Pompeo: AS Setujui Penjualan 50 Jet Tempur Siluman F-35 ke UEA
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menyetujui penjualan paket peralatan pertahanan canggih senilai USD23,37 miliar ke Uni Emirat Arab (UEA). Hal tersebut diumumkan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo.
Paket peralatan pertahanan yang dijual termasuk 50 unit jet tempur siluman F-35 Lightning II , 18 unit MQ-9B Unmanned Aerial Systems (UAS), serta amunisi air-to-air (udara-ke-udara) dan air-to-ground (udara-ke-darat).
"Hari ini, Amerika Serikat memberi tahu Kongres tentang usulan pembelian pesawat tempur F-35, MQ-9B UAS, dan amunisi senilai USD23,37 miliar untuk mencegah dan mempertahankan ancaman yang meningkat dari Iran setelah Abraham Accords yang bersejarah," tulis Pompeo di Twitter, Rabu (11/11/2020). Abraham Accords adalah perjanjian normalisasi hubungan antara UEA dengan Israel. (Baca: Penasihat Biden: Jet Tempur Siluman F-35 Hanya untuk Israel )
Sebelum pengumuman Pompeo keluar,The Washington Post melaporkan administrasi Trump telah secara resmi memberi tahu Kongres Amerika Serikat (AS) tentang niatnya untuk menjual puluhan jet tempur siluman F-35 dan perangkat keras militer lainnya ke Uni Emirat Arab.
Kesepakatan untuk UEA untuk memperoleh jet tempur F-35 telah menimbulkan kekhawatiran di pihak Israel bahwa hal itu akan mengikis keunggulan militer regional negara Yahudi tersebut. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuai kritik karena diduga mengizinkannya dalam konteks normalisasi Israel dengan UEA.
Jika para anggota Kongres AS menentang kesepakatan itu, mereka memiliki waktu 30 hari untuk menghasilkan resolusi guna memblokir penjualan, meskipun dua pertiga dari anggota Kongres akan diperlukan untuk mengesampingkan veto presiden.
Pemberitahuan informal tentang kesepakatan itu telah diberikan kepada Kongres bulan lalu. (Baca juga: Tak Senang F-35, Israel Incar Jet Tempur Siluman F-22 Raptor Eksklusif )
Laporan niat AS untuk menjual F-35 ke Abu Dhabi mulai muncul pada Agustus, beberapa hari setelah UEA setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel menyusul negosiasi yang ditengahi oleh Gedung Putih. Itu mengejutkan di Israel, terutama untuk lembaga keamanan negara, yang telah dikecualikan Netanyahu dari negosiasi dengan Abu Dhabi.
Sampai saat itu, AS telah menolak permintaan dari negara-negara di Timur Tengah untuk membeli F-35 terutama karena kekhawatiran bahwa penjualan tersebut akan merusak keunggulan militer kualitatif (QME) Israel, yang secara undang-undang diwajibkan oleh Amerika Serikat untuk memastikan tetap utuh meskipun ada penjualan senjata Amerika di kawasan tersebut.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berulang kali membantah bahwa dia memberikan persetujuan untuk penjualan F-35 AS ke UEA, serta kendaraan udara tak berawak (drone) canggih dan senjata lainnya, sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi hubungan, atau bahwa ada negosiasi rahasia untuk itu. Hal ini telah dipertanyakan secara terbuka oleh Menteri Pertahanan Benny Gantz.
Paket peralatan pertahanan yang dijual termasuk 50 unit jet tempur siluman F-35 Lightning II , 18 unit MQ-9B Unmanned Aerial Systems (UAS), serta amunisi air-to-air (udara-ke-udara) dan air-to-ground (udara-ke-darat).
"Hari ini, Amerika Serikat memberi tahu Kongres tentang usulan pembelian pesawat tempur F-35, MQ-9B UAS, dan amunisi senilai USD23,37 miliar untuk mencegah dan mempertahankan ancaman yang meningkat dari Iran setelah Abraham Accords yang bersejarah," tulis Pompeo di Twitter, Rabu (11/11/2020). Abraham Accords adalah perjanjian normalisasi hubungan antara UEA dengan Israel. (Baca: Penasihat Biden: Jet Tempur Siluman F-35 Hanya untuk Israel )
Sebelum pengumuman Pompeo keluar,The Washington Post melaporkan administrasi Trump telah secara resmi memberi tahu Kongres Amerika Serikat (AS) tentang niatnya untuk menjual puluhan jet tempur siluman F-35 dan perangkat keras militer lainnya ke Uni Emirat Arab.
Kesepakatan untuk UEA untuk memperoleh jet tempur F-35 telah menimbulkan kekhawatiran di pihak Israel bahwa hal itu akan mengikis keunggulan militer regional negara Yahudi tersebut. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuai kritik karena diduga mengizinkannya dalam konteks normalisasi Israel dengan UEA.
Jika para anggota Kongres AS menentang kesepakatan itu, mereka memiliki waktu 30 hari untuk menghasilkan resolusi guna memblokir penjualan, meskipun dua pertiga dari anggota Kongres akan diperlukan untuk mengesampingkan veto presiden.
Pemberitahuan informal tentang kesepakatan itu telah diberikan kepada Kongres bulan lalu. (Baca juga: Tak Senang F-35, Israel Incar Jet Tempur Siluman F-22 Raptor Eksklusif )
Laporan niat AS untuk menjual F-35 ke Abu Dhabi mulai muncul pada Agustus, beberapa hari setelah UEA setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel menyusul negosiasi yang ditengahi oleh Gedung Putih. Itu mengejutkan di Israel, terutama untuk lembaga keamanan negara, yang telah dikecualikan Netanyahu dari negosiasi dengan Abu Dhabi.
Sampai saat itu, AS telah menolak permintaan dari negara-negara di Timur Tengah untuk membeli F-35 terutama karena kekhawatiran bahwa penjualan tersebut akan merusak keunggulan militer kualitatif (QME) Israel, yang secara undang-undang diwajibkan oleh Amerika Serikat untuk memastikan tetap utuh meskipun ada penjualan senjata Amerika di kawasan tersebut.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berulang kali membantah bahwa dia memberikan persetujuan untuk penjualan F-35 AS ke UEA, serta kendaraan udara tak berawak (drone) canggih dan senjata lainnya, sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi hubungan, atau bahwa ada negosiasi rahasia untuk itu. Hal ini telah dipertanyakan secara terbuka oleh Menteri Pertahanan Benny Gantz.