1.600 Rohingya Dipindah ke Pulau Terpencil, Ada yang Mengaku Dipaksa

Sabtu, 05 Desember 2020 - 01:01 WIB
loading...
1.600 Rohingya Dipindah ke Pulau Terpencil, Ada yang Mengaku Dipaksa
Para pengungsi Rohingya dipindahkan ke pulau terpencil di Bangladesh. Foto/daily sabah
A A A
DHAKA - Kapal-kapal angkatan laut Bangladesh membawa sekitar 1.600 pengungsi Rohingya ke pulau terpencil di Teluk Bengal pada Jumat (4/12) meski diprotes beberapa pihak.

Sejumlah pengungsi dan kelompok hak asasi manusia (HAM) menyatakan beberapa Rohingya dipaksa untuk pindah ke pulau terpencil itu.

Bangladesh mengatakan pihaknya hanya memindahkan orang-orang yang bersedia pergi dari kamp dan tindakan itu akan mengurangi kepadatan kronis di kamp-kamp yang menampung lebih dari 1 juta Rohingya.

Tetapi para pengungsi dan pekerja kemanusiaan mengatakan beberapa orang Rohingya dipaksa pergi ke pulau rawan banjir Bhasan Char yang baru muncul dari laut 20 tahun lalu itu. (Baca Juga: Bangladesh Pindahkan Ratusan Pengungsi Rohingya ke Pulau Terpencil)

Para pengungsi berkumpul di kursi plastik di sepanjang geladak kapal angkatan laut yang berlayar dari pelabuhan selatan Chittagong. Beberapa orang membawa payung untuk berteduh dari terik matahari dalam perjalanan yang memakan waktu beberapa jam. (Lihat Infografis: Begini Cara Kerja Vaksin yang Akan Melindungi Tubuh dari Covid-19)

Dua pengungsi di dalam kapal mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa mereka telah melakukan perjalanan dengan sukarela dan senang bisa keluar dari kamp. (Lihat Video: Tips Menjaga Kebersihan Rumah dari Percikan Droplet dan Virus)



“Saya harap kami akan menemukan kenyamanan dan kedamaian di sini,” ungkap seorang pria berusia 46 tahun setelah mencapai pulau itu. Ada begitu banyak penderitaan dan konflik di kamp pengungsi di dekat perbatasan Bangladesh dan Myanmar.

Dalam pernyataan pada Jumat, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengatakan pihaknya berencana merelokasi 100.000 orang Rohingya karena "kepadatan ekstrim" dan "situasi keamanan yang memburuk" di kamp-kamp tersebut.

Otoritas menyatakan pulau itu telah dilengkapi dengan infrastruktur yang layak dan fasilitas yang ditingkatkan. Perseikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diharapkan segera bekerja di sana, bersama 22 kelompok bantuan yang telah setuju membantu.

PBB mengatakan mereka hanya menerima informasi terbatas tentang pemindahan itu.

Pada briefing di Jenewa, badan pengungsi PBB (UNHCR) meminta Bangladesh menjunjung tinggi komitmennya bahwa langkah itu bersifat sukarela. PBB mengatakan telah mendengar laporan pengungsi merasa dipaksa untuk pindah.

“UNHCR siap memeriksa kondisi di pulau itu untuk memastikan pulau itu tempat yang aman dan berkelanjutan bagi pengungsi untuk tinggal, jika diizinkan oleh pemerintah,” ungkap juru bicara UNHCR Babar Baloch.

Pada Kamis, sebelum keberangkatan, dua orang Rohingya mengatakan kepada Reuters bahwa nama mereka muncul dalam daftar yang disusun para pemimpin lokal yang ditunjuk pemerintah tanpa persetujuan mereka.

"Mereka telah membawa kami ke sini dengan paksa," ujar seorang pria berusia 31 tahun kepada Reuters sambil menangis melalui telepon saat dia naik bus yang katanya akan membawanya dari kamp dekat Cox's Bazar ke Chittagong.

“Tiga hari yang lalu, ketika saya mendengar bahwa keluarga saya ada dalam daftar, saya lari dari blok itu, tapi kemarin saya ditangkap dan dibawa ke sini,” ujar dia.

Seorang wanita berusia 18 tahun mengatakan suaminya telah memasukkan nama mereka ke dalam daftar karena mengira itu untuk jatah makanan. “Dia melarikan diri ketika mereka disuruh pergi ke Bhasan Char. Dia juga bersembunyi di kamp,” ungkap dia.

Mereka termasuk di antara lebih dari 730.000 Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar pada 2017 setelah operasi militer yang menurut PBB dilakukan dengan maksud genosida.

Myanmar membantah genosida dan mengatakan pasukannya menargetkan militan Rohingya yang menyerang pos polisi.

“Tidak ada satu pengungsi pun yang boleh dipindahkan sampai semua masalah hak asasi manusia dan kemanusiaan diselesaikan dan persetujuan yang diinformasikan secara asli dijamin,” papar Ismail Wolff, direktur kelompok Fortify Rights.

Human Rights Watch telah mewawancarai 12 keluarga yang namanya ada dalam daftar, tetapi tidak mengajukan diri secara sukarela.

Dua pekerja bantuan, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan pengungsi telah mendapat tekanan dari pejabat pemerintah yang menggunakan ancaman dan tawaran uang tunai serta bujukan lainnya agar mereka pergi ke pulau itu.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2396 seconds (0.1#10.140)