pandemi virus corona, yang diyakini beberapa orang muncul dari laboratorium pemerintah di Wuhan, adalah senjata biologis. Pada tahun 1984 RRC menandatangani perjanjian Konvensi Senjata Biologi dan Racun (BWC) pada tahun 1984 yang melarang mereka mengembangkan, memproduksi atau menimbun senjata biologi atau racun.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
Menurutnya, salah satu alasannya sangat mengerikan, yakni untuk mengembangkan penyakit yang menargetkan tidak hanya semua orang, tetapi ada juga yang menargetkan kelompok etnis atau ras tertentu. (Baca: China Nyalakan 'Matahari Buatan', 10 Kali Lebih Panas dari Matahari Asli )
Dengan lebih dari 80 juta profil kesehatan, China memiliki database DNA terbesar di dunia, dan terus berkembang. Dalam wawancara dengan Fox News yang dilansir Sabtu (5/12/2020), Chang memperingatkan bahwa China berencana menggunakan informasi ini untuk membuat senjata biologis yang dirancang untuk menargetkan kelompok etnis tertentu.
“Virus corona bukanlah patogen terakhir yang dihasilkan dari tanah China. Jadi kita harus khawatir bahwa penyakit berikutnya lebih mudah menular dan lebih mematikan daripada virus corona baru," kata sejarawan Amerika Serikat (AS) yang juga profesor di Stanford University tersebut.
China dilaporkan mengumpulkan DNA warganya sendiri untuk tujuan penegakan hukum, melacak para pembangkang, dan membentuk surveillance negara yang dikontrol ketat. (Baca: Viral, Calon Pengantin Lakukan Pemotretan Solo usai Kekasih Batalkan Pernikahan )
Mereka juga menemukan cara untuk mendapatkan DNA orang asing, termasuk orang Amerika. Bagaimana tepatnya mereka mendapatkan informasi sensitif ini?
“Membeli perusahaan Amerika yang memiliki profil DNA, mensubsidi analisis DNA untuk perusahaan leluhur, dan meretas,” kata Chang.
Misalnya, pada tahun 2015 ditemukan bahwa RRC meretas Anthem, perusahaan asuransi terbesar kedua di AS. Sekarang RRC menggunakan virus corona untuk memperbesar basis data DNA-nya dengan meminta kode QR yang diterima secara internasional untuk perjalanan masuk dan keluar negara dan menggunakan diplomasi vaksin.
"Apa yang mereka lakukan adalah mereka berkata; 'Kami akan memberikan vaksin ini kepada Anda, tetapi kami perlu menyelesaikan uji coba kami sehingga kami akan menggunakan populasi Anda sebagai pengujian. Jika Anda tidak berpartisipasi dalam uji coba ini, Anda tidak mendapatkan vaksin China'," papar Chang. (Baca juga: Indonesia Gerak Cepat Ingin Borong 48 Jet Tempur Rafale Prancis )
"Beijing sedang mencoba untuk memperluas pengaruhnya dengan menyediakan vaksinnya," paparnya. "Sementara, pada saat yang sama, mengumpulkan informasi yang sangat sensitif tentang orang-orang di luar China."
China saat ini memiliki lima kandidat vaksin virus corona yang sudah mencapai uji klinis fase 3. Fase terakhir uji coba telah diluncurkan di setidaknya 16 negara termasuk Brazil, Turki, Maroko, dan Uni Emirat Arab (UEA).
"Alasan China menginginkan informasi ini melibatkan dominasi industri bioteknologi yang sangat penting bagi mereka," kata Chang.
"Mereka memasukkannya ke dalam inisiatif 'Made in China 2025'," paparnya. "Yang merupakan program selama satu dekade untuk mendominasi industri tertentu."
Alasan kedua, lanjut Chang, adalah sesuatu yang jauh lebih mengerikan. "China mungkin mencoba mengembangkan penyakit yang menargetkan tidak hanya semua orang, tetapi (juga) hanya menargetkan kelompok etnis atau ras tertentu," imbuh dia.
Menurut Chang, data genetik memberi China kemampuan untuk membuat senjata biologis yang dapat menargetkan kelompok orang tertentu. Lebih lanjut, dia mengatakan perilaku negara dalam mengumpulkan DNA orang asing sambil melarang DNA China untuk peneliti asing mendukung teori ini.
“Kita harus sangat prihatin karena itu tidak konsisten dengan negara yang ingin bekerja sama dengan seluruh dunia. Itu sesuai dengan negara yang mengembangkan senjata biologi," kata Chang mengingatkan publik internasional.
“Orang-orang mengatakan senjata biologis tidak berfungsi. Ya, kami tahu mereka bekerja karena kami mengidap virus corona, yang mungkin atau mungkin bukan senjata biologis," jelas Chang. "Tapi kami tahu bahwa itu melumpuhkan Amerika Serikat dan itulah yang sebenarnya dicari Beijing."
Sekarang China telah memiliki bukti konsep, Chang mendesak Amerika Serikat untuk bertindak cepat dan mencegah negara adidaya itu mendapatkan lebih banyak DNA Amerika.
“Kami seharusnya tidak mengizinkan organisasi yang berafiliasi dengan China atau China untuk menguji DNA orang Amerika. Dan kami harus mengatakan kepada China, apakah Anda setuju dengan rezim inspeksi atau kami menarik diri dari konvensi senjata biologis."
China membantah tuduhan bahwa pandemi virus corona, yang diyakini beberapa orang muncul dari laboratorium pemerintah di Wuhan, adalah senjata biologis. Pada tahun 1984 RRC menandatangani perjanjian Konvensi Senjata Biologi dan Racun (BWC) pada tahun 1984 yang melarang mereka mengembangkan, memproduksi atau menimbun senjata biologi atau racun.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
(min)